TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia, Islah Bahrawi mengungkapkan bahwa radikalisme dan terorisme tidak ada agamanya.
Pasalnya tidak ada agama yang mengajarkan kekerasan, intimidasi, apalagi terorisme kepada para pemeluknya.
Namun menurutnya, telah terjadi penunggangan radikalisme, ekstremisme, dan terorisme yang mengatasnamakan agama sehingga tentu akan terjadi penyebaran paham-paham tersebut.
“Otomatis penyebaran itu bergerak di pusat dan simpul kegiatan keagamaan masyarakat, tidak terkecuali di lembaga pendidikan maupun tempat ibadah,” kata Islah di Jakarta, Kamis (23/6/2022) kemarin.
“Kita jangan pernah tabu mengatakan itu. Tidak hanya di Islam, ekstremisme dan radikalisme di agama Kristen, Hindu dan Budha, juga ada,” jelas Islah.
Baca juga: JAMMI Ajak Masyarakat Mewaspadai dan Membentengi Keluarga dari Paham Radikalisme dan Intoleransi
Intinya, tegas Islah, polarisasi radikalisme dan ekstremisme itu ada di semua agama.
Dan pasti kelompok semacam itu ingin menguasai simpul aktivitas masyarakat dari tempat ibadah.
“Kita tidak boleh berat hati atau malu mengatakan itu. Karena polanya memang seperti itu,” tukasnya.
Tetapi, ungkapnya, ekstremisme agama tidak hanya terjadi di Indonesia.
“Apakah di India juga Islam, tentu saja tidak, itu ekstremisme Hindu. Juga di Myanmar, ekstremisme agama Budha dibawah pimpinan Ashin Wiratu,” tuturnya.
Artinya, Islah memastikan, bahwa pola gerakan radikal selalu menunggangi agama pemeluk mayoritas di suatu negara dan bergerak dalam jalur agamanya.
Ia juga mengkritik kelompok-kelompok penunggang Islam yang sedikit-sedikit menuding pemerintah Islamafobia. Yang ada malah masyarakat harusnya fobia terhadap gerakan-gerakan radikal yang menunggangi Islam.
Baca juga: BNPT Ungkap Terorisme Mengintai Kota Cirebon, Ini Penjelasannya
“Tidak mungkin kita takut pada agama yang kita anut sendiri. justru kita takut pada penunggang islam yang hanya ingin merusak dan mencemari nilai-nilai Islam itu sendiri,” tegas Islah.
Dalam hal ini, Islah memuji upaya pemerintah dalam menanggulangi penyebaran radikalisme dan ekstremisme, terutama yang mengatasnamakan agama merangkul tokoh agama dan mensterilkan rumah ibadah dari kelompok-kelompok tersebut.
Ini yang membuat kelompok-kelompok itu selalu mencari celah untuk melakukan propaganda.
“Karena kalau kita berhasil menyadarkan masyarakat, mereka tidak laku. Mereka hanya numpang atas nama agama, membangun kekuasan atas nama agama. Mereka takut masyarakat pintar dan menjadi sadar sehinga gerakan mereka ditolak masyarakat. Itu yang mereka takuti,” urainya.