TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur Papua Lukas Enembe ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi tersangka dugaan kasus gratifikasi Rp 1 miliar.
Gubernur Papua Lukas Enembe disebut ditetapkan menjadi tersangka sejak 5 September 2022.
Bahkan, KPK pun sudah melayangkan permintaan kepada pihak imigarasi untuk mencegah Gubernur Papua Lukas Enembe bepergian ke luar negeri.
Pengajuan pencegahan terhadap Gubernur Papua Lukas Enembe dilayangkan KPK, Rabu (7/9/2022).
"Pencegahan berlaku selama 6 bulan,” kata Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian, I Nyoman Gede Surya Mataram, dalam keterangan tertulis, Senin (12/9/2022).
Lukas Enembe resmi dicegah ke luar dari wilayah Indonesia terhitung sejak tanggal diterimanya pengajuan pencegahan sampai dengan tanggal 7 Maret 2023.
Baca juga: Fakta-fakta Gubernur Papua Lukas Enembe Jadi Tersangka KPK, Sudah Dilarang ke Luar Negeri
“Yang bersangkutan dilarang bepergian ke luar negeri selama masa pencegahan berlaku, ” ujar Surya.
Setelah menerima permintaan pencegahan, Surya mengungkapkan Ditjen Imigrasi langsung memasukkan nama Lukas Enembe ke dalam Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian (SIMKIM) yang terhubung ke seluruh Tempat Pemeriksaan Imigrasi di bandara, pelabuhan laut, dan Pos Lintas Batas seluruh Indonesia.
Menyikapi status tersangka terhadap Lukas Enembe, Stephanus Roy Rening selaku kuasa hukum mengatakan apa yang dilakukan KPK terhadap kliennya terlalu prematur.
Baca juga: Kontroversi Gubernur Papua Lukas Enembe, Ancam Pulangkan Mahasiswa Papua di Seluruh Indonesia
"Penetapan tersangka yang dilakukan oleh penyidik KPK terhadap Gubernur Papua prematur," kata Roy kepada awak media di Jayapura, Senin (12/9/2022).
Menurut Roy, soal penetapan Gubernur Papua, Lukas Enembe sebagai tersangka dugaan korupsi belum diketahui secara jelas.
"Ini jadi catatan kami, seharusnya ditanya ke pak gubernur dong, dan kita juga kaget, kok gubernur bisa jadi tersangka untuk kasus gratifikasi, seolah-orang telah menerima uang transfer 1 milyar," jelasnya.
Tidak hanya itu, Roy juga menyebut tindakan KPK juga bertentangan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Baca juga: Temui Mendagri Tito Karnavian, Gubernur Lukas Enembe Dukung Pemekaran Papua
"Untuk menetapkan satu tersangka persyaratannya harus ada alat bukti, atau harus mendengar keteranganya dulu sebagai pemberi keterangan," ujarnya.