TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Kelima RI Megawati Soekarnoputri menceritakan soal pesan yang disampaikan Proklamator yang juga Presiden Pertama RI Ir. Soekarno dalam menghadapi tantangan geopolitik di masa mendatang.
Menurut Soekarno, kata Megawati, sebagai bangsa Indonesia kita perlu mengetahui soal geopolitik yang terjadi di belahan dunia. Maka dari itu, Bung Karno mendirikan Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia atau Lemhannas.
Bahkan, Megawati kala itu sempat menanyakan pendirian Lemhanas kepada Bung Karno.
Bung Karno lantas menjabarkan bahwa pembentukan Lemhanas untuk mempersiapkan calon pemimpin bangsa dalam mengetahui kondisi geopolitik dunia yang terus berkembang.
Hal itu disampaikan Megawati saat memberikan sambutan dalam acara 'Bandung-Belgrade-Havana in Global History and Perspective' secara virtual di Gedung ANRI, Jakarta, Senin (7/11).
Baca juga: Gubernur Lemhanas: Kolaborasi Kementan Sangat Luar Biasa dalam Menjaga Pangan
"Saya tanya, 'untuk apa bapak, Lemhannas itu?'," tanya Megawati kepada Bung Karno saat itu.
"Itu untuk mengumpulkan calon pemimpin bangsa dari semua daerah untuk saling bertemu. Untuk orang Aceh ketemu orang Papua, dan lain sebagainya. Dan untuk mengerti bagaimana persatuan dunia itu, maka harus diajarkan yang namanya geopolitik, sehingga mereka siap lahir batin," ungkap Megawati.
Selain itu, Megawati juga menyampaikan bahwa dibentuknya Lemhanas ini agar terbangun persaudaraan anak bangsa se-Indonesia.
Dan juga dapat mengantisipasi kalau terjadi dinamika selain internal, maupun eksternal yang terjadi di belahan dunia.
"Jadi, Alhamdulillah Pak Jokowi sudah menginstruksikan untuk supaya sesuai kembali seperti apa yang dikehendaki oleh Bung Karno, Lemhannas itu," ungkap Megawati.
Ketua Umum DPP PDI Perjuangan ini juga mengungkapkan ke khawatirannya jika dunia ini 'mabuk', lalu menggunakan persenjataan-persenjataan massal.
Tentu, sebagai penggagas gerakan Non-Blok, peran bangsa Indonesia wajib menghalangi segala gerakan-gerakan persenjataan yang dilakukan negara-negara lain.
"Kalau sekarang kan semua orang mengatakan hak asasi manusia, itu sangat betul lho, makanya itu harus diingatkan terus hak asasi manusia itu, di kita sudah ada perikemanusiaan," terangnya.
Baca juga: Megawati Bicara Kontribusi Konferensi Asia Afrika dan Gerakan Non Blok Bagi Bangsa yang Terjajah
"Seperti perang asimetris, proxy war, perang dagang, perang persenjataan, dan perang hegemoni dengan potensi eskalasi yang begitu cepat dan mengkhawatirkan seharusnya kita semua," sambung Megawati.
Karena itulah, melalui Konferensi Internasional bertajuk 'Bandung-Belgrade-Havana in Global History and Perspectives', Megawati mengajak negara-negara Non-Blok untuk memperkuat gerak solidaritas antar bangsa.
Pasalnya, lanjut Megawati, melalui gerakam solidaritas antar bangsa Non-Blok bisa mewujudkan dunia yang damai.
"Mau ke mana sih kapal kita ini? Kita itu bukan Indonesia saja lho. Kalau itu sebuah kapal, Bung Karno sampai bicara leidstar, bintang penerang. Itu kan sebetulnya tujuan, kan bintang nggak pindah, di sana saja," kata Megawati.
Baca juga: KSP Angkat Bicara Soal Adu Domba: Hubungan Jokowi dan Megawati Seperti Ibu dan Anak
"Kita kobarkan kembali spirit Konferensi Asia Afrika, Gerakan Non Blok, dan Konferensi Trikontinental, untuk bisa mengupayakan, mewujudkan perdamaian abadi. Jangan pernah lelah berjuang, terus tiada henti-hentinya menyuarakan stop perang, pelucutan senjata masal," jelas Megawati.
Dasa Sila Bandung Jadi 'Piagam Kemerdekaan'
Dalam kesempatan itu pula, Megawati mengulas soal sejarah gerakan solidