TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat militer sekaligus Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) Anton Aliabbas mencatat bahwa secara umum ide revisi UU TNI perihal ruang jabatan sipil yang dapat diduduki prajurit aktif sudah lama digaungkan.
Hal tersebut, kata dia, mengingat ada jabatan yang memang dapat disandang prajurit aktif misalnya Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Kantor Staf Presiden (KSP), Badan Keamanan Laut dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
Sementara itu, lanjut dia, pasal 47 ayat 2 UU TNI sudah mengunci hanya 10 pos yang dapat ditempati prajurit aktif.
Sepuluh pos tersebut, kata dia, yakni Kemenko Polhukam, Kemhan, Sekretaris Militer Presiden, BIN, BSSN, Lemhannas, Wantannas, Basarnas, BNN dan Mahkamah Agung.
Oleh karena itu, menurutnya ide revisi pasal tersebut memang dapat diterima.
Akan tetapi, lanjut dia, revisi tersebut tidak menjadi ruang terbuka bagi prajurit aktif untuk menduduki jabatan sipil yang tidak ada kaitannya dengan tugas dan fungsi pokok TNI.
Pandangan tersebut disampaikannya menanggapi adanya usul perluasan jabatan yang dapat diduduki prajurit TNI aktif dalam rencana revisi UU TNI.
"Untuk itu, pengaturan ruang jabatan dan mekanisme yang rinci dibutuhkan. Hal ini menjadi penting agar kekhawatiran bahwa tuduhan kembalinya dwifungsi TNI dapat dihindari," kata Anton ketika dihubungi Tribunnews.com pada Selasa (9/8/2022).
Anton mengingatkan bahwa perluasan penugasan prajurit untuk tugas sipil dalam jangka panjang akan dapat mempengaruhi profesionalisme TNI itu sendiri mengingat tugas dan fungsi pokok militer sudah jelas.
Baca juga: Gagasan Luhut TNI Bisa Bertugas di Kementerian/Lembaga Ramai-ramai Dikritik: Seperti Orde Baru
Selain itu, kata dia, pengaturan rinci dibutuhkan agar perluasan tugas militer tidak mengganggu tata kelola karir ASN sipil.
Sebenarnya, lanjut Anton, PP No 17/2020 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil sudah mengatur tentang peluang perwira TNI untuk menduduki jabatan sipil, selain dari 10 pos tersebut.
Namun, kata dia, sebelum diangkat untuk jabatan tersebut, status militer aktif harus dilepas.
"Itupun juga harus sudah mengikuti serangkaian proses seleksi jabatan secara terbuka," kata Anton.
Menurutnya, bahwa TNI memiliki masalah terkait banyaknya perwira dengan kepangkatan tertentu yang mengganggur (non job) adalah fenomena yang harus dibenahi.