TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi IX DPR RI minta investigasi kasus gagal ginjal akut pada anak dilakukan secara transparan dan terbuka.
Hal ini setelah melihat beberapa laporan yang mengindikasikan ada persoalan dalam kasus gagal ginjal akut pada anak.
Ombusman RI menyebut ada dugaan maladministrasi dalam kasus gagal ginjal akut pada anak dilakukan oleh Kementrian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Kemenkes juga sudah membentuk tim investigasi dengan menggandeng Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan RSCM.
Mabes Polri juga telah membentuk tim investigasi yang dipimpin oleh Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri.
Pada sisi lain, BPOM juga sampai pada kesimpulan akan menyeret dua perusahaan farmasi ke ranah pidana.
Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati meminta agar semua proses investigasi yang berjalan dilakukan secara transparan dan adil.
"Ada beberapa tim yang terjun melakukan investigasi pada kasus ini, kita berharap setiap tim yang dibentuk tidak saling menegasikan dan justru saling melengkapi dari fokus masing-masing investigasi. Sehingga bebas kepentingan dan akhirnya benar-benar didapatkan hasil invesitasi nyata yang terbuka," kata Kurniasih dalam keterangannya, Jumat (28/10/2022).
Baca juga: Unjuk Rasa Soal Maraknya Kasus Gagal Ginjal Akut, Presiden Partai Buruh Ungkit Latar Belakang Menkes
Kurniasih mengatakan, saat ini prioritas investigasi adalah menemukan penyebab utama dari kasus gagal ginjal akut secara medis ini agar tidak lagi berjatuhan korban.
Selepas itu, perlu ditelisik apa saja faktor penyebab utama kasus ini bisa terjadi apakah karena ada faktor kelalaian dan sebagainya.
"Saat ini yang perlu dilakukan adalah temukan penyebabnya agar tidak ada lagi kasus bertambah. Lalu bisa diselidiki kenapa penyebab itu bisa terjadi apakah karena kesengajaan, kelalaian atau sebagainya," ujarnya.
Kurniasih juga menyebut kasus gagal ginjal akut pada anak pernah terjadi pada 1998 saat ditemukan kasus kematian anak karena gagal ginjal akut di Haiti.
Pada 1990 juga terjadi di Bangladesh dan pada 2006 juga terjadi di Indonesia. Semuanya dikonfirmasi karena keracunan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG).
"Data-data ini bisa menjadi salah satu bahan investigasi secara menyeluruh termasuk bahan baku obat dan bisa melibatkan lintas kementerian jika ada bahan-bahan yang berasal dari impor. Kita minta usut tuntas," pungkasnya.