Untuk itu, ia berharap rekan-rekannya dari berbagai kampus yang tergabung dalam BEM Nusantara untuk mengkaji ulang pasal-pasal yang dianggap kontroversial di RKUHP.
"Agar ada pemahaman yang lebih filosofis dan substansial," ujar Ardy.
Lebih lanjut, Ardy menegaskan bila memang ada pasal dalam RKUHP yang tidak sesuai dengan Demokrasi Pancasila, BEM Nusantara sebagai agent of change akan menggunakan pendekatan persuasif dan mengedepankan diskusi untuk pembahasannya lebih lanjut di lembaga legislatif sebagai pembuat undang-undang.
"Perlu digarisbawahi kita juga wajib menolak jika dalam pasal-pasal tersebut ada kekeliruan. Masukan dari kita juga wajib didengarkan oleh lembaga legislatif; mereka tentu mau menerima kami supaya ada penyampaian alasan kenapa pasal dalam RKUHP tersebut ditolak," kata Ardy.
Sementara, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Prof Benny Riyanto menyebut RKUHP baru sudah sangat ideal untuk menggantikan KUHP peninggalan Belanda, karena RKUHP ini telah mengikuti pergeseran paradigma dalam ajaran hukum pidana sesuai perkembangan zaman.
Yaitu dari paradigma keadilan retributif (balas dendam dengan penghukuman badan), menjadi paradigma keadilan yang mencakup prinsip-prinsip keadilan korektif (bagi pelaku), restoratif (bagi korban), dan rehabilitatif (bagi keduanya).
Prof Benny juga memastikan selama penyusunan RKUHP, pemerintah sudah banyak melaksanakan sosialisasi dan menyerap aspirasi masyarakat dari berbagai provinsi melalui kegiatan diskusi dan seminar (meaningful participation).
Hasilnya, dari 14 isu kontroversial, pemerintah sepakat menurunkan 2 isu; Advokat Curang dan Dokter gigi yang praktek tanpa izin.
Dalam 'meaningful participation' ada 3 unsur yang harus dipenuhi, pertama adalah hak didengar, hak mendapatkan penjelasan, dan hak untuk dipertimbangkan.
Ketiga hal tersebut telah dilaksanakan pemerintah sehingga ada dua isu yang diakomodir dan dikeluarkan diatur dalam regulasi lain.
Baca juga: Tanggapi ICJR, Wamenkumham: Hati-hati Menuduh RKUHP Pesanan
"Dan juga ada beberapa perbaikan redaksional dan ini menarik sehingga harapannya RKUHP yang sekarang sudah masuk di DPR ini adalah UU yang sudah kompromi dengan semua masukan masyarakat, sesuai dengan asas meaningful participation," jelas Benny.
Selain itu, Mantan Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM ini menanggapi isu soal Pasal Penghinaan Presiden dan Wakil Presiden yang terdapat dalam RKUHP.
Menurutnya, sebuah kritik disampaikan berikut dengan solusi dan masukannya.
Kritik juga berasal dari data, fakta dan ada perbaikan yang diinginkan pengkritik.
Sementara penghinaan merupakan perkataan yang bersifat mencela orang lain sehingga menyebabkan kerugian.
"Menurut saya mahasiswa harus bisa membedakan kedua hal tersebut. Namanya negara demokrasi itu memang harus bisa menerima kritik tapi bukan yang sifatnya kerugian," katanya.