Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Suporter sepak bola seluruh Indonesia akan berkumpul di Malang untuk melakukan Rembuk Nasional mulai 23 hingga 24 Oktober 2022 mendatang.
Pertemuan rembuk nasional suporter sepak bola tersebut akan dihelat di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).
Presiden Hizbul Wathan FC (HWFC) klub sepak bola yang dimiliki Muhammadiyah, Suli Daim menyambut baik rencana pertemuan antar suporter seluruh Indonesia tersebut.
Menurut Suli, agenda yang digagas Menko PMK Muhadjir Effendy tersebut akan membahas soal reposisi dan empowering (pemberdayaan) eksistensi suporter dalam kerangka transformasi persepakbolaan nasional.
“Kami mengapresiasi ide bagus Menko PMK Muhadjir Effendy sebagai upaya perbaikan sepak bola agar semakin lebih baik,” kata Suli Daim dalam pernyataannya yang diterima Tribun, Rabu(19/10/2022).
Suli Daim memberikan tiga alasan bahwa transformasi persepakbolaan nasional harus segera diwujudkan.
Pertama, ketidakdewasaan pendukung (suporter). Para pendukung sepak bola yang tidak bersikap dewasa riskan memicu konflik yang berujung baku hantam dan menelan korban.
Kedua, aparat keamanan. Sebuah laga pertandingan, aparat keamanan harus dipersiapkan secara matang, baik dari kuantitas maupun peralatan yang dibutuhkan.
Ketiga, panitia pelaksana. Pelaksanaan pertandingan sepak bola harus benar-benar dipersiapkan secara matang, tidak setengah-setengah, mengingat tensi rivalitas antar klub begitu tinggi.
Panitia pelaksana kata Suli harus memperhitungkan segalanya, mulai dari kapasitas penonton, ketersediaan dan keamanan fasilitas, jumlah aparat keamanan harus sebanding dengan jumlah penonton, serta segala hal yang mendukung lancarnya pelaksanaan pertandingan.
Baca juga: Menko PMK: Tragedi Kanjuruhan Momentum Berbenah dari Penyelenggaraan hingga Sistem Pengamanan
“Di Eropa tensi kontradiktif antar kubu sangat tinggi, tapi hanya berlangsung 2 x 45 menit ketika pertandingan. Para pendukung sepak bola di Eropa memang lebih dewasa dibandingkan pendukung sepak bola di negara kita,” tuturnya.
Menurut Suli, langkah yang harus dilakukan dalam kerangka transformasi adalah pertama, pembinaan terhadap para suporter.
Pembinaan ini menjadi tanggung jawab bersama, klub pun wajib memberikan training atau pembekalan dalam menyikapi rivalitas sehingga menjunjung sportivitas.
Aparat keamanan lanjutnya juga harus lebih manusiawi dalam menangani kerusuhan. Hal ini bisa dilakukan dengan adanya pembekalan sebelum terjun ke lapangan. SOP yang dijalankan harus jelas sehingga penggunaan senjata atau alat terlarang benar-benar tidak digunakan.
“Penanggung jawab pertandingan mulai dari panitia pelaksana, pelaksana liga, PSSI, hingga pemerintah tidak boleh lepas tangan. Semua pihak harus melakukan evaluasi menyeluruh dan pembenahan,” pungkasnya.