News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Laboratorium Virus Berbahaya Disebut Berada di Perkampungan Padat Jakarta, Ini Faktanya

Editor: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Jalan Percetakan Negara No.29, Johar Baru, Jakarta Pusat disebut merupakan alamat laboratorium biologis berbahaya bernama Naval Medical Research Unit Two (NAMRU-2) milik Angkatan Laut Amerika Serikat (AS).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Media Resmi Pemerintah Rusia, Sputnik menyebut laboratorium Naval Medical Research Unit Two (NAMRU-2) milik Angkatan Laut Amerika Serikat (AS) berada di Indonesia.

Laboratorium yang menjadi fasilitas bioresearch, menyimpan patogen dan virus berbahaya disebut terletak di perkampungan padat di Jalan Percetakan Negara No.29, Johar Baru, Jakarta Pusat.

Namun, pantauan Tribunnews.com dari lokasi, jalan tersebut bukan merupakan bangunan berupa rumah remang-remang di perkampungan padat dan jalan sempit.

Jalan tersebut merupakan jalan raya dua arah yang besar.

Terpantau, terdapat Gedung Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan Kemenkes RI di jalan tersebut.

Jalan Percetakan Negara No.29, Johar Baru, Jakarta Pusat disebut merupakan alamat laboratorium biologis berbahaya bernama Naval Medical Research Unit Two (NAMRU-2) milik Angkatan Laut Amerika Serikat (AS).

Di dalam gedung itu, terdapat pula Ditjen P2P Balitbangkes Kemenkes RI.

Laboratorium NAMRU-2 sendiri disebut berada di kompleks bangunan tersebut.

Di jalan itu terdapat pula Rumah Tahanan (Rutan) Salemba dan Gedung Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

Jauh dari lokasi itu tepatnya di Jalan Percetakan Negara No.23, Johar Baru, Jakarta Pusat terdapat pula Laboratorium Penelitian Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sri Oemijati.

Namun, Tribunnews.com tidak mendapatkan akses masuk ke dalam laboratorium tersebut.

Selain itu, informasi soal adanya laboratorium NAMRU-2 juga terbatas.

Tribunnews.com sudah mengkonfirmasi ke sejumlah pejabat terkait keberadaan laboratorium itu, namun hasil yang didapat nol besar.

Baca juga: Media Rusia Tuding Ada Laboratorium Virus Berbahaya di Jakarta, Ini Kata Polri

Baca juga: Begal Beraksi di Seberang Asrama Polri Kemayoran, Wajah Korban Disabet Celurit, Motornya Juga Raib 

Camat Johar Baru, Nurhelmi Savitri mengaku tidak mengetahui terkait laboratorium virus berbahaya tersebut. 

"Saya kurang paham," kata Nurhelmi saat ditanya Tribunnews.com soal laboratorium NAMRU-2.

Senada dengan Nurhelmi, Kapolsek Johar Baru Kompol Ari Susanto juga tak berkata banyak saat ditanya soal laboratorium tersebut.

"Silahkan bertanya kepada yang berwenang menjawab," kata Ari.

Sejumlah warga sekitar juga mengaku tidak mengetahui terkait keberadaan laboratorium seperti yang diberitakan Sputnik.

Sampai berita ini diturunkan, Tribunnews.com belum mendapatkan konfirmasi dari pihak Balitbangkes Kemenkes RI soal laboratorium tersebut.

Diberitakan sebelumnya, Media resmi pemerintah Rusia Sputnik menyebut ada laboratorium biologis milik NAMRU-2, angkatan laut Amerika Serikat di Indonesia.

Laboratorium tersebut diduga tempat patogen dan virus berbahaya disimpan. Sputnik menyebut laboratoriumtersebut berada di Jalan Percetakan Negara.

Lokasinya berada di tengah perkampungan padat dan jalan yang sempit.

Kemungkinan besar tidak banyak orang yang tahu bahwa laboratorium tersebut sudah berdiri selama 40 tahun karena bentuk fisik bangunannya berupa rumah dan remang-remang.

Baca juga: Nasib Geng Motor di Bogor Usai Terjaring Patroli Polisi, Resmi Bubar Padahal Baru Berumur Setahun

Baca juga: Tangkap 2 Pengedar Narkoba, Polisi Amankan Barang Bukti Rp 2,8 Miliar hingga Buku Rekap Penjualan

Unit Penelitian Medis Angkatan Laut AS (NAMRU) berdiri di Guam pada tahun 1955 di bawah yayasan Rockefeller.

Sedangkan detasemen NAMRU-2 di Jakarta telah dibuka pada tahun 1970 untuk mempelajari penyakit menular yang berpotensi menyerang militer-militer AS di Asia.

Menurut Dr Siti Fadilah Supari, seorang spesialis kardiologi yang menjabat sebagai menteri kesehatan Indonesia dari 2004 hingga 2009, kemanjuran keseluruhan penelitian Amerika dipertanyakan.

“Meskipun mereka fokus pada malaria dan tuberkulosis, hasilnya selama 40 tahun di Indonesia tidak signifikan”, kata Siti Fadilah dikutip dari Sputnik, Sabtu (28/5/2022).

Dia menambahkan bahwa perjanjian antara Indonesia dan AS tentang pendirian laboratorium berakhir pada 1980.

Siti Fadilah juga menyebutkan kurangnya keterlibatan yang dari staf kesehatan Indonesia dalam proyek laboratorium tersebut sebagai alasan lain yang perlu dikhawatirkan.

"Tetapi kemungkinan memperoleh spesimen dari pasien menular untuk tujuan penelitian dan mengangkutnya ke luar negeri oleh staf Amerika dengan status diplomatik, mungkin, adalah bendera merah terbesar bagi menteri," kata Siti Fadilah.

Baca juga: Wanita Paruh Baya Diduga Dibuang Keluarganya di Bogor, Kini Ditangani Dinsos 

Pada saat itu, Siti Fadilah Supari melancarkan perlawanan terhadap regulator kesehatan global dan perusahaan farmasi besar atas ketidakadilan pembagian spesimen virus melalui struktur yang berafiliasi dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dengan negara-negara miskin menderita penyebaran H5N1 (flu burung).

Sputnik mengatakan pula bagaimana Siti Fadilah awalnya menentang operasi laboratorium NAMRU-2. Ia menyatakan lab tersebut tidaklah transparan saat mendadak mengunjunginya pada 2008.

"Saya kira benar, kegiatan penelitian masih ada. Saya tidak bisa membuktikannya, tetapi dari apa yang saya baca dan dengar, kegiatan penelitian masih berlangsung dalam berbagai bentuk kerjasama dengan lembaga penelitian dan universitas di Indonesia. Saya pikir pemerintah harus menyadari hal ini," ujarnya.

Sputnik juga menulis, beberapa sumber menyebutkan bahwa para pemangku kebijakan AS tertarik memperdalam kerjasama kesehatannya dengan RI. Ini dilakukan agar NAMRU-2 tetap dapat beroperasi dan tidak mengalami penolakan serius.

"Harapan terbaik untuk mempertahankan NAMRU-2 di Indonesia adalah untuk meyakinkan pembuat kebijakan utama tentang kegunaannya yang berkelanjutan bagi kedua negara", tulis memo Departemen Luar Negeri AS kepada Mantan Dubes AS untuk RI, Cameron Hume, ditulis media itu.

Hingga berita ini diturunkan Tribun masih mencoba melakukan konfirmasi ke berbagai pihak yang disebutkan dalam pemberitaan Sputnik tersebut termasuk pihak Kedutaan Besar AS di Indonesia. Namun semuanya belum mendapatkan jawaban.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini