TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) merasa kecewa karena upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan pemerintah justru gembos di lembaga yudikatif.
Pernyataan itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD merespon ditetapkannya Hakim Agung Sudrajad Dimyati dan sejumlah pegawai Mahkamah Agung (MA) sebagai tersangka kasus suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Diketahui, kasus dugaan suap yang menjerat hakim agung tersebut yakni berkaitan dengan suap pengurusan perkara.
“Presiden (Jokowi) kecewa karena usaha pemberantasan korupsi yang cukup berhasil di lingkungan eksekutif, justru kerap kali gembos di lembaga yudikatif dengan tameng hakim itu merdeka dan independen,” kata Mahfud MD, dikutip dari akun Instagram-nya, @mohmahfudmd, Selasa (27/9/2022).
Baca juga: Layangkan Uji Materiil ke MK, Feri Amsari Minta Majelis Hakim Hapus Satu Frasa di UU Pengadilan HAM
Pemerintah, lanjut Mahfud MD sudah berupaya untuk bertindak tegas untuk memberantas oknum-oknum pemerintahan yang terjerat kasus suap.
Namun, ternyata seorang hakim agung malah melakukan tindak pidana ini.
"Pemerintah sudah berusaha menerobos berbagai blokade di lingkungan pemerintah untuk memberantas mafia hukum, tapi sering gembos di pengadilan."
"Pemerintah sudah bertindak tegas, termasuk mengamputasi bagian tubuhnya sendiri seperti menindak pelaku kasus korupsi Asuransi Jiwasraya, Asabri, Garuda, Satelit Kemhan, Kementerian, dan lain-lain."
"Kejaksaan Agung sudah bekerja keras dan berhasil menunjukkan kinerja positifnya, KPK juga berkinerja lumayan, tetapi kerap kali usaha-usaha yang bagus itu gembos di MA."
"Ada koruptor yang dibebaskan, ada koruptor yang dikorting hukumannya dengan diskon besar. Kami tidak bisa masuk ke MA karena beda kamar, kami eksekutif sedangkan mereka yudikatif," jelas Mahfud.
Kasus Sudrajat Dimyati ini membuat pemerintah sadara harus mencari i formula reformasi di bidang hukum.
"Maka Presiden meminta saya sebagai Menko Polhukam untuk mencari formula reformasi di bidang hukum peradilan, sesuai dengan instrumen konstitusi dan hukum yang tersedia."
"Presiden kecewa karena usaha pemberantasan korupsi yang cukup berhasil di lingkungan eksekutif, justru kerap kali gembos di lembaga yudikatif dengan tameng hakim itu merdeka dan independen," lanjut Mahfud.
Lebih lanjut, Mahfud akan segera berkordinasi kepada pihak-pihak terkait untuk merumuskan formula reformasi yang baru.
"Saya akan segera berkordinasi untuk merumuskan formula reformasi yang memungkinkan secara konstitusi dan tata hukum kita itu. Presiden sangat serius tentang ini," tegas Mahfud.
Baca juga: Kasus Suap Hakim Agung Jadi Bukti Praktik Jual Beli Perkara Masih Terjadi di Lingkup Penegak Hukum
Mengutip Tribunnews.com, diketahui sebelumnya KPK telah menetapkan 10 orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).
Ke-10 orang itu dibagi menjadi dua kategori, enam tersangka penerima suap dan empat tersangka lainnya merupakan pemberi suap.
Adapun penerima suap tersebut adalah Hakim Agung Sudrajad Dimyati (SD), Hakim Yudisial atau panitera pengganti Elly Tri Pangestu (ETP), dua aparatur sipil negara (ASN) pada Kepeniteraan MA, Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH), serta dua ASN di MA, Redi (RD) dan Albasri (AB).
Sementara itu, pihak pemberi suap yakni pengacara Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES), Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana Heryanto Tanaka (HT), Debitur Koperasi Simpan Pinjam Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).
Dari 10 tersangka tersebut, Sudrajad, Redi, Ivan, dan Heryanto hingga kini belum dilakukan penahanan.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Abdi Ryanda Shakti)