Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) memberikan penjelasan mengenai data transaksi mencurigakan lembaga kemusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebelumnya memberikan riwayat transaksi mencurigakan ACT kepada BNPT dan Densus 88.
Baca juga: Gaji Presiden ACT Rp 250 Juta, Begini Perbandingannya dengan Gaji Presiden Jokowi dan Wapres
Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol Ahmad Nur Wahid data yang diberikan tersebut merupakan data intelijen.
"Sehingga memerlukan kajian dan pendalaman lebih lanjut untuk memastikan keterkaitan dengan pendanaan terorisme," kata Ahmad Nur Wahid dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa (5/7/2022).
Nir Wahid menjelaskan, bahwa BNPT dan Densus 88 bekerja mendasarkan UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang tindak pidana terorisme.
Saat ini, memang ACT belum masuk dalam Daftar Terduga Terorisme atau Organisasi Terorisme (DTTOT).
Sehingga, membutuhkan pendalaman dan koordinasi dengan stakeholder terkait dalam menentukan konstruksi hukumnya.
"Jika aktifitas aliran dana yang mencurigakan tersebut terbukti mengarah pada pendanaan terorisme tentu akan dilakukan upaya hukum oleh Densus 88 Anti Teror Polri," ucapnya.
Baca juga: Pernah Beri Endorsement Untuk ACT, Mahfud MD: Jika Benar Dana Diselewengkan Harus Dipidana
Sementara, jika tidak terbukti, maka dikoordinasikan aparat penegak hukum terkait tindak pidana lainnya.
Karena itulah, kata Nur Wahid, belajar dari kasus ACT ini, BNPT menghimbau kepada seluruh masyarakat menyalurkan donasi, infak, dan sedekah kepada lembaga yang resmi dan kredibel serta direkomendiasikan pemerintah.
Termasuk dalam penggalangan dana kemanusiaan untuk luar negeri.
Baca juga: Penjelasan BNPT Soal Dugaan Adanya Dana Kemanusiaan ACT Mengalir untuk Pendanaan Terorisme
"Masyarakat juga mesti hati-hati dengan menyalurkan pada lembaga resmi atau melalui kementerian luar negeri agar tidak disalahgunakan untuk kepentingan pendanaan terorisme," katanya.
Dia juga menambahkan, perlu diingat dalam konstruksi hukum untuk menentukan individu dan lembaga bisa dikenakan pasal tindak pidana jika memenuhi salah satu dari lima indikator.