TRIBUNNEWS.COM - Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Papua, Mayjen TNI Gustav Agus Irianto, menemui tersangka kasus korupsi Gubernur Papua, Lukas Enembe, pada Kamis (6/10/2022).
Pertemuan itu berlangsung di rumah Lukas Enembe di Distrik Muara Tami, Kota Jayapura.
Dalam kesempatan itu, Gustav Agus menyampaikan pesan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar Lukas Enembe ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan.
"Kabinda sudah komunikasi dengan KPK yang inti pembicaraannya ada pesan dari KPK supaya Lukas Enembe bisa ke Jakarta untuk mengikuti pemeriksaan," kata Ketua Tim Hukum Nasional Gubernur Papua, Petrus Bala Pattyona, dilansir Tribunnews.com.
"Kalau kondisi tidak memungkinkan KPK menyiapkan dokter atau penanganan medis yang baik," tambahnya.
Kendati demikian, Gustav Agus enggan berkomentar soal pertemuannya dengan Lukas Enembe.
Baca juga: Akademisi Universitas Cenderawasih: Penanganan Kasus Lukas Enembe Harus Hati-hati
Ia justru meminta awak media untuk bertanya langsung pada kuasa hukum Gubernur Papua dua periode itu.
"Via pengacara (Lukas Enembe) saja," jawabnya lewat pesan singkat.
Lantas, seperti apakah profil Mayjen TNI Gustav Agus Irianto?
Tak banyak informasi mengenai Gustav Agus.
Mengutip puspomad.mil.id, ia naik pangkat ke bintang dua menjadi Mayjen pada 2020 silam.
Kala itu, Gustav Agus ditunjuk menjadi Staf Ahli Bidang Pertahanan dan Keamanan Badan Intelijen Negara (BIN).
Sebelumnya, Gustav berpangkat Brigjen.
Ia menjabat sebagai Agen Madya Direktorat Rendalgiat Ops Deputi II BIN, dikutip dari Kompas.com.
Ia kemudian ditunjuk menjadi Kabinda Papua menggantikan Mayjen TNI Abdul Haris Napoleon pada Februari 2022.
Abdul Haris diketahui meninggal karena serangan jantung, sebagaimana dilansir Tribunnews.com.
Baca juga: Kabinda Papua Temui Lukas Enembe di Jayapura, Sampaikan Pesan KPK Agar Jalani Pemeriksaan di Jakarta
KPK Ancam Jemput Paksa Anak dan Istri Lukas Enembe
KPK bakal mengirimkan surat panggilan pemeriksaan kedua untuk anak dan istri Gubernur Papua Lukas Enembe, yaitu Astract Bona Timoramo Enembe dan Yulce Wenda.
Lembaga anti-rasuah itu meminta kedua saksi tersebut kooperatif memenuhi panggilan pemeriksaan.
Kalau tidak, KPK mengaku tidak segan untuk menjemput paksa.
"Soal mangkirnya para saksi, pasti kami segera panggil yang kedua kalinya dan jika mangkir kembali maka sesuai ketentuan hukum bisa dilakukan jemput paksa terhadap saksi," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, dalam keterangannya, Kamis (6/10/2022), dilansir Tribunnews.com.
Jemput paksa terhadap saksi diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Pasal 112 ayat 2 KUHAP menyatakan, "Orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang penyidik memanggil sekali lagi dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya."
Astract Bona dan Yulce Wenda seyogyanya diperiksa pada Rabu (5/10/2023) kemarin, tapi keduanya mangkir tanpa memberikan alasan.
Tim penyidik KPK saat ini telah memblokir rekening Yulce Wenda.
Baca juga: Tokoh Pemuda Papua Minta Gubernur Lukas Enembe Berani Hadapi Kasus Hukum
"Telah lama kami lakukan pemblokiran tersebut, bukan karena saksi tersebut mangkir tidak datang memenuhi panggilan KPK," kata Ali.
KPK kesulitan memeriksa Lukas Enembe dan keluarganya.
Dari dua panggilan baik sebagai saksi maupun tersangka, Lukas selalu absen. Dia berdalih masih menderita sakit.
Atas dasar itu, KPK berkoordinasi dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Papua untuk bisa memeriksa Lukas.
Lukas telah dicegah bepergian ke luar negeri selama enam bulan terhitung sejak 7 September 2022 hingga 7 Maret 2023.
Itu dilakukan agar memudahkan penanganan kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pekerjaan atau proyek yang bersumber dari APBD Provinsi Papua.
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul KPK Ancam Jemput Paksa Anak dan Istri Gubernur Papua Lukas Enembe
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Dewi Agustina/Ilham Rian Pratama, Kompas.com/Achmad Nasrudin Yahya)