Ia menuturkan kasus tersebut seringkali dikomentari ada kejanggalan karena memang puzzle belum lengkap.
Kemudian, bisa jadi adanya kesalahan prosedur dalam mengambil data yang tidak lengkap oleh kepolisian seperti layaknya sebuah penelitian yang seringkali terjadi.
“Tapi bukan berarti tidak bisa dikoreksi. Contoh, kayanya polisi salah dalam melakukan autopsi, kan bisa autopsi ulang. Apakah ketika hasil autopsi itu muncul kemudian bisa dijelaskan?"
Baca juga: Komnas HAM Tonton 20 Video CCTV Terkait Tewasnya Brigadir J, Rekaman di RS Polri Jadi Poin Penting
"Menurut saya belum bisa, karena autopsi itu kan baru satu puzzle. Puzzle lain bagaimana, jadi seluruh puzzle lengkap dan bisa disatukan,” ujarnya.
Kuncinya, kata Kisnu, sebenarnya keterbukaan informasi.
Menurut dia, untuk melengkapi sebuah puzzle itu informasinya bisa diperoleh dari berbagai sumber salah satunya korban, saksi, dan evidence lainnya.
“Lalu digital evidence. Digital evidence apakah CCTV doang? CCTV di luar rumah itu kan hanya menentukan bahwa si A ada disitu. Contoh, saya ada disitu tertangkap CCTV, apakah saya pembunuhnya? Dia hanya menjawab, dapat satu puzzle lagi,” jelas dia.
Baca juga: FAKTA Bharada E Diperiksa di Komnas HAM: Cerita soal Menembak, Bisa Simulasikan Kasus Brigadir J
Selain itu, Kisnu menyebutkan ponsel dari para yang diduga terlibat dalam kasus ini juga diperiksa oleh ahlinya untuk diperiksa call data record, pertukaran pesan dan lainnya.
Namun, kata dia, apakah itu bisa memudahkan untuk memberikan penjelasan.
“Ya tentu saja belum, karena data itu hanya menunjukkan telah terjadi komunikasi antara jam sekian sampai jam sekian, kemudian tidak terjadi komunikasi lagi jam sekian,” ucapnya.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Igman Ibrahim)
Baca berita lainnya terkait Polisi Tembak Polisi.