TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pantau Gambut mengecam upaya hukum luar biasa peninjauan kembali (PK) Presiden terhadap putusan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang memenangkan tuntutan rakyat.
Pada Jumat (4/11/2022), Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan beberapa pihak terkait akhirnya mengajukan upaya hukum luar biasa di kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kalimantan.
Di perkara itu, Jokowi divonis Mahkamah Agung (MA) telah melakukan perbuatan melawan hukum di kasus kebakaran hutan 2015.
Menurut aktivis lingkungan hidup, Wahyu A. Perdana hal itu justru menunjukkan indikasi langkah mundur pemerintah pada perlindungan lingkungan dan komitmen iklim, jelang KTT G20 dan COP27.
Menurutnya gugatan Karhutla, gugatan pencemaran udara di Jakarta dan lainnya, harus dilihat sebagai upaya warga negara mengingatkan negara akan mandate dan kewajibannya.
Sebab menyediakan udara yang bersih, menjaga lingkungan hidup yang sehat adalah mandate konstitusi yang harus dijalankan oleh negara.
"Pantau Gambut melihat upaya hukum dari gugatan rakyat tersebut adalah, upaya warga negara yang peduli untuk mengingatkan negara menjalankan mandatnya, jadi harusnya bukan soal kalah atau menang, apalagi menjadi malu dan marah karena diingatkan oleh rakyat melalui mekanisme legal," ujar Wahyu dalam keterangannya, Senin (7/11/2022).
Menurutnya, PK dan perlawanan hukum dari negara ini justru menjelaskan watak aparatur negara yang tidak mau mendengar peringatan dan permintaan dari rakyat yang harusnya mereka urus dan layani.
Wahyu mengatakan PK ini hanya menjelaskan ketidak pahaman negara akan mandate dan kewajibannya.
"Jika diingatkan (dikalahkan melalui putusan pengadilan), seolah-olah negara kehilangan marwah-nya, maka harus melawan, justru menjelaskan bahwa hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang sehat di Indonesia adalah hak asasi yang dilanggar oleh negara," ujarnya.
Baca juga: COP27, Pertemuan Pemimpin Dunia Bahas Perubahan Iklim dan Gempuran Krisis
Wahyu mengatakan Pantau Gambut meyakini perlawanan pemerintah atas putusan MA ini harus diketahui oleh Presiden.
Karena sesungguhnya mereview izin-izin konsesi yang melanggar/membakar lahannya, mendirikan rumah sakit bagi korban karhutla, membuat perencanaan pengelolaan sumber daya alam yang lebih baik.
"Menyelamatkan ekosistem gambut di Indonesia adalah mandate dan tanggung jawab pemerintah tanpa harus diminta dan diingatkan oleh warga negara," ujarnya.
Sebagaimana dilansir website Mahkamah Agung (MA), permohonan PK itu terdaftar dengan nomor perkara 980 PK/PDT/2022. Duduk sebagai pemohon PK yaitu: (1.) Negara cq Presiden RI Cq Mendagri cq Gubernur Kalteng (2.) Negara cq Presiden RI Cq Menteri KLHK (3.) Negara cq Presiden RI.
PK tersebut dalam laman Mahkamah Agung, tercatat terdaftar pada 3 Agustus 2022.
Putusan gugatan Karhutla, yang secara singkat berisi perintah pengadilan untuk mengeluarkan peraturan-peraturan untuk menanggulangi dan menghentikan kebakaran hutan di Kalimantan Tengah.
Termasuk juga menunaikan kewajiban (termasuk di dalamnya fasilitas kesehatan) dalam melindungi warga negara dalam menghentikan karhutla.