TRIBUNNEWS.COM - Belakangan ini publik tengah menyoroti pencopotan tiga jenderal dan beberapa Perwira Polri oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit yang merupakan imbas dari penanganan kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Namun yang banyak menyedot perhatian publik adalah pencopotan jenderal bintang dua, yakni Irjen Ferdy Sambo dari jabatannya sebagai Kadiv Propam Polri
Tak hanya itu, ada juga empat orang perwira Polri yang ditempatkan di tempat khusus atau dikurung selama 30 hari ke depan karena terseret kasus kematian Brigadir J.
Faktanya, pencopotan pada jenderal dan Perwira Tinggi Polri tersebut bukan pertama kalinya dilakukan.
Bahkan ada juga jenderal bintang dua Polri aktif yang kemudian ditahan karena terseret kasus hukum.
Jenderal bintang dua polri tersebut di antaranya ada Irjen Napoleon Bonaparte dan Irjen Djoko Susilo.
Berikut daftar jenderal bintang dua Polri dan Perwira Tinggi Polri yang pernah dicopot bahkan ditahan karena tersandung kasus hukum:
Baca juga: Kedatangan Pasukan Brimob Berjaga di Kantor Bareskrim Memunculkan Kabar Penangkapan Ferdy Sambo
Pencopotan Irjen Ferdy Sambo dan Dua Jenderal Bintang Satu
Diberitakan Tribunnews.com sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memutasi tiga jenderal yang bertugas di Divisi Propam Polri menjadi perwira tinggi di Yanma Mabes Polri.
Mutasi tersebut buntut dari penanganan kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo.
Adapun tiga jenderal yang dimutasi ke Yanma Polri di antaranya Irjen Ferdy Sambo yang sebelumnya menjabat sebagai Kadiv Propam Polri.
Kemudian Brigjen Hendra Kurniawan yang sebelumnya menjabat sebagai Karo Paminal Divisi Propam Polri.
Serta Brigjen Benny Ali yang sebelumnya menjabat sebagai Karo Provos Divis Propam Polri.
Adapun pencopotan itu berdasarkan surat telegram dengan ST Nomor 1628/VIII/KEP/2022 tanggal 4 Agustus 2022.
Baca juga: Copot Tiga Jenderal, Langkah Kapolri Jaga Kepercayaan Masyarakat dalam Kasus Tewasnya Brigadir J
Surat itu ditandatangani oAs SDM atas nama Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
"Malam hari ini saya keluarkan TR khusus untuk memutasi dan tentunya harapan saya proses penanganan tindak pidana terkait meninggalnya Brigadir Yoshua ke depan akan berjalan baik," kata Sigit di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (4/8/2022).
Sementara itu, Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menyampaikan bahwa Irjen Sambo dicopot dalam rangka pemeriksaan oleh inspektorat khusus (Irsus).
"Yang dimutasi sebagai perwita tinggi Yanma Polri dalam status proses pemeriksaan oleh Irsus timsus," ujar Dedi.
Dedi menuturkan bahwa Irjen Sambo bakal ditindak secara etika maupun pidana jika terbukti telah melakukan pelanggaran dalam kasus Brigadir J.
"Apabila bukti melakukan pelanggaran etika akan diperiksa apabila terbukti pelanggaran pidana seperti Pak Kapolri sampaikan akan diproses sesuai prosedur," jelasnya.
Baca juga: Peran 2 Jenderal yang Ikut Dicopot Kapolri Bersama Ferdy Sambo, Suruh Adik Brigadir J Teken Surat
Pencopotan Irjen Napoleon Bonaparte
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, Irjen Napoleon Bonaparte adalah perwira tinggi polisi alumni Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 1988.
Napoleon diketahui mendapat kenaikan pangkat dari Brigjen menjadi Irjen pada Februari 2020.
Kala itu, ia menjabat sebagai Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri menggantikan Irjen Pol (Purn) Saiful Maltha.
Namun, ia dicopot dari jabatannya tersebut oleh Idham Azis yang kala itu masih menjabat sebagai Kapolri.
