Almarhum sudah tidak bisa melakukan pembelaan lantaran sudah meninggal.
"Jadi, mendiang Brigadir J justru terabadikan dalam stigma bahwa ia adalah orang yang sudah diduga kuat oleh Komnas sebagai pelaku kekerasan seksual," ucap Reza kepada Kompas.com.
Temuan Komnas HAM ini bisa digunakan oleh Putri untuk menarik simpati publik.
Bahkan, bisa digunakan membela diri di pengadilan kelak.
Rekomendasi Komnas HAM tersebut tak bisa dijadikan kasus hukum karena Indonesia tidak mengenal persidangan yang digelar setelah terdakwa meninggal dunia.
"Dugaan Komnas itu tidak mungkin ditindaklanjuti sebagai kasus hukum.
Indonesia tidak mengenal posthumous trial," kata Reza.
Baca juga: Apa Itu Lie Detector ? Tes Uji Kebohongan untuk Cari Kebenaran Dugaan Rudapaksa Putri Candrawathi
Istri Irjen Ferdy Sambo telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan Brigadir J.
"Dia juga bisa jadikan pernyataan Komnas sebagai bahan membela diri di persidangan nanti, termasuk bahkan membela diri dengan harapan bebas murni," kata Reza.
Namun demikian, menurut Reza, betapa pun Putri mengeklaim sebagai korban kekerasan seksual dan Komnas HAM mengamininya, tetap tidak mungkin dia menerima hak-hak sebagai korban.
Pasalnya, UU mengharuskan adanya vonis bersalah terhadap pelaku agar Putri bisa mendapat restitusi dan kompensasi.
Sementara, vonis tak mungkin dijatuhkan jika persidangannya saja tidak bisa digelar.
"Dari situlah kita bisa takaran dalam tragedi Duren Tiga berdarah, pernyataan atau simpulan Komnas punya implikasi merugikan sekaligus menyedihkan bagi mendiang Brigadir J, namun menguntungkan PC," kata Reza.
Rekomendasi Komnas HAM RI juga membuat gusar mantan Kabareskrim, Komjen Pol (Purn) Susno Duadji