TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Diperlukan gerak bersama lintas sektor secara berkelanjutan untuk mendorong kegiatan sosialisasi deteksi dini dan penanganan kanker payudara yang terstruktur dan sistematis dengan payung hukum yang kuat, di tanah air.
Demikian disampaikan Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Deteksi Dini Kanker Payudara Menyelamatkan Kehidupan Bangsa yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (19/10/2022).
"Sosialisasi dan kampanye kesehatan terkait kanker payudara harus dilakukan secara sistematis dan memiliki payung hukum yang kuat untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat terkait kanker tersebut," kata Lestari Moerdijat
Diskusi tersebut dimoderatori Anggiasari Puji Aryatie (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI Koordinator Bidang Penyerapan Aspirasi Masyarakat dan Daerah).
Menghadirkan pembicara Dr. Eva Susanti, S.Kp., M.Kes. (Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan RI), dr. R. Soeko Werdi Nindito D., MARS (Direktur Utama Rumah Sakit Kanker Dharmais) dan Tania Nordina (Ketua Yayasan Muda Giat Peduli Indonesia/YMGPI).
Baca juga: Pasien Kanker Tak Perlu Keluar Negeri, Layanan Radiologi Kedokteran Nuklir Tersedia di Indonesia
Selain itu hadir pula Tri Oetami (Wakil Ketua Lovepink), Dana Iswara, M.A., (Komunitas Srikandi Indonesia), Aryanthi Baramuli Putri,SH., M.H., (Ketua Umum Indonesian Cancer Information and Support Center Association /CISC) dan Ratu Ngadu Bonu Wulla (Anggota DPR RI Komisi IX Fraksi Partai Nasdem) sebagai penanggap.
Karena, menurut Lestari, kenyataannya saat ini 70 persen pasien kanker payudara yang mendapatkan penanganan dokter sudah berada dalam stadium lanjut sehingga memiliki kemungkinan sembuh yang rendah.
Data Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (Peraboi), tambahnya, mencatat dari
10.000 kasus kanker payudara, sekitar 70% adalah stadium 3 dan 4.
Berdasarkan fakta itu, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, seruan untuk melakukan deteksi dini lewat program SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri) dan SADANIS ( Pemeriksaan Payudara Klinis) merupakan langkah penting yang memungkinkan tindakan lanjutan secara cepat dan tepat.
Kolaborasi lintas sektor antarlembaga pemerintah, jelas Rerie, yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, harus ditingkatkan untuk mewujudkan sebuah gerakan yang mampu mendorong semakin banyak sosialisasi deteksi dini kanker payudara di tengah masyarakat.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mengajak semua pihak untuk bergerak bersama dalam upaya membangun pemahaman masyarakat bahwa mengupayakan pencegahan kanker payudara sejak dini merupakan langkah yang sangat penting untuk menyelamatkan kehidupan bangsa.
Karena, tegas Rerie, Ibu yang sehat dan terbebas dari kanker akan sangat berperan dalam mewujudkan keluarga yang sehat dan mampu melahirkan generasi penerus bangsa yang sehat dan tangguh.
Direktur Utama Rumah Sakit Kanker Dharmais, Soeko Werdi Nindito mengungkapkan kanker payudara merupakan kanker dengan jumlah penderita tertinggi di Indonesia.
Di Jakarta saja, ujar Soeko, pertambahan kasus kanker payudara per tahun diperkirakan 176 kasus. Diakuinya, penyebab kanker payudara belum diketahui dan yang bisa diwaspadai adalah faktor-faktor risikonya.
Berdasarkan penelitian, ungkap Soeko, bila tidak ada upaya pencegahan pada 2035 akan terjadi pertambahan kasus kanker payudara sekitar 85% di tanah air.
"Jadi harus ada tindakan yang segera dan deteksi dini harus dilakukan untuk meningkatkan upaya pencegahan," ujar Soeko.
Menurut Soeko, harus ada shifting paradigma dalam pelayanan terkait kanker di Indonesia antara lain lewat tata laksana pelayanan yang dimulai pada stadium awal.
Setiap rumah sakit, tambah Soeko, seharusnya memiliki sejumlah langkah layanan antara lain preventif, skrining dan deteksi dini, diagnostik, palliative, rehabilitasi medik dan beberapa tindakan lainnya.
Namun, ujarnya, sebagian besar rumah sakit hanya mampu memberikan layanan kanker yang terbatas.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan RI, Eva Susanti mengungkapkan kanker yang banyak menimpa perempuan adalah kanker payudara dan kanker leher rahim.
Sedangkan pada laki-laki mayoritas alami kanker paru-paru dan usus.
Berdasarkan catatan Kemenkes, ujar Eva, pada 2020 sebanyak 54% kasus kanker diderita oleh perempuan.
Dalam mengatasi kondisi tersebut, menurut Evi, pemerintah berupaya melakukan transformasi sistem kesehatan lewat peningkatan layanan primer, layanan rujukan, sistem kesehatan, SDM kesehatan dan teknologi kesehatan.
Dalam penanggulangan kanker, ungkap Evi, Kemenkes memilki empat pilar yaitu promosi kesehatan, deteksi dini, perlindungan khusus dan pelayanan khusus.
Hambatan sering terjadi, ujarnya, karena di tingkat Puskesmas promosi kesehatan terkait kanker payudara sangat kurang. Akibatnya, kesadaran masyarakat untuk melakukan SADARI dan SADANIS juga rendah.
Di sisi lain, ujar Evi, layanan mammogram yang merupakan tindak lanjut dari SADARI biayanya belum ditanggung JKN.
Eva berharap dukungan dari semua pihak untuk mendorong promosi kesehatan kepada masyarakat terkait kanker payudara, terus ditingkatkan.
Selain itu dia juga mendorong diberlakukannya kebijakan wajib deteksi dini kanker bagi para pegawai kementerian dan lembaga atau perusahaan swasta lainnya untuk mencegah peningkatan kasus kanker stadium lanjut di tanah air.
Ketua Yayasan Muda Giat Peduli Indonesia/YMGPI, Tania Nordina mengungkapkan pihaknya hingga saat ini aktif melakukan kampanye dan memberi sejumlah bantuan untuk menumbuhkan kepedulian masyarakat tentang kanker payudara.
Bantuan tersebut, ujar Tania, antara lain dalam bentuk memberikan layanan mammogram gratis bagi warga tidak mampu, edukasi terhadap generasi muda terkait pencegahan kanker payudara dan gerakan Save Ibuku lewat kemudahan akses digital.
Wakil Ketua Lovepink, Tri Oetami mengungkapkan bahwa kanker payudara harus dihadapi dengan strategi pencegahan dan deteksi sedini mungkin.
Sayangnya, ujar Tri, upaya deteksi dini banyak menghadapi hambatan dengan masih banyaknya pengobatan alternatif yang mengakibatkan pasien datang ke rumah sakit sudah pada stadium lanjut.
Menurut Tri, kampanye deteksi dini kanker payudara sangat penting untuk melindungi perempuan yang merupakan tiang keluarga.
Sependapat dengan Tri, Dana Iswara, M.A., dari Komunitas Srikandi Indonesia berpendapat deteksi dini adalah kunci untuk menekan peningkatan diagnosa kanker payudara di tanah air.
Menurut Dana, kita semua berkepentingan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap kanker payudara.
"Sehingga harus terus kita suarakan agar target pemerintah pada 2030 untuk mewujudkan Indonesia bebas kanker stadium lanjut bisa terealisasi," ujarnya.
Selain itu, Dana juga mendorong agar akses terapi yang berkualitas juga bisa didapatkan masyarakat yang tidak mampu.
Anggota DPR RI Komisi IX Fraksi Partai NasDem, Ratu Ngadu Bonu Wulla berpendapat deteksi dini kanker payudara penting diwujudkan dan perlu gerakan bersama untuk menekan pertumbuhan kasus, yang sekaligus meningkatkan angka harapan hidup para perempuan Indonesia.
Pada kesempatan itu Ratu Ngadu berkomitmen untuk terus mendorong upaya memasyarakatkan deteksi dini kanker payudara di masyarakat.
Selain itu, Ratu Ngadu juga berjanji untuk mengupayakan kemudahan akses layanan kesehatan bagi pasien kanker payudara, lewat upaya mendorong kolaborasi kementerian dan lembaga yang terkait.
Ketua Umum CISC, Aryanthi Baramuli Putri mendukung upaya deteksi dini kanker payudara lewat SADARI.
Aryanthi mengakui peran aktif masyarakat dalam penanggulangan kanker payudara sangat baik. Tidak hanya aktif, tambahnya, tetapi juga kreatif lewat berbagai sosialisasi dan bantuan yang diberikan.
Di sisi lain Aryanthi juga mengapresiasi pemerintah dalam upaya peningkatan layanan kesehatan khusus untuk para penderita kanker payudara.
Dia berharap, para pemangku kepentingan berkolaborasi secara berkesinambungan untuk menekan 2,5% pertumbuhan kasus kanker payudara lewat upaya pencegahan.
Wartawan senior Saur Hutabarat berpendapat deteksi dini kanker harus didorong lebih cepat agar memberi hasil lebih baik.
Upaya pemeriksaan payudara sendiri, menurut Saur, harus menjadi pengetahuan umum bagi setiap anak perempuan usia 12 tahun ke atas di Indonesia.
Selain itu, tambah Saur, dampak psikologis pascadeteksi dini harus menjadi perhatian, selain upaya kemudahan akses layanan kesehatan lanjutan terhadap penderita kanker payudara.