Laporan Wartawan Tribunnews.com, Malvyandi Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus oknum prajurit menjual amunisi kepada tentara OPM menjadi sorotan.
Video penangkapan oknum tentara tersebut pun menjadi viral di media sosial.
Dalam video berdurasi 1 menit 51 detik itu, oknum berpangkat Praka itu mengaku menjual amunisi sebanyak 10 butir pelruru ke Jhon Sandego senilai Rp2 juta.
"Saya baru jual satu kali, uangnya untuk makan," paparnya.
Persoalan itu disinyalir dipicu oleh masalah perut yang membuat mental dan moral oknum prajurit jadi terdegradasi.
Pengamat Terorisme dan Intelijen dari The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya mengatakan, kasus penjualan amunisi kepada OPM tidak dapat ditolerir. Harus ditindak tegas.
"Setiap ada pelanggaran oleh personel TNI baik di wilayah perang atau damai harus diberikan sanksi sesuai UU yang berlaku," ujar Harits Abu Ulya, pengamat Terorisme dan Intelijen dari The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) dalam keterangan yang diterima hari ini.
Baca juga: Kapolri Ingatkan Tugas Berat Menanti Brimob: Kawal Pemilu 2024 Hingga Situasi di Papua
Harits menegaskan, pembinaan pada anggota harus menjadi salah satu prioritas bagi pimpinan.
Sehingga tidak ada kedepannya anggota yang nakal dengan menjual amunisi dan lainnya. Karena melalui proses pembinaan semua anggota bisa dirawat konsistensinya kepada doktrin - doktrin Sapta Marga. Serta bisa meningkatkan personal quality nya.
"Namun demkian pengawasan internal kepada anggota harus berjalan dengan maksimal dan ekstra terutama di daerah konflik," jelasnya.
Harits mengungkapkan, banyak pintu terbuka yang bisa membuat prajurit terkooptasi dengan lingkungan luar dan akhirnya mendegradasi mental dan moral prajurit yang berujung lahirnya tindakan indisipliner atau pelanggaran berat lainnya.
Baca juga: Panglima TNI Didorong Bentuk TPF Soal Meninggalnya Sertu Bayu
Oleh karena itu khusus prajurit yang diterjurkan di wilayah konflik sudah selayaknya mendapatkan tunjangan yang lebih.
"Faktor ekonomi prajurit maupun keluarga prajurit yang ditinggalkan bisa memicu munculnya persoalan di saat seorang prajurit menggemban tugas negara. Mereka di garis depan, dan mereka bertaruh nyawa dalam tugasnya. Maka negara selayaknya memberikan perhatian moril dan materiaal secara proporsional," tandasnya.
"Perlu evaluasi secara obyektif terhadap kendala, tantangan, persoalan yang muncul dari prajurit disaat bertugas di wilayah konflik. Kebijakan - kebijakan yang tepat dan bijak sangat berpengaruh kepada performan prajurit di lapangan," tambahnya.