Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Calon presiden atau capres yang akan diajukan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) tak menutup kemungkinan berasal dari pihak eksternal koalisi maupun sosok yang saat ini tidak masuk dalam keanggotaan partai politik manapun.
Hal itu disampaikan Ketua DPP PPP Achmad Baidowi dalam diskusi daring Polemik Trijaya bertajuk 'Menakar Gagasan dan Visi Capres 2024', Sabtu (20/8/2022).
"Kategori itu ada di internal dan tidak menutup kemungkinan ada di eksternal. Dan tidak menutup kemungkinan juga dari parpol maupun nonparpol, KIB terbuka untuk itu," ungkap Baidowi.
Baca juga: Ini Kriteria Capres 2024 Versi Koalisi Indonesia Bersatu
Achmad Baidowi mengungkap sejumlah kriteria calon presiden versi Koalisi Indonesia Bersatu (KIB).
Koalisi ini terdiri dari PPP, PAN, Golkar.
Berdasarkan kriteria yang diungkap, elektabilitas bukan jadi faktor utama.
"Tidak hanya sekedar elektabilitas. Kalau kita sudah membuat kriteria," kata Baidowi.
Adapun kriteria tersebut diantaranya integritas yang dinilai harus dipunyai oleh pemimpin Indonesia.
Kemudian soal kualitas dengan menimbang sejauh mana kemampuan sosok tersebut.
Berikutnya adalah soal pengalaman.
Baidowi menyebut pengalaman ini bukan sebagai presiden tapi bagaimana sosok tersebut berpengalaman dalam memegang sebuah organisasi seperti jabatan menteri, kepala daerah, anggota DPR maupun pimpinan partai politik.
"Jadi pengalaman bagaimana me-manage sebuah organisasi, ntah itu jadi menteri, kepala daerah, anggota DPR, pimpinan parpol. Kan yang dibutuhkan adalah bagaimana dia me-manage, manajerial memimpin," ujarnya.
Selain itu kriteria lainnya adalah sosok yang punya visi ke Indonesiaan dan kerakyatan.
Dimana ia memiliki komitmen membuat kebijakan yang pro rakyat.
"Jadi jangan membuat kebijakan yang berkebalikan dengan kepentingan rakyat," tutur Baidowi.
Sementara kriteria terakhir adalah mengukur elektabilitas sosok tersebut.
Hasil survei bisa jadi acuan tapi yang dilihat lebih kepada tren elektabilitas dari sosok tersebut.
"Tentu tidak hanya berpaku pada angka, dalam membaca hasil survei kan ada yang namanya tren," pungkas dia.