News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Jabatan Kepala Daerah

Pengamat Ungkap Dampak Penunjukan Penjabat Kepala Daerah dari TNI-Polri Aktif bagi Masyarakat

Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilutrasi pelantikan penjabat gubernur

Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelantikan Penjabat Kepala Daerah dari kalangan TNI-Polri aktif menuai reaksi bagi sejumlah pengamat di Indonesia.

Sebagimana diketahui, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Daerah Sulawesi Tengah Brigadir Jenderal (TNI) Andi Chandra As’aduddin sebagai Penjabat Bupati Seram Bagian Barat, Maluku, pada Selasa (24/5/2022) kemarin.

Chandra dilantik menggantikan Bupati Seram Bagian Barat Yustinus Akerina yang masa jabatannya berakhir 22 Mei 2022 lalu.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komaruddin menyebut Penjabat Kepala Daerah dari kalangan TNI-Porli sah secara hukum.

Syaratnya, sudah memasuki masa pensiun atau purnawirawan.

Namun dia memberikan catatan bahwa prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang (UU) No.34 2004 tebtang Tentara Nasional Indonesia.

“Sekarang yang jadi masalah adalah ketika kepala BIN di daerah itu diangkat menajdi Pj di salah satu kabupaten,” kata Ujang Komarudin saat dihubungi Tribunnews.com, Kamis (26/5/2022).

Namun pada peraturan lain disebutkan pula bahwa anggota dari kedua institusi tersebut dapat mengisi jabatan-jabatan ASN tertentu.

Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil Desak Penunjukan TNI Jadi Penjabat Bupati Seram Bagian Barat Dibatalkan

Itu sebagaimana putusan MK yang mengacu pada UU TNI dan UU Polri yang menyebutkan bahwa dalam Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dan UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri.

Adapun prajurit TNI aktif dapat menduduki beberapa jabatan secara spesifik di kantor atau instusi tertentu, yakni kantor koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.

“Itu yang membuat Mahfud MD dan pemerintah membela mati-matian, karena merasa tidak bersalah dengan aturannya,” ucap Ujang.

Lebih lanjut pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia ini menambahkan, ada aturan lain yang juga membuka opsi pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi yang dapat diisi oleh prajurit TNI dan anggota Polri, yakni UU No.5 Tahun 2014z

Prajurit TNI dan anggota Polri setelah mengundurkan diri dari dinas aktif apabila dibutuhkan dan sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan melalui proses secara terbuka dan kompetitif.

Jabatan pimpinan tinggi dimaksud dapat pimpinan tinggi utama, pimpinan tinggi madya dan pimpinan tinggi pratama.

“Itu artinya membolehkan, dengan jelas bahwa TNI-Polri bisa menjadi Pj,” kata Ujang.

“Itu menjadi keputusan MK yang menurut saya, walaupun mereka ahli hukum, belum tentu membuat keputusan yang adil.”

Baca juga: Pengamat Soroti Urgensi, Prosedur, dan Kepatutan Soal Perwira TNI Aktif Jabat Pj Bupati Seram Barat

Dia memberi alasan mengapa dirinya menyatakan bahwa putusan MK yang dinilai tidak adil.

Sebab, kata dia, aturan tersebut membahayakan dalam konteks demokrasi di Indonesia.

“Sebenarnya demokrasi bisa hancur dengan keputusan-keputusan hukum itu. (Meskipun) Memang kita sebagai anak bangsa ahrus menghormati keputusan mk itu, tetapi keputusan MK itu mesti kita kritisi juga,” ujarnya.

Hal serupa turut disampaikan Pengamat Sosial Politik Centre for Indonesia Strategic Action (CISA) Herry Mendrofa. Dia menilai penunjukkan penjabat dari kalangan TNI-Polri memang sah secara hukum dan konstitusi.

Namun dia menilai, keputusan tersebut juga bisa berdampak bagi psikologis politik masyarakat

“Dari sisi psikologi politik, tentunya ini akan berpengaruh. Pengaruhnya itu adalah dari sisi intervensi politik yang cenderung pasti bisa digunakan oleh rezim yang berkuasa,” kata Herry saat dihubungi Tribunnews.com, Kamis (26/5/2022).

Dia menilai, penunjukkan penjabat daerah dari kalangan TNI-Polri erait kaitannya dengan kepentingan politik menuju Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang.

Sebagai contoh, sambung dia, posisi Jenderal (purn) Tito Karnavian yang ditunjuk sebagai Menteri Dalam Negeri (Mendagri).

“Pasti kepentingannya politik praktis, sehingga dari sisi psikologi politik ini mungkin akan berpengaruh dari konteks ini,” kata Herry.

Baca juga: Kontras Kritik Keras Penunjukan Perwira TNI Aktif Jadi Pj Bupati Seram Barat

Meskipun dia mengakui, penunjukkan penjabat dari kalangan TNI-Polri tidak melanggar hukum. Terlebih, itu pula hak perogeratif Presiden yang juga tidak bisa dibantah.

“Tapi dari sisi sikologi politik, ini akan mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi), termasuk,” ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini