News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Jokowi Ulang Tahun

Jokowi Ulang Tahun, Ini Profil 4 Presiden RI yang Lahir di Bulan Juni, Lahir dari Keluarga Sederhana

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Foto-foto 7 Presiden RI. Jokowi sebagai presiden ketujuh RI merayakan ulang tahunnya ke-61 hari ini 21 Juni 2022.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Juni merupakan bulan yang istimewa bagi Indonesia.

Di bulan ini empat presiden Indonesia lahir.

Tiga diantaranya sudah menjabat presiden dan satu lagi masih menjabat hingga saat ini.

Mereka adalah Presiden pertama RI Soekarno yang lahir di Surabaya pada 6 Juni 1901. 

Kemudian Presiden kedua RI  Soeharto yang lahir di  Kemusuk, Yogyakarta, 8 Juni 1921.

Lalu Presiden ketiga RI BJ Habibie lahir di Parepare, Sulawesi Selatan, 25 Juni 1936.

Dan keempat adalah Presiden Jokowi yang hari ini, Selasa (21/6/2022), merayakan ulang tahunnya ke-61.

Adapun keempat Presiden RI itu bukan dari keluarga bangsawan melainkan keluarga biasa, ada yang berasal dari keluarga petani.

Baca juga: Jokowi Ulang Tahun, Kenapa Tak Pernah Dirayakan? Mengapa Lebih Memilih Blusukan?

Berikut profil singkat empat presiden RI tersebut:

Soekarno, Presiden Pertama RI

Soekarno dikenal sebagai Bapak Proklamator, founding father sekaligus Presiden pertama Republik Indonesia.

Soekarno lahir di Surabaya tepatnya pada tanggal 6 Juni 1901.

Ia dilahirkan dengan nama asli bernama Koesno Sosrodihardjo.

Namun karena sering sakit saat kecil, orangtuanya mengganti namanya menjadi Soekarno.

Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo yang berprofesi sebagai guru.

Sementara ibunya yang bernama Ida Ayu Nyoman Rai, adalah seorang bangsawan di Bali.

Soekarno kecil dijuluki sebagai Djago (ayam jantan, atau sang juara) oleh teman bermain masa kecilnya karena penampilan, semangat, dan kehebatannya.

Sukarno menghabiskan masa kecilnya dengan kakek-neneknya di desa Tulungagung, di mana kebanyakan orang masih percaya pada animisme dan hal-hal mistis Jawa (Kejawen).

Tinggal bersama sang kakek Raden Hardjokromo di pedesaan, Soekarno menjadi pecinta wayang seumur hidupnya.

Soekarno bahkan sempat bersekolah disana walaupun tidak sampai selesai.

Lalu ia ikut bersama dengan orangtuanya untuk pindah ke Mojokerto.

Soekarno kemudian bersekolah di Eerste Inlandse School, tempat ayahnya mengajar sebagai guru.

Soekarno (Foto/net)

Namun Bung Karno dipindahkan tahun 1911 ke ELS (Europeesche Lagere School) yang setingkat sekolah dasar untuk dipersiapkan masuk di HBS (Hogere Burger School) di Surabaya.

Setelah lulus dari HBS tahun 1915, Soekarno kemudian tinggal di rumah Haji Oemar Said Tjokroaminoto atau H.O.S Cokroaminoto, kawan dari ayah Soekarno.

Ketika belajar di HBS, Soekarno menggembleng jiwa nasionalismenya.

Ia aktif di organisasi pemuda Tri Koro Darmo yang merupakan bentukan daripada organisasi Budi Utomo yang fenomenal.

Seiring berjalannya waktu Ir Soekarno mengubah nama organisasi ini menjadi Jong Java (Pemuda Jawa) pada tahun 1918.

Sementara itu H.O.S Cokroaminoto yang mengasuhnya, merupakan seorang tokoh sipil dan tokoh agama yang terkemuka pada saat itu.

Cokroaminoto memperlakukannya sebagai anak asuh yang disayanginya, juga membiayai pendidikannya.

Akhirnya saat Soekarno berusia 20 tahun, Cokroaminoto menikahkannya dengan putrinya sendiri yang berusia 16 tahun, Siti Oetari. 

Setelah melewati perjuangan yang cukup panjang pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Dalam sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dipilih secara aklamasi sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama.

Presiden Soekarno atau Bung Karno menghembuskan nafas terakhirnya tepatnya pada tanggal 21 Juni 1970 di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta.

Kepergian sang Proklamator sekaligus Bapak Bangsa Indonesia ke pangkuan Yang Maha Kuasa menyisakan luka yang dalam bagi rakyat Indonesia pada waktu itu.

Ia di semayamkan di Wisma Yaso, Jakarta dan kemudian dikebumikan di Blitar, Jawa Timur di dekat makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai.

Artikel selengkapnya baca di TribunWiki.

Soeharto, Presiden Kedua Indonesia

Nama Soeharto tidak bisa dipisahkan dari sejarah Indonesia.

Soeharto adalah Presiden kedua Indonesia yang memimpin Tanah Air selama 32 tahun.

Soeharto kemudian lengser dari kursi presiden pada 1998 silam.

Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 karena desakan rakyat Indonesia.

Presiden Soeharto saat itu baru dua bulan menjabat sebagai Presiden Indonesia untuk kali ketujuh.

Krisis ekonomi dan aksi unjuk rasa besar-besaran akhirnya membuat Presiden Soeharto memutuskan untuk mundur.

Kemudian posisi jabatan presiden digantikan oleh BJ Habibie yang saat itu menjabat sebagai wakil presiden.

Melansir laman Perpustakaan Nasional RI, Soeharto lahir di Kemusuk, Yogyakarta, 8 Juni 1921.

Presiden Soeharto saat berkuasa. (KOMPAS/JB SURATNO)

Dia dilahirkan dari keluarga sederhana.

Ayahnya, Kertosudiro, merupakan petani yang juga menjadi pembantu lurah dalam pengairan sawah desa.

Sementara ibunya bernama Sukirah.

Soeharto masuk sekolah saat berusia 8 tahun.

Semula dia disekolahkan di Sekolah Desa (SD) Puluhan, Godean, lantas pindah ke SD Pedes di Kemusuk Kidul.

Namun, Kertosudiro lantas memindahkan Soeharto ke Wuryantoro.

Dia dititipkan di rumah adik perempuan sang ayah.

Soeharto memilih untuk melanjutkan pendidikannya di Sekolah Bintara, Gombong, Jawa Tengah, pada 1941.

Dia pun resmi menjadi anggota TNI pada 5 Oktober 1945.

Dua tahun setelahnya, Soeharto menikah dengan Siti Hartinah, seorang anak pegawai Mangkunegaran.

Perkawinan Soeharto dan Siti Hartinah berlangsung di Solo, 26 Desember 1947.

Waktu itu usia Soeharto 26 tahun, sedangkan Hartinah 24 tahun.

Mereka dikaruniai enam anak yakni Siti Hardiyanti Hastuti, Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Herijadi, Hutomo Mandala Putra, dan Siti Hutami Endang Adiningsih.

Soeharto menapaki perjalanan panjang di bidang militer sebelum akhirnya berpangkat jenderal.

Kariernya dimulai dari pangkat sersan tentara KNIL.

Ia lantas menjadi komandan PETA, berlanjut sebagai komandan resimen dengan pangkat Mayor, dan komandan batalyon berpangkat Letnan Kolonel.

Tahun 1949, Soeharto berhasil memimpin pasukannya merebut kembali Kota Yogyakarta yang saat itu dikuasai Belanda.

Dalam karier militernya, Soeharto juga pernah menjadi Pengawal Panglima Besar Sudirman, hingga menjadi Panglima Mandala atau pembebasan Irian Barat.

Tanggal 1 Oktober 1965, meletus insiden G-30-S/PKI.

Soeharto mengambil alih pimpinan Angkatan Darat.

Selain dikukuhkan sebagai Panglima Angkatan Darat (Pangad), Jenderal Soeharto ditunjuk sebagai Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) oleh Presiden Soekarno kala itu.

Maret 1966, Soeharto menerima Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) dari Soekarno.

Tugasnya, mengembalikan keamanan dan ketertiban serta mengamankan ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno.

Karena situasi politik yang memburuk setelah meletusnya G-30-S/PKI, Sidang Istimewa MPRS yang digelar Maret 1967 menunjuk Soeharto sebagai Pejabat Presiden.

Setahun setelahnya atau Maret 1968 ia dikukuhkan sebagai presiden kedua RI.

Soeharto memerintah lebih dari tiga dasa warsa lewat enam kali pemilu.

Selama 32 tahun menjabat, Soeharto membentuk Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita), yang dimulai 1 April 1969 hingga 1994.

Tujuan Repelita adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar dan infrastruktur dengan penekanan pada bidang pertanian.

Ia mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 karena desakan rakyat Indonesia.

Kala itu, terjadi kerusuhan dan aksi protes di berbagai daerah yang meminta Soeharto meletakkan jabatannya.

Setelah lengser, kesehatan Soeharto berangsur-angsur turun.

Awal januari 2006, dia dilarikan ke Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta Selatan.

Setelah dirawat selama 24 hari karena kegagalan organ multifungsi, Soeharto mengembuskan napas terakhirnya pada Minggu, 27 Januari 2006.

Soeharto meninggal dunia pada pukul 13.10 siang dalam usia 87 tahun.

Artikel selengkapnya baca di Tribun Jogja.

BJ Habibibe, Presiden Ketiga Indonesia

B.J. Habibie lahir di Parepare, Sulawesi Selatan, pada 25 Juni 1936.

Habibie merupakan Presiden Indonesia ketiga menggantikan Presiden Soeharto.

Masa jabatan dari B.J. Habibie tergolong sangat singkat yakni dari tahun 1998-1999.

Di masa jabatannya yang singkat, B.J. Habibie memiliki prestasi karena saat memimpin, Indonesia tengah berada di masa sulit.

B.J. Habibie meninggal pada 11 September 2019 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata berdampingan dengan sang istri.

Masa kecil Habibie dilalui bersama keluarganya di Pare-pare. Sejak kanak-kanak, Habibie sudah memiliki sifat tegas dan berpegang teguh pada prinsip.

Saat berusia 14 tahun, tepatnya 3 September 1950, Habibie harus kehilangan sang ayah yang mengalami serangan jantung.

Tak lama setelah ayahnya meninggal, Habibie pindah ke Bandung untuk menuntut ilmu di Gouvernments Middlebare School.

BJ Habibie (Tribunnews.com/Ali Usman)

Di SMA, prestasi Habibie mulai nampak menonjol, terutama dalam pelajaran-pelajaran eksakta. Habibie menjadi sosok favorit di sekolah.

Tamat SMA tahun 1954, Habibie melanjutkan studi di Fakultas Teknik Universitas Indonesia di Bandung (sekarang Institut Teknologi Bandung).

Ia lantas mendapat beasiswa untuk melanjutkan studi teknik penerbangan di Rhenish Wesfalische Technische Hochschule, Jerman.

Tahun 1960 Habibie mendapat gelar diploma insinyur. Lima tahun setelahnya, ia meraih gelar doktor konstruksi pesawat terbang dengan predikat summa cumlaude dari tempat yang sama.

Habibie menikah pada 12 Mei 1962 dengan Hasri Ainun Besari di Bandung. Keduanya dikaruniai dua orang putra yakni Ilham Akbar dan Thareq Kemal.

Usai menyelesaikan pendidikan, Habibie sempat bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm, sebuah perusahaan penerbangan yang berpusat di Hamburg, Jerman.

Kejeniusannya di bidang penerbangan bahkan membuat Habibie menjadi orang yang dihormati di negara tersebut.

Dia bahkan dijuluki sebagai Mr Crack karena kontribusi besarnya bagi teknologi pesawat terbang global. Namanya pun melekat menjadi nama teorema di bidang termodinamika.

Meski namanya besar di kancah global, tahun 1973 Habibie memilih pulang ke Indonesia untuk memenuhi permintaan Presiden Soeharto.

Beberapa waktu setelahnya, Habibie ditunjuk sebagai CEO dari Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN).

Kemudian, pada 1978, Habibie diangkat menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi. Jabatan itu ia emban selama 20 tahun.

Karier Habibie terus menanjak hingga menjadi presiden ketiga RI pada tahun 1998. Ia menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri karena tuntutan rakyat.

Meski singkat, masa pemerintahan Habibie krusial. Dia menjadi kunci masa transisi Indonesia dari rezim Orde Baru ke masa Reformasi.

Habibie berhasil membuat reformasi besar-besaran. Dalam bidang pers misalnya, pada era Habibie diterbitkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

UU itu menjadi ujung tonggak kebebasan pers di Indonesia yang pada masa pemerintahan sebelumnya sering dibredel dan dibungkam.

Habibie juga melaksanakan restrukturisasi perbankan Indonesia dan memisahkan Bank Indonesia (BI) dari pemerintahan agar tetap objektif dan tidak terpengaruh oleh politik. Pemisahan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999.

Pemerintahan Habibie mendapat kritik keras karena lepasnya Timor Timur dari Indonesia. Ia dituntut mundur oleh mahasiswa karena dianggap tidak dapat menjalankan amanah reformasi.

Akhirnya, pada Sidang Istimewa MPR 13 November 1999, pidato pertanggungjawaban Habibie ditolak MPR. Kepemimpinannya pun berakhir.

Habibie tutup usia pada 11 September 2019 di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta karena gagal jantung. Ia mengembuskan napas terakhit di usia 83 tahun.

Baca Berita selengkapnya di Tribun Batam

Jokowi, Presiden Ketujuh Indonesia

Joko Widodo atau akrab disapa Jokowi adalah Presiden ke-7 RI.

Jokowi menjabat sebagai presiden sejak 20 Oktober 2014. Dia terpilih kembali sebagai kepala negara untuk periode kedua dan dilantik pada 20 Oktober 2019.

Jokowi meniti karier politiknya dari bawah, sejak ia menjabat sebagai kepala daerah.

Kini, namanya dikenal seantero Indonesia, bahkan di kalangan pemimpin dunia.

Dikutip dari laman resmi Perpustakaan Nasional RI, Jokowi lahir di Solo, Jawa Tengah, pada 21 Juni 1961.

Sejak lahir, dia tinggal bersama keluarganya di sebuah rumah kontrakan yang berlokasi di tepi sebuah sungai di Solo.

Hidup keluarga Jokowi sangat sederhana. Ayahnya menghidupi keluarga dengan berjualan kayu.

Ayah Jokowi bahkan terpaksa berulang kali membawa istri dan anak-anaknya hidup berpindah dari satu rumah sewa ke rumah sewa lainnya.

Pernah suatu waktu, keluarga Jokowi harus rela digusur pemerintah Kota Solo dari tempat tinggal mereka di bantaran Kali Pepe.

Jokowi dan keluarga pun tinggal menumpang di kediaman seorang kerabat ayahnya di daerah Gondang.

Meski hidup dengan kesederhanaan, Jokowi pernah mengatakan bahwa pengalaman masa kecil itu tidak dirasakannya sebagai sebuah penderitaan.

Jokowi mengenyam pendidikan dasar sejak tahun 1973. Ia bersekolah di SD Negeri 112 Tirtoyoso Solo.

Sejak duduk di bangku SD, Jokowi sudah membantu keluarganya mencari nafkah dengan berdagang.

Uang yang ia hasilkan untuk keperluan sekolah hingga jajan sehari-hari.

Saat teman-temannya pergi ke sekolah dengan sepeda, Jokowi memilih untuk tetap berjalan kaki.

Jokowi lantas melanjutkan pendidikannya ke SMP Negeri 1 Surakarta pada tahun 1976.

Lalu, pada tahun 1980, dia meneruskan pendidikan ke SMA Negeri 6 Surakarta.

Lepas dari bangku SMA, Jokowi melanjutkan studi ke Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Ia meraih gelar S1 dari Fakultas Kehutanan UGM.

Lulus dari bangku kuliah, Jokowi muda sempat bekerja di sebuah perusahaan BUMN di Aceh. Ia harus bekerja keras di tengah hutan.

Pekerjaan itu rupanya tak membuat Jokowi bertahan lama. Tahun 1988, Jokowi yang sudah memperistri Iriana kembali ke Solo.

Ia lantas bekerja di pabrik milik pamannya, hingga akhirnya memutuskan untuk berhenti dan memulai usaha mebelnya sendiri.

Usaha yang mulanya berjalan dengan kondisi sederhana lambat laun berkembang.

Dari yang awalnya skala regional, usaha Jokowi meluas sampai pasar nasional, hingga akhirnya merambah pasar mancanegara.

Kesuksesan bisnis mebel ini akhirnya menggerakkan Jokowi untuk mulai aktif dalam kegiatan sosial.

Ia dan beberapa rekan pengusaha menggagas terbentuknya organisasi pengusaha mebel nasional cabang Solo yang bernama Asosiasi Pengusaha Mebel Indonesia atau Asmindo.

Jokowi pun didaulat menjadi ketua organisasi tersebut.

Setelah 2 tahun Jokowi memimpin Asmindo, pengurus dan anggota perkumpulan pengusaha itu mulai melontarkan ide pencalonan Jokowi di Pilkada Solo 2005.

Awalide itu muncul, Jokowi hanya menganggapnya dengan tawa dan secara halus menolaknya. Namun, aspirasi tersebut terus menguat.

Politik akhirnya menarik minat Jokowi. Ia lantas bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) pada tahun 2004.

Memulai debutnya, Jokowi maju di Pilkada Solo 2005 berpasangan dengan sesama kader PDI-P, FX Hadi Rudyatmo.

Keduanya menang dan terpilih menjadi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Solo periode 2005-2010.

Pada pemilihan Wali Kota Solo selanjutnya, Jokowi dan FX Hadi Rudyatmo kembali memenangkan kontestasi. Keduanya dilantik sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Solo periode 2010-2017.

Namun, baru 2 tahun menjabat, PDI-P memberi mandat ke Jokowi untuk maju di Pilkada DKI Jakarta tahun 2012.

Diusung oleh PDI-P dan Gerindra, Jokowi dipasangkan dengan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Jokowi dan Ahok berhadapan dengan lima pasangan calon lain ketika itu. Keduanya berhasil menduduki posisi teratas pada Pilkada DKI putaran pertama dengan persentase perolehan suara sebanyak 42,60 persen.

Pada putaran kedua, Jokowi dan Ahok berhasil mengungguli pasangan calon Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli.

Jokowi dan Ahok pun resmi terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta periode 2012-2017.

Karier politik Jokowi terus menanjak. Namanya melejit karena dicitrakan dekat dengan rakyat.

Program "blusukan" yang melambungkan nama Jokowi sejak menjadi Wali Kota Solo ia bawa saat memimpin pemerintahan ibu kota negara.

Popularitas itu lantas memantapkan PDI-P untuk mengusung Jokowi di Pilpres 2014.

Saat itu, dia dipasangkan dengan Jusuf Kalla yang pada tahun 2004-2009 sudah lebih dulu menjadi wakil presiden mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Di Pilpres 2014, Jokowi dan Kalla harus melawan pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa.

Kontestasi itu dimenangkan Jokowi-Kalla yang memperoleh 70.997.859 suara atau 53,15 persen.

Sementara, Prabowo-Hatta Rajasa mengantongi 62.576.444 suara atau 46,85 persen.

Lima tahun menjabat sebagai presiden, Jokowi kembali bertarung di Pilpres 2019. Ia berpasangan dengan Ma'ruf Amin.

Lagi-lagi Jokowi harus berhadapan dengan Prabowo, yang kala itu berpasangan dengan Sandiaga Uno.

Jokowi-Ma'ruf pun keluar sebagai pemenang dengan mengantongi 85.607.362 suara atau 55,50 persen.

Sedangkan Prabowo-Sandi harus puas dengan 68.650.239 suara atau 44,50 persen.

Sumber: Tribun Wiki/Tribun Jogja/Kompas.com/Tribun Batam

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini