Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Massa buruh dan mahasiswa yang berunjuk rasa menolak kenaikan harga bahan bakar minyak atau BBM membubarkan diri dari kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Selasa (13/9/2022).
Pantauan Tribunnews.com, massa aksi membubarkan diri setelah menggelar konferensi pers sekira pukul 19.56 WIB.
Sembari bubar, massa menyanyikan lagu buruh Internasionale dan menyalakan hand flare.
Aksi ini diikuti Aliansi Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) bersama sejumlah elemen mahasiswa.
Baca juga: Ribuan Pendemo Tolak Kenaikan BBM Bertahan di Patung Kuda, Jalan Kawasan Istana Negara Masih Ditutup
Dalam tuntutannya, Gebrak menuntut pemerintah, di antaranya:
1. Tolak Kenaikan Harga BBM, Turunkan harga kebutuhan pokok
2. Cabut Omnibus Law Cipta Kerja dan PP turunanya
3. Cabut UU P3
4. Tolak Revisi UU KUHP (RKUHP)
5. Tolak Revisi UU SISDIKNAS
Tuntutan Mahasiswa
Koordinator aksi sekaligus Ketua BEM UI Bayu Satria Utomo mengatakan pihaknya menolak kenaikan harga BBM. Selain itu, mereka menuntut pemerintah memanfaatkan APBN untuk meredam dampak krisis global.
"Menolak kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM karena berdampak secara signifikan terhadap berbagi sektor kehidupan. Kedua, menuntut pemerintahan mengandalkan APBN untuk meredam dampak krisis energi global yang berdampak bagi masyarakat," kata Bayu di lokasi, Selasa (13/9/2022).
Baca juga: Mahasiswa Tampilkan Aksi Teatrikal Ulang Tahun Puan Maharani Saat Demo Tolak Kenaikan Harga BBM
Mereka juga menuntut pemerintah menyelesaikan masalah penyaluran BBM bersubsidi yang kerap membuat subsidi tidak tepat sasaran. Mereka juga menuntut pemerintah menjaga stabilitas harga komoditas daripada memberi BLT yang dinilai cuma untuk meredam protes.
"Itu bukan solusi yang struktural dan hanya solusi sesaat. Padahal kenaikan BBM ini tentu akan menjadi kenaikan yang lama sedangkan BLT yang disalurkan itu hanya meredam protes rakyat sesaat karena kenaikan BBM," kata dia.
Dia juga menyoroti pemerintah terus melanjutkan proyek yang menyedot banyak APBN tapi mengurangi anggaran untuk subsidi BBM.
"Katanya kan subsidi BBM itu membebani APBN, padahal ada beban beban dari pemerintah lain yang lebih membebani APBN, seperti proyek IKN, dan proyek tersebut minim urgensi terhadap masyarakat umum," ujarnya.