TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IX DPR dengan BP2MI dan Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati)pada Rabu pekan lalu (8/6/2022) lalu, telah menghasilkan keputusan positif.
Hampir seluruh Perusahan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) memberikan apresiasi kepada Anggota Komisi IX yang telah berhasil memperjuangkan kepentingan P3MI.
Hal tersebut karena selama ini terjadi stagnasi penempatan prosedural akibat regulasi yang salah-kaprah sehingga dibatalkan seluruh Keputusan Kepala BP2MI yang telah diterbitkan.
Komisi Nasional Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (LP-KPK) melalui Wasekjen Amri Piliang mengatakan akan bersurat kepada Presiden Joko Widodo agar menjadi atensi dan mengawal terus keputusan RDP Komisi IX dalam setiap langkah dan kebijakan yang dilakukan oleh BP2MI yang dinilainya yang cenderung merugikan para pelaku penempatan resmi PMI khususnya P to P (private to private) atau perusahaan penempatan PMI.
Baca juga: Komisi IX DPR dan BP2MI Bersinergi Memerangi Sindikat Penempatan Ilegal Pekerja Migran Indonesia
"Kerap terjadi penguncian Sistem Komputerisasi Tenaga Kerja Luar Negeri (SISKOTKLN). Padahal SISKOTKLN tersebut dibuat agar data para CPMI resmi tercatat dan mudah ditelusuri," ujar Amri dalam keterangannya, Kamis (16/6/2022).
Menurut dia, jika SISKOTKLN dikunci tentunya tidak dapat lagi mencatat dan memasukan data CPMI sehingga berdampak pada CPMI itu sendiri menjalani proses lebih lama dan cenderung mengambil jalan pintas atau unprosedural karena ingin cepat bekerja di luar negeri.
"SISKOTKLN adalah Sistem Komputerisasi Pelayanan Publik yang seharusnya tidak boleh tutup kecuali hari libur nasional sebagaimana diperintahkan oleh Ombusment RI Penyedia Layanan Tak Boleh Tutup Akses Masyarakat," ujar Amri.
Kebijakan itu dinilainya bisa berdampak tidak baik, bahkan berpotensi memunculkan makelar kasus sebab apabila SISKOTKLN dikunci dengan berbagai alasan yang tidak jelas.
"Padahal tidak ada sama sekali rekomendasi penguncian dalam status scorching dari Kemnaker sebagai penentu kebijakan, sementara BP2MI hanya sebagai pelaksana kebijakan."
Kata Amri, hal inilah membuat banyak P3MI resmi dari berbagai asosiasi yang memiliki perizinan lengkap tidak dapat melakukan aktivitas usaha alias stganasi tidak dapat mendata CPMI dan bahkan menghentikan operasionalnya.