Pencopotan Napoleon tertuang dalam surat telegram (STR) Nomor ST/2076/VII/KEP/2020 tertanggal 17 Juli 2020 yang ditandatangani oleh As SDM Polri Irjen Sutrisno Yudi Hermawan.
Baca juga: 4 Perwira Polri Dijebloskan ke Sel Terkait Tewasnya Brigadir J, Bagaimana Nasib 3 Jenderal Polisi?
Dalam telegram itu, Napoleon dimutasi menjadi Analis Kebijakan Utama Inspektorat Pengawasan Umum Polri.
Ia dicopot karena diduga lalai mengawasi bawahannya hingga terbitnya penghapusan red notice buronan Djoko Tjandra.
"Pelanggaran kode etik maka dimutasi," terang Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Argo Yuwono, Jumat (17/7/2020).
Kemudian pada 14 Oktober 2020, Irjen Napoleon Bonaparte ditahan terkait kasus Djoko Tjandra.
Lima bulan berselang, Napoleon dinyatakan bersalah.
Ia divonis empat tahun penjara dan denda sebesar Rp100 juta subsider enam bulan kurungan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Baca juga: Kapolri: Tiga Jenderal Bintang 1 Polisi Diperiksa Terkait Kasus Penembakan di Rumah Ferdy Sambo
Terbaru, Napoleon tersandung kasus penganiayaan pada tersangka kasus penistaan agama sekaligus YouTuber, Muhammad Kece.
Kini Napoleon telah berstatus sebagai terdakwa dalam kasus penganiayaan terhadap M Kece di Rutan Bareskrim Polri tersebut.
Berdasarkan surat dakwaan jaksa, Napoleon disebut melanggar Pasal 170 ayat (2) ke-1 KUHP, kemudian dakwaan subsider-nya, Pasal 170 ayat (1), atau Pasal 351 ayat (1) juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP dan Pasal 351 ayat (1) KUHP.
Napoleon bersama tahanan lainnya, yaitu Dedy Wahyudi, Djafar Hamzah, Himawan Prasetyo, dan Harmeniko alias Choky alias Pak RT disebut melakukan penganiayaan terhadap M Kece.
Penganiayaan itu terjadi di dalam salah satu sel Rutan Bareskrim Polri pada 26 Agustus 2021 dini hari.
Baca juga: 25 Polisi Diperiksa Karena Diduga Hambat Penanganan Kasus Brigadir J, 3 Berpangkat Brigadir Jenderal
Pencopotan Irjen Djoko Susilo
Diberitakan Tribunnews.com sebelumnya, tercatat dua nama besar yang tersandung dalam kasus korupsi simulator SIM yang melibatkan sejumlah pejabat Kepolisian pada 2012.
Dua pejabat tersebut yakni mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri Irjen (Pol) Djoko Susilo dan Wakilnya Brigjen (Pol) Didik Purnomo.
Menurut majelis hakim, Djoko terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan kewenangannya sehingga merugikan keuangan negara.
Djoko terbukti memerintahkan panitia pengadaan agar pekerjaan simulator roda dua dan roda empat diberikan kepada PT Citra Mandiri Metalindo Abadi milik Budi Susanto.
Ia juga diketahui telah melakukan penggelembungan harga alat simulator SIM dengan menyusun harga perkiraan sendiri (HPS) bersama-sama dengan Budi.
Baca juga: Peran 2 Jenderal yang Ikut Dicopot Kapolri Bersama Ferdy Sambo, Suruh Adik Brigadir J Teken Surat
Hakim juga menilai jika Djoko sengaja menyembunyikan asal-usul asetnya dengan tidak melaporkan dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara.
Djoko Susilo pun divonis 10 tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.
Hukuman tersebut diperberat menjadi 18 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar setelah bandingnya ditolak oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Pengadilan juga mencabut hak Djoko untuk memilih dan dipilih dalam jabatan publik dan memerintahkan semua barang bukti yang telah disita dirampas oleh negara.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Gita Irawan/Fersianus Waku/Pravitri Retno Widyastuti)