Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat sekaligus Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan berbicara soal kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Seperti diketahui, harga BBM subsidi seperti Pertalite saat ini ditetapkan Rp10.000 per liter dan Solar Rp6.800 per liter.
Tak hanya itu, harga Pertamax pun turut naik menjadi Rp14.500 dari sebelumnya Rp12.500 per liter.
Menurut dia, kenaikan harga BBM ini merupakan hal yang pasti akan terjadi. Meskipun sempat tertunda dari wacana awal yang dikabarkan akan terjadi pada Kamis (1/9/2022) lalu.
“Jadi saya kira ini merupakan langkah yang memang sudah cukup tepat,” kata Mamit Setiawan saat dihubungi, Sabtu (3/9/2022).
“Karena memang kan, yang sering (subsidi) BBM ini kan tidak tepat sasaran yang digunakan masyarakat mampu. Pastinya ini kan cukup membebani bagi keuangan negara juga,” ujarnya menambahkan.
Oleh karena itu dengan penyesuaian harga ini, Mamit menilai dapat mengurangi sesuai dengan harga antara keekonomian dan juga BBM yang dijual saat ini.
Selain itu, Mamit menilai penyesuaian harga BBM ini dapat mengurangi beban kompensasi yang harus dibayarkan pemerintah. Hal itu dapat memberi ruang fiskal yang lebih luas agar dapat dialihkan ke sektor lain.
Baca juga: Respons Harga BBM Naik, YLKI Minta Pemerintah Antisipasi Potensi Kenaikan Harga Pangan
“Termasuk dengan persiapan BLT ataupin nanti kedepan ada kenaikan harga barang dan sembako yang cukup signifikan, bisa ada operasi pasar,” ujarnya.
Berpotensi Memicu Kenaikan Inflasi hingga 2 Persen
Mamit menambahkan, kenaikan harga BBM berpotensi membuat angka inflasi meningkat hingga 2 persen.
“Sepertinya di atas kertas akan menambah inflasi kurang lebih 2 persen dari akibat kenaikan ataupun penyesuaian tersebut,” katanya.
Namun demikian, Mamit melihat pemerintah sudah berhitung terkait sejunlah potensi gejolak yang bakal terjadi di dalam negeri imbas kenaikan harga BBM ini.
Hal itu tercermin dari upaya pemerintah yang menyiapkan sejumlah bantalan sosial seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) hingga Bantuan Subsidi Upah (BSU).
“Ini adalah bukti pemerintah tetap menjaga daya beli masyarakat saya kira, terutama masyarakat yang tidak mampu dan membutuhkan, agar bebean perekonomian merka tidak terkalu berat dengan adanya penyesuaian harga tersebut,” katanya.
“Saya kira pemerintah tetap harus memberikan upaya-upaya positif dalam rangka menjaga daya beli masyarakat,” sambung Mamit.