Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Direktur PT Solata Sukses Membangun, Marten Toding terkait kasus suap Bupati Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak.
Penahanan terhadap Marten Toding dilakukan setelah KPK menemukan bukti yang cukup terkait kasus yang menjeratnya.
"Diawali pengumpulan berbagai informasi dan data yang selanjutnya ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, KPK melakukan penyelidikan dan berlanjut ke tahap penyidikan, dengan mengumumkan tersangka," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marawata saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (14/9/2022).
Berdasarkan pantauan Tribunnews.com di Gedung KPK, Marten turun dari ruang penyidik sekitar pukul 16.45 WIB.
Marten terlihat langsung mengenakan rompi tahanan KPK berwarna oranye.
Baca juga: KPK Tetapkan Bapak dan Anak Sebagai Tersangka Kasus Suap di Mamberamo Tengah Papua
Alex menyatakan, untuk keperluan penyidikan lebih lanjut, tersangka Marten Toding akan ditahan selama 20 hari.
"Untuk kebutuhan penyidikan, Tim Penyidik melakukan penahanan tersangka MT elama 20 hari pertama terhitung 14 September 2022 sampai dengan 3 Oktober 2022 di Rutan KPK pada Kavling C1," kata Alex.
Dengan ditahannya Marten Toding, KPK kini telah menahan sebanyak 3 tersangka suap terhadap Ricky Ham Pagawak.
Baca juga: KPK Segera Panggil Dandim Jayawijaya Terkait Kasus Kaburnya Bupati Mamberamo Tengah
Mereka yakni Simon Pampang selaku Direktur Utama PT Bina Karya Raya; Jusieandra Pribadi Pampang selaku Direktur PT Bumi Abadi Perkasa serta Marten Toding selaku Direktur PT Solata Sukses Membangun.
"KPK mengingatkan tersangka lainnya untuk kooperatif hadir memenuhi panggilan tim penyidik pada agenda pemeriksaan berikutnya," kata dia.
Sedangkan, Ricky Ham Pagawak diketahui masih berstatus buron.
KPK, kata Karyoto, masih mencari keberadaan Ricky yang kabur ke Papua Nugini.
Baca juga: KPK Dalami Pengerjaan Proyek di Mamberamo Tengah dari Wakil Bupati Yonas Kenelak
"Khusus tersangka RHP (Ricky Ham Pagawak), KPK tetap berupaya untuk melakukan pencarian keberadaan yang bersangkutan dengan berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait," katanya.
Konstruksi Perkara
Simon Pampang, Jusieandra Pribadi Pampang, dan Marten Toding adalah kontraktor yang ingin mendapatkan beberapa proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Mamberamo Tengah.
Agar bisa mendapatkan proyek pekerjaan tersebut, Simon, Jusieandra, dan Marten kemudian melakukan pendekatan dengan Ricky yang menjabat Bupati Mamberamo Tengah.
KPK menduga ada penawaran dari Simon, Jusieandra, dan Marten pada Ricky yang antara lain akan memberikan sejumlah uang apabila Ricky bersedia untuk langsung memenangkan dalam pengerjaan beberapa paket pekerjaan di Pemkab Mamberamo Tengah.
"RHP kemudian bersepakat dan bersedia memenuhi keinginan dan permintaan SP (Simon Pampang), JPP (Jusieandra Pribadi Pampang), dan MT (Marten Toding) dengan memerintahkan pejabat di Dinas Pekerjaan Umum untuk mengondisikan proyek-proyek yang nilai anggarannya besar diberikan khusus pada SP, JPP dan MT," ungkap Karyoto.
Baca juga: Oknum Anggota TNI AD Diduga Bantu DPO KPK Bupati Mamberamo Tengah Kabur ke Luar Negeri
KPK menengarai Jusieandra mendapatkan paket pekerjaan 18 paket dengan total nilai Rp217,7 miliar, di antaranya proyek pembangunan asrama mahasiswa di Jayapura. Sedangkan, Simon diduga mendapatkan 6 paket pekerjaan dengan nilai 179,4 miliar.
"Adapun MT mendapatkan 3 paket pekerjaan dengan nilai Rp9,4 miliar," ucap Karyoto
Karyoto mengatakan, realisasi pemberian uang pada Ricky dilakukan melalui transfer rekening bank dengan menggunakan nama-nama dari beberapa orang kepercayaan Ricky.
Adapun besaran uang yang diberikan oleh para tersangka dimaksud kepada pada Ricky selaku Bupati sekira Rp24,5 miliar.
"Terkait jabatannya, RHP diduga juga menerima uang dari beberapa pihak lainnya, yang jumlahnya masih terus kami dalam pada proses penyidikan ini," ujar Karyoto.
Para pemberi, Simon, Jusieandra, dan Marten disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara, Ricky sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi