Dengan regulasi UU koperasi saat ini yang masih melemah, Pakar Koperasi dan UMKM, Dewi Tenty menegaskan, jangan sampai dengan tidak adanya aturan yang komperehensif akan tetapi lupa akan PP No.9 Tahun 1995 soal koperasi simpan pinjam.
"Disitu tata kelolanya sudah jelas dan juga tata cara bagaimana mengawasi koperasi simpan pinjam mengenai apa saja yang boleh dan tidak boleh,"ujar Dewi.
Karena setiap tahun pengurus KSP harus melapotkan pada kementerian.
"Pada saat itu harusnya kementerian sudah tau mengevaluasi mana yang benar . Yang kurang benar mungkin ada pembinaan dan segala macam yang hatus dilakukan," katanya.
"Jadi jangan isitilahnya kita terjebak belum ada keputusan diterima atau tidak yang kemudian malah menjadi bingung. Ingat tetap kembali pada UU Nomor 25 Tahun 1992 dan kemudian ada PP No.9 Tahun 1995 yang menurut saya masih komprehensif yang bisa menjembatani," katanya menambahkan.
Dia berharap jangan sampai pemerintah ini memposisikan koperasi dan UMKM pada masa krisis 1998, 2008 dan sekarang krisis pandemi.
"Sekarang itu orang mengidolakan UMKM karena dianggap backbone, karena koperasi dianggap berjuang sendiri,” jelas Dewi.
“Tapi saat sekarang ekonomi sudah mulai baik dan pandemi sudah menepi akhirnya. Pemerintah konsentrasinya tidak pada mereka lagi tapi memberikan karpet merah pada investor asing, tapi kembalikanlah esensi Indonesia pada kesejateraan rakyat," tambahnya lagi.
Menutup diskusi, Ahmad Zabadi mengakui saat ini pemerintah belum maksimal dalam hal pengawasan.
"Makanya kita memerlukan adanya penguatan dalam regulasi. Itulah makanya kami ingin meminta dengan penuh harapan (melalui komisi VI DPR RI), dan dukungan dari seluruh publik terutama gerakan koperasi bahwa hari ini kita sedang menyiapkan suatu RUU yang diharap bisa membangun ekosistem kelembagaan koperasi lebih solid," kata Zabadi.