Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana judicial review yang diajukan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) terkait pasal 222 UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
Adapun pasal 222 berkenaan dengan ambang batas presidential threshold (PT) sebesar 20 persen.
Dalam permohonannya, PKS meminta agar ambang batas pencalonan calon presiden dan calon wakil presiden menjadi 7 sampai 9 persen.
Awalnya, Presiden PKS Ahmad Syaikhu sebagai pemohon I, mengungkap alasan melakukan judicial review.
Pihaknya mengajukan judicial review karena ada keterpanggilan untuk memperbaiki kondisi bangsa yang telah terpecah belah berdasarkan evaluasi pihaknya terhadap pemilihan presiden sebelumnya.
Baca juga: Willy Aditya: Tak Hanya PKS dan Demokrat, NasDem Mesra dengan Semua Partai Politik
"Hadirnya pasal 222 UU Pemilu yang memuat ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen, kursi DPR atau 25 persen suara nasional membuat terbatasnya pasangan capres dan wakil presiden yang dihadirkan kepada pemilih," kata Syaikhu secara virtual di DPP PKS, Jakarta Selatan, Selasa (26/7/2022).
Syaikhu mengatakan dalam Pilpres dua periode terakhir, hanya bisa dihadirkan 2 pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Baca juga: Politisi PKS Wanti-wanti Citayem Fashion Week Jangan Sampai Disusupi Kaum LGBT
Menurutnya, kehadiran PT sejatinya memiliki tujuan yang sangat bagus.
Dia memahami argumentasi sistem PT yang disampaikan mahkamah dalam keputusan sebelumnya.
"Namun selain penguatan sistem presidential kami juga merasa perlu menyampaikan bahwa poin penting penguatan demokrasi dalam kedaulatan rakyat yg tidak boleh dilupakan dan ditinggalkan," kata dia
"PT 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara nasional di Pasal 222 jelas membatasi prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat, yang dalam UUD 1945 serta menjadi acuan dalam pemilu di Indonesia," ujar Syaikhu.
Karena itu, pihaknya memutuskan mengambil jalan tengah dengan memilih angka 7 sampai 9 persen melalui uji materi di MK.
Baca juga: PKS Minta Pemerintah Tak Gegabah Cabut Kebijakan DMO-DPO Minyak Goreng
"Permohonan ini kami sampaikan dengan alasan bahwa kami memahami dan menghargai keputusan mahkamah sebelumnya yang dinyatakan bahwa terkait angka PT merupakan contoh legal policy, kebijakan hukum terbuka dari UU," kata dia.
Dia mengatakan kebijakan hukum terbuka ini harus memiliki batasan yang proporsional dan implementatif.
Sehingga, tidak merugikan hak konstitusional pemohon
"Setelah menyadari keputusan mahkamah, kami memahami bahwa pihak yang memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan pengujian konstitusional Pasal 222 UU Nomor 7 2017, adalah parpol atau gabungan parpol peserta pemilu sebelumnya," kata dia.
"Karena itu, kami merasa mimiliki panggilan konstitusional untuk berkontribusi menyelesaikan kegelisahan masyarkat demi kehidupan demokrasi yg lebih berkualitas di Indonesia," ujar Syaikhu.