Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah adanya upaya mengkriminalisasi Gubernur Papua Lukas Enembe.
Lembaga antirasuah itu memastikan pengusutan kasus Lukas Enembe murni penegakan hukum.
"Kami tegaskan, KPK tidak ada kepentingan lain selain murni penegakan hukum sebagai tindak lanjut laporan masyarakat," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulis, Senin (19/9/2022).
Dalam menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka, dikatakan Ali, pihaknya telah memiliki kecukupan alat bukti.
Baca juga: KPK Janji Dalami Transaksi Mencurigakan Lukas Enembe Bernilai Ratusan Miliar Rupiah
Yakni bukti lewat keterangan saksi, ahli, terdakwa, surat, ataupun petunjuk lainnya sesuai ketentuan hukum acara pidana.
"Kami memastikan bahwa setiap perkara yang naik ke tahap penyidikan, KPK telah memiliki minimal dua alat bukti yang cukup," kata Ali.
Sebelumnya, kuasa hukum Lukas Enembe, Stefanus Roy Rening, mengatakan sebelum kliennya ditetapkan sebagai tersangka, KPK sudah melakukan penyelidikan atas dugaan tindak pidana korupsi pada Pemerintah Provinsi Papua untuk masa jabatan tahun 2013-2018 dan tahun 2018-2023, dengan dugaan melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 UU TPK.
Stefanus mengatakan Lukas Enembe tidak pernah dimintai keterangan selama KPK melakukan penyelidikan.
"Selama proses penyelidikan yang hanya berlangsung selama 4 hari saja, Gubernur LE sama sekali tidak pernah dimintai keterangan untuk melakukan klarifikasi atas dugaan tindak pidana korupsi penerimaan gratifikasi melalui transfer rekening sebesar Rp1 miliar," kata Stefanus dalam keterangan tertulis, Senin (19/9/2022).
Stefanus menyebut KPK sengaja mengubah alasan perintah penyelidikan.
Perintah itu berubah menjadi Laporan Kejadian Tindak Pidana Korupsi.
"Selanjutnya ada dugaan kuat, KPK melakukan pengalihan penyelidikan dari Surat Perintah Penyelidikan Nomor Sprint.Lidik-79/Lid.01.00/01/07/2022 tanggal 27 Juli 2022 dan kemudian berubah menjadi Laporan Kejadian Tindak Pidana Korupsi Nomor LKTPK-36/Lid.02.00/22/09/2022 tanggal 01 September 2022," ujarnya.
Stefanus mengatakan penyidik KPK kesulitan membuktikan unsur tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Lukas Enembe.
Sebab, dia mengaku Papua di masa pemerintahan Lukas Enembe meraih predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) delapan kali berturut-turut.
"Ternyata KPK sepertinya mengalami kesulitan untuk membuktikan bahwa adanya unsur kerugian negara karena Pemerintahan Gubernur LE selama delapan tahun berturut-turut. Hasil audit BPK menyatakan pengelolaan keuangan negara Pemprov Papua di bawah kepemimpinan Gubernur LE adalah WTP (wajar tanpa pengecualian). Artinya, penyidik KPK mengalami kesulitan untuk membuktikan adanya unsur kerugian negara dalam pelaksanaan proyek APBD tahun 2013 sampai dengan 2021," katanya.
Menurutnya, KPK terkesan mencari-cari alasan untuk menjerat pasal pidana korupsi kepada Lukas Enembe.
Ia menuding usaha kriminalisasi itu terlihat dari upaya sistematis dan terstruktur.
"KPK dalam rangka kriminalisasi atau pembunuhan karakter Gubernur Papua. KPK terkesan mencari-cari pasal-pasal pidana korupsi yang lebih mudah untuk menangkap dan menahan Gubenur LE untuk mencapai tujuan politik untuk menguasai pemerintahan di provinsi Papua. Hal tersebut dapat dilihat ada upaya sistimatis dan terstruktur melakukan kriminalisasi terhadap Gubernur Papua," katanya.