TRIBUNNEWS.COM - Kadiv Kebebasan Berekspresi Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Nenden Sekar Arum, merespons soal rencana Kominfo memblokir platform digital per 21 Juli 2022.
Sebagaimana diketahui, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mewajibkan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) lingkup privat untuk melakukan pendaftaran di Indonesia.
Apabila tidak mendaftar, terdapat ancaman sanksi administrasi hingga pemblokiran untuk platform, seperti Google hingga YouTube.
Aturan tersebut, tertuang dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) Nomor 5 Tahun 2020.
Nenden menilai kebijakan yang terdapat dalam pasal di Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2020 justru akan menghalangi kebebasan berekspresi warga.
Sebab, jika platform digital harus memastikan tidak ada konten-konten yang dilarang sesuai aturan dalam Kominfo.
Baca juga: Apa Itu PSE Kominfo? Ini Penjelasan dan Sanksi jika PSE Tidak Segera Mendaftar
"Di peraturan Menteri kominfo ada Pasal 9, yakni platform digital wajib memastikan tidak ada konten-konten yang dilarang."
"Konten yang dilarang, yakni melanggar Undang-Undang dan konten yang meresahkan masyarakat serta mengganggu ketertiban umum," kata Nenden dalam acara PANGGUNG DEMOKRASI: PSE dan Ancaman Blokir Kominfo yang tayang di kanal YouTube Tribunnews, Rabu (20/7/2022).
"Dan kita tidak mengetahui definisi yang meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban itu seperti apa," imbuhnya.
Untuk itulah, Nenden menyebut, ada pasal-pasal karet dalam aturan PSE Kominfo tersebut.
"Ini kan bisa disebut pasal karet, kita bisa mengetahui sendiri dengan pengalaman sebelumnya pasal karet biasanya rawan disalahgunakan," jelas Nenden.
Adapun sebagai informasi, Pasal 9 ayat 3 dan 4 dalam Permenkominfo 5/2020, terdapat kewajiban agar PSE Lingkup Privat tidak memuat konten informasi yang “meresahkan masyarakat” dan “mengganggu ketertiban umum”.
Kemudian, terdapat pula pada Pasal 9 ayat 6 dalam Permenkominfo 5/2020, bila PSE Lingkup Privat tidak menaati kewajiban dalam hal penyebaran konten tersebut, akan berdampak juga pada pemblokiran akses.
Nenden mengatakan, adanya pasal karet itu akan menjadi hal yang berbahaya terkait kebebasan berekspresi.