TRIBUNNEWS.COM - Inilah deretan kejanggalan dalam kasus polisi tembak polisi versi Mahfud MD, KontraS, hingga keluarga Brigadir J.
Sejumlah tokoh mengungkapkan sejumlah kejanggalan aksi baku tembak antar dua ajudan di rumah Kadiv Propam, Irjen Pol Ferdy Sambo pada Jumat (8/7/2022).
Misal Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang menyoroti waktu diumumkannya kasus yang menewaskan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Begitu juga dengan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) yang menilai, ada tujuh kejanggalan dalam kasus tewasnya Brigadir J.
Sederet kejanggalan juga diungkapkan oleh keluarga Brigadir J. Seperti apa kejanggalan-kejanggalan tersebut?
Baca juga: Komnas HAM Temui Keluarga Brigadir Yosua, Sebut Peroleh Banyak Fakta Baru
Berikut deretan kejanggalan dalam kasus polisi tembak polisi, dirangkum Tribunnews.com dari berbagai sumber:
1. Kejanggalan Versi Mahfud MD
Waktu pengumuman adalah kejanggalan pertama dalam kasus polisi tembak polisi yang disorot Mahfud MD.
Diketahui, peristiwa penembakan Brigadir J terjadi pada Jumat (8/7/2022), tapi baru diumumkan pada Senin (11/7/2022).
"Kalau alasannya tiga hari karena hari libur, apakah kalau hari libur masalah pidana boleh ditutup-tutupi?"
"Sejak dulu enggak ada, baru sekarang, orang beralasan hari Jumat libur, baru diumumkan Senin."
"Itu kan janggal bagi masyarakat ya," kata Mahfud MD dalam wawancara dengan CNNIndonesia TV, dikutip Jumat (15/7/2022).
Kejanggalan kedua yang disoroti Ketua Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) itu adalah tidak sesuainya pernyataan setiap petugas kepolisian.
Ia menyebutkan, keterangan dari Karo Penmas Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan yang berbeda dengan Kapolres Jakarta Selatan.
Perbedaan itu, salah satunya, terkait tugas Brigadir J dan Bharada E yang bertugas di rumah Ferdy Sambo.
"Keterangan polisi dari waktu ke waktu lain dan dari satu tempat ke tempat lain. Pak Ramadhan, Pak Ramadhan, beda kejelasan pertama dan kedua," kata Mahfud.
"Lalu Kapolres Jakarta Selatan juga mengonfirmasi secara agak berbeda tentang status kedua orang itu."
"Yang satu bilang pokoknya ditugaskan di situ, yang satu memastikan ini ajudan, ini sopir dan sebagainya, ndak jelas," kata Mahfud MD.
Kejanggalan yang ketiga, sambung Mahfud, terjadi di rumah duka.
Menurut dia, kondisi jenazah yang tidak boleh dilihat pihak keluarga adalah hal tidak lazim.
"Yang muncul di rumah duka itu tragis. Oleh sebab itu ya tangisan keluarga di mana dia mengatakan jenazahnya tidak boleh dibuka," katanya.
Oleh karena itu, Mahfud MD meminta agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meluruskan sejumlah kejanggalan tersebut.
Baca juga: Misteri Jumlah Luka di Tubuh Brigadir Yosua hingga Jari yang Putus, Berikut Penjelasan Ahli Forensik
2. Kejanggalan Versi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)
Senada dengan Mahfud MD, KontraS juga ikut menyoroti masalah waktu kejadian dan waktu pengumuman kasus yang dinilai cukup lama.
"Terdapat disparitas waktu yang cukup lama," ujar Wakil Koordinator KontraS, Rivanlee Anandar dalam keterangan tertulis, Kamis (14/7/2022).
Kejanggalan kedua adalah kronologi yang disampaikan oleh pihak kepolisian dinilai berubah-ubah.
Luka sayatan di bagian muka jenazah Brigadir J juga menjadi sorotan KontraS
Hal ini juga disampaikan oleh pihak keluarga korban yang sempat dilarang melihat kondisi jenazah.
"(Kejanggalan keempat) keluarga sempat dilarang melihat kondisi jenazah," ucap Anandar.
CCTV di sekitar lokasi kejadian yang mati saat insiden terjadi juga dinilai janggal menurut KontraS.
Kejanggalan berikutnya, lanjut KontraS, Ketua RT di lokasi kejadian tidak diberitahu dan tidak mengetahui peristiwa dan proses olah tempat kejadian perkara (TKP).
Terakhir, keberadaan Kadiv Propam yang tidak diketahui secara pasti saat peristiwa itu terjadi.
Namun, yang menjadi sorotan KontraS adalah perbedaan keterangan Polri dengan keterangan pihak keluarga terkait luka yang dialami oleh Brigadir J.
Pihak keluarga mengatakan, ada empat luka tembak pada tubuh Brigadir J, yakni dua luka di dada, satu luka tembak di tangan, dan satu luka tembak lainnya di bagian leher.
Pihak keluarga juga menyebut terdapat luka sayatan senjata tajam di bagian mata, hidung, mulut, dan kaki.
Sementara Polri menyebut, ada tujuh luka dari lima tembakan.
Baca juga: 5 HP Keluarga Brigadir J Sempat Diretas, Ada Pesan yang Dihapus, Ayah Masih Takut Pakai WA Lagi
3. Kejanggalan Versi TB Hasanuddin
Anggota DPR RI, Mayjen TNI (purn) TB Hasanuddin juga ikut menyoroti sejumlah kejanggalan dalam kasus penembakan di rumah Ferdy Sambo.
Ada sejumlah hal yang dinilai janggal oleh politikus asal PDI Perjuangan tersebut.
Yang pertama adalah pengiriman mayat Brigadir J ke rumah keluarga yang dilakukan secara diam-diam dan diprotes keluarga.
Selang dua hari kemudian, barulah masalah itu diumumkan ke publik.
Ia juga mempertanyakan dalam rangka apa Brigadir J masuk ke ruang istri Kadiv Propam.
Termasuk apakah apakah betul penjelasan yang menyatakan Brigadir J masuk ke kamar kemudian melakukan pelecehan lalu menodongkan pistol.
Kejanggalan lain adalah posisi ajudan Ferdy Sambo lainnya yaitu Bharada E yang justu berada di rumah saat Kadiv Propam tidak di rumah.
"Seharusnya kan ikut mengawal," kata TB Hasanuddin dikutip dari TribunJabar.id.
Soal pangkat kedua polisi yang saling tembak juga menjadi sorotan TB Hasanuddin karena terbalik.
"Itu kan kebalik. Sopir seharusnya yang Bharada, sebaliknya, ajudan Brigadir pangkatnya," kata Tugabus.
Luka sayatan yang ditemukan di tubuh Brigadir J juga menjadi sorotan karena dinilai bukan luka sayatan akibat terserempet peluru.
"Peluru itu kan panas. Kalau menyerempet, ya lukanya luka bakar," katanya.
4. Kejanggalan Versi Keluarga Brigadir J
Sorotan kejanggalan juga datang dari keluarga Brigadir J. Salah satunya tentang CCTV di rumah Ferdy Sambo.
Ayah Brigadir J, Samuel Hutabarat meminta pihak kepolisian untuk lebih terbuka dan memperlihatkan CCTV di lokasi kejadian.
Menurutnya, rumah perwira tinggi seharusnya memiliki CCTV dan pengawasan ketat.
Namun, polisi mengatakan, CCTV di rumah Irjen Ferdy Sambo saat terjadinya aksi baku tembak, kondisinya mati alias tidak berfungsi.
Kejanggalan lain menurut Samuel adalah saat keluarga sempat dilarang melihat atau membuka pakaian korban.
Polisi juga juga melarang pihak keluarga untuk mendokumentasikan kondisi korban saat pertama kali tiba di rumah duka.
"Awalnya kita dilarang, tapi mamak-nya maksa mau lihat," kata Samuel saat diwawancarai Tribun Jambi di kediamannya di Sungai Bahar, Senin (11/7/2022).
"Pas dilihat saya langsung teriak lihat kondisi anak saya badannya lebam, mata kayak ditusuk dan ada luka tembak," tambahnya.
Samuel juga mempertanyakan sejumlah barang bukti di lokasi kejadian dan barang-barang milik pribadi korban tidak kunjung diberikan ke pada pihak keluarga.
(Tribunnews.com/Sri Juliati/Naufal Lanten) (TribunJabar.id/Kiki Andriana) (TribunJambi.com/Aryo Tondang) (Kompas.com/Singgih Wiryono)