TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Mochamad Ardian Noervianto dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, Laode M. Syukur Akbar akan menghadapi dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (16/6/2022).
Keduanya merupakan terdakwa dalam perkara dugaan suap terkait pengajuan pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tahun 2021.
"Sesuai dengan penetapan hari sidang, hari ini tim jaksa KPK akan membacakan surat dakwaan terdakwa M. Ardian N. dkk di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (16/6/2022).
Ali mengatakan tim jaksa akan memapaparkan secara lengkap dugaan perbuatan rasuah yang dilakukan para terdakwa.
"Berikutnya, tim jaksa KPK juga akan beberkan seluruh alat bukti yang diperoleh selama proses penyidikan," katanya.
Baca juga: Jaksa KPK Siap Sidangkan Eks Dirjen Bina Keuda Kemendagri Mochamad Ardian Noervianto Dkk
Ardian dan Laode nantinya akan didakwa dengan Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana atau Pasal 11 Jo Pasal 18 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Selain Ardian dan Laode, KPK juga menetapkan Bupati nonaktif Kolaka Timur Andi Merya Nur sebagai tersangka.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Ardian memiliki tugas di antaranya melaksanakan salah satu bentuk investasi langsung pemerintah, yaitu pinjaman PEN tahun 2021 dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) berupa pinjaman program dan/atau kegiatan sesuai kebutuhan daerah.
Pada Maret 2021, Andi Merya menghubungi Laode M. Syukur agar bisa dibantu mendapatkan pinjaman dana PEN bagi Kabupaten Kolaka Timur.
Selain menghubungi Laode M. Syukur, ada pula permintaan bantuan lain oleh Andi Merya pada L. M. Rusdianto Emba yang juga telah mengenal baik Ardian.
Selanjutnya pada Mei 2021, Laode M. Syukur mempertemukan Andi Merya dengan Ardian di Gedung Kemendagri, Jakarta.
Andy Merya mengajukan permohonan pinjaman dana PEN sebesar Rp350 miliar dan meminta agar Ardian mengawal dan mendukung proses pengajuannya.
KPK menduga Ardian meminta adanya pemberian kompensasi atas peran yang dilakukannya dengan meminta sejumlah uang, yaitu 3 persen secara bertahap dari nilai pengajuan pinjaman.
Rinciannya, 1 persen saat dikeluarkannya pertimbangan dari Kemendagri, 1 persen saat keluarnya penilaian awal dari Kemenkeu, dan 1 persen saat ditandatanganinya MoU antara PT SMI dengan Pemkab Kolaka Timur.
Andi Merya memenuhi keinginan Ardian lalu mengirimkan uang sebagai tahapan awal sejumlah Rp2 miliar ke rekening bank milik Laode M Syukur yang juga diketahui L. M. Rusdianto Emba.
KPK menduga dari Rp2 miliar tersebut dibagi di mana Ardian menerima 131 ribu dolar Singapura atau setara dengan Rp1,5 miliar yang diberikan langsung di rumah kediaman pribadinya di Jakarta dan tersangka Laode M. Syukur menerima Rp500 juta.
Ardian diduga aktif memantau proses penyerahannya walaupun saat itu sedang melaksanakan isolasi mandiri dengan selalu berkomunikasi dengan beberapa orang kepercayaannya yang sebelumnya sudah dikenalkan dengan Laode M. Syukur.
KPK menyebut permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan Andi Merya disetujui dengan adanya bubuhan paraf Ardian pada draf final surat Menteri Dalam Negeri ke Menteri Keuangan.