"Jadi, tong sementara ikut kongres (KMAN VI), tapi sementara jualan. Supaya hasilnya bisa buat anak sekolah," tutur Pendeka Dou yang mengenakan setelah baju dan rok, sert pollla topi dari serat kayu melinjo rajutannya.
Dia blak-blakan menyebut, mama-mama Papua perajut noken di Nabire, kesulitan memasarkan noken rajutan mereka.
Biasanya mereka hanya menjual noken di pondok pasar tradisional.
Setia menunggu saat panas maupun hujan, kedatangan para pembeli atau pengunjung yang sekadar mampir.
Dalam sehari, mereka hanya bisa mengantongi Rp 50 ribu dari satu noken yang terjual.
"Kalau ada kegiatan macam festival, tong bisa dapat dua sampai tiga juta. Jadi, tong harap sekarang (KMAN VI) juga begitu," tutup Pendeka Dou semringah.