TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Advokat Perekat Nusantara dan TPDI Petrus Selestinus
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus berpendapat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah sering melontarkan ancaman terhadap advokat dalam menjalankan profesinya.
"Padahal advokat bersikap opisi terhadap keinginan KPK seperti menunda atau menolak pemeriksaan kliennya disertai alasan tertentu yang dimungkinkan oleh KUHAP dan UU Tipikor," kata Petrus dalam keterangannya, Jumat (30/9/2022).
Petrus mencontohkan dalam kasus dugaan korupsi yang disangkakan KPK kepada Gubernur Papua Lukas Enembe, KPK mengancam akan menindak Advokat Roy Rening dkk.
Baca juga: KPK Segera Kirim Surat Pemanggilan Kedua Lukas Enembe Sebagai Tersangka
Kuasa Hukum Lukas Enembe ini dinilai menghalangi, merintangi atau ingin menggagalkan penyidikan yang dilakukan oleh KPK, dengan dalil pasal 21 UU Tipikor.
"Dalam banyak kasus, KPK sudah sering mengeluarkan ancaman bahkan intimidasi tidak saja terhadap advokat akan tetapi juga terhadap saksi-aaksi," ujar Petrus yang juga Koordinator Advokat Perekat Nusantara ini.
Menurut dia beberapa waktu lalu Advokat Bambang Widjojanto dan Denny Indrayana, sebagai Kuasa Hukum tersangka Mardani H. Maming juga menghadapi ancaman KPK akan dikenakan Pasal 21 UU Tipikor.
"Padahal apa yang dilakukan oleh Advokat dalam menjalankan profesi di KPK, Polri maupun Kejaksaan, tidak lain adalah demi melindungi kepentingan Hukum dan HAM bagi klien yang dijamin oleh KUHAP, UU Tipikor, UU Tentang KPK dan UU HAM," katanya.
"Karena itu sikap oposan Advokat terhadap KPK, Polri dan Kejaksaan tak terhindarkan dan itu dibenarkan oleh UU Advokat," ujar Petrus menambahkan.
Dikatakan bahwa baik di dalam KUHAP, UU Tipikor, UU KPK maupun di dalam UU HAM, menekankan tugas penyelidik dan penyidik senantiasa pada kewajiban untuk menjunjung tinggi hukum yang berlaku dan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab dalam arti yang luas.
Dijelaskan bahwa frasa tentang "tindakan lain" menurut hukum yang bertanggung jawab di dalam KUHAP, diartikan sebagai tindakan yang tidak bertentangan dengan aturan hukum, selaras dengan kewajiban hukum, harus patut dan masuk akal serta berdasarkan pertimbangan yang layak serta menjunjung tinggi HAM.
"Pada titik inilah KUHAP dan UU Advokat memberikan otoritas kepada Advokat atau Penasehat Hukum mengotorisasi kekuasaannya untuk beroposisi terhadap Penegak Hukum lainnya pada setiap tingkat pemeriksaan sesuai dengan KUHAP," ujarnya.
Artinya, menurut dia, tindakan Advokat Roy Rening dkk yang dipandang KPK sebagai memenuhi unsur Pasal 21 UU Tipikor, di mata Advokat hal itu sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang oleh KPK.
"Padahal KPK memiliki kewenangan lebih besar untuk melakukan upaya paksa yang ekstrim tanpa bisa dihalang-halangi secara ekstrim oleh organ lain di luar KPK, tanpa harus mengancam profesi Advokat," kata Petrus.
Karena itu, Petrus menegaskan tidak pada tempatnya KPK mengintimidasi Advokat Roy Rening dkk..
Kecuali hal itu hanya boleh terjadi sebatas cara pandang atau perspektif yang berbeda antara Advokat dan KPK namun tidak boleh sampai kepada memberlakukan pasal 21 UU Tipikor terhadap Advokat Roy Rening dkk. yang sedang menjalankan tugasnya.
Dia berharap KPK jangan menggunakan kacamata kuda dalam melihat profesi Advokat di satu sisi dan kewenangan KPK berdasarkan pasal 21 UU Tipikor pada sisi yang lain,ketika Advokat selalu oposan terhadap Penegak Hukum yang lain, apalagi UU Advokat memberikan hak imunitas kepada seorang Advokat.
"Oleh karena itu KPK hentikanlah kebiasaan mengancam dan mengintimidasi Advokat, Saksi dan Tersangka ketika hendak diperiksa, juga hargailah kultur masyarakat setempat yang pada daerah tertentu karena alasan budaya menempatkan kepala pemerintahannya sebagai raja kecil yang tanpa dosa dan harus dihormati," kata Petrus.