TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeksekusi terpidana kasus korupsi pengadaan jasa konsultasi di Perum Jasa Tirta II tahun 2017 Andririni Yaktiningsasi, yang merupakan seorang psikolog, ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IIA Tangerang, Banten, berdasarkan putusan berkekuatan hukum tetap.
"Jaksa Eksekutor Eva Yustisiana (29/6) telah selesai melaksanakan Putusan Pengadilan Tipikor pada PN Bandung yang mempunyai kekuatan hukum tetap dengan terpidana Andririni Yaktiningsasi ke Lapas Kelas II A Tangerang," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (30/6/2022).
Dikatakan Ali, Andririni akan menjalani masa pemidanaan badan selama 4 tahun dikurangi selama masa penahanan yang sudah dijalani.
Ia juga diwajibkan membayar pidana denda sebesar Rp400 juta dan juga membayar pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp2,6 miliar.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung, dalam putusan yang dibacakan Senin (6/6/2022), menyatakan terdakwa Andririni terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi.
Baca juga: KPK Tahan Psikolog Andririni Yaktiningsasi Terkait Kasus Korupsi Perum Jasa Tirta
Majelis hakim menyatakan terdakwa secara melawan hukum telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dilakukan secara bersama-sama dan berlanjut.
Andririni dipidana pertama Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Selain Andririni, pada 7 Desember 2018, KPK juga telah menetapkan mantan direktur utama Perum Jasa Tirta II Djoko Saputro sebagai tersangka. Perkara Djoko Saputro juga telah diputus dan berkekuatan hukum tetap.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Djoko, sebagai Dirut Perum Jasa Tirta II, pada 2016 diduga memerintahkan relokasi anggaran dan revisi anggaran dengan mengalokasikan tambahan anggaran pada pekerjaan pengembangan sumber daya manusia dan strategi korporat dari nilai awal Rp2,8 miliar menjadi Rp9,55 miliar.
KPK menduga usulan perubahan tersebut tanpa referensi dari unit lain dan tidak mengikuti aturan yang berlaku.
Setelah dilakukan revisi anggaran, Djoko memerintahkan pelaksanaan pengadaan kedua kegiatan tersebut dengan menunjuk Andririni sebagai pelaksana.
Untuk pelaksanaan pekerjaannya, Andririni menggunakan bendera perusahaan PT Bandung Management Economic Center (BMEC) dan PT 2001 Pangripta dengan adanya pemberian uang komitmen atau fee atas penggunaan bendera kedua perusahaan tersebut, sebesar 15 persen dari nilai kontrak. Andririni menerima fee 85 persen dari nilai kontrak.
Selain itu, KPK menyebutkan ada nama para ahli dalam kontrak pekerjaan yang hanya dipinjam dan dimasukkan ke dalam dokumen penawaran PT BMEC dan PT 2001 Pangripta.
Hal itu sebagai formalitas untuk memenuhi administrasi lelang, sementara pelaksanaan lelang direkayasa sedemikian rupa dengan formalitas penanggalan berbagai dokumen administrasi lelang disusun secara backdated.
Akibat perbuatan tersebut, KPK menyatakan terpidana Andririni merugikan keuangan negara sekitar Rp3,6 miliar.