Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dijadwalkan bakal melakukan pertemuan di Komplek Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Selatan, pada Sabtu (4/6/2022) mendatang.
Pertemuan tersebut diagendakan bakal membahas pembentukan pasangan capres-cawapres yang akan diusung oleh KIB.
Pengamat Sosial Politik dari Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA) Herry Mendrofa menilai ketiga partai politik (Parpol) tersebut kian erat membangun konsolidasi.
"Artinya bahwa Koalisi Indonesia Bersatu ini bukan gimmick politik tetapi bentuk keseriusan untuk menciptakan alternatif preferensi politik menuju 2024," kata Herry Mendrofa lewat keterangannya, Selasa (31/5/2022).
Herry beranggapan, adanya Koalisi Indonesia Bersatu juga dapat dijadikan sebagai strategi meraup elektoral.
"Golkar, PAN, PPP kan inisiatornya, barangkali ini bagian dari strategi penguatan sekaligus magnet politik dalam meraih ceruk elektoral bagi parpolnya masing-masing," kata Herry.
Kendati demikian, dia mengatakan koalisi tersebut sebaiknya juga mendatangkan insentif elektoral jika capres yang diusung memiliki branding politik yang mumpuni.
Pasalnya, koalisi tersebut hingga saat ini masih belum memutuskan mendukung siapa dan siapak sosok yang bakal diusung.
“Jika saat pertemuan itu mereka menyatakan dukungan maka dari situlah preferensi politik publik terbentuk terhadap parpol tersebut," ujar Herry.
Baca juga: Zulkifli Hasan: Koalisi Indonesia Bersatu Usung Minimal 3 Capres dalam Pemilu 2024
Lebih lanjut Herry menjelaskan ketika koalisi ini menyatakan dukungan terhadap figur yang kuat di masyarakat, maka peluang meningkatkan elektabilitas ketiganya ke depannya makin besar.
"Sosok yang diusung harus mampu menciptakan coattail effect bagi parpol. Ini yang diincar oleh Golkar, PAN, dan PPP. Maka peluang besar bagi mereka kedepannya," tuturnya.
Sementara itu Ia pun menilai bahwa koalisi ini mesti mendapatkan dukungan juga dari ceruk oposisi lainnya.
"Perlu juga diperhatikan bahwa ketiganya ini parpol pendukung pemerintah. Jadi memerlukan parpol oposisi. Katakanlah Demokrat atau PKS atau kedua-duanya masuk maka ini juga menyempurnakan koalisi yang dibangun dari ceruk elektoral masyarakat yang kontra dengan rezim," tutur Herry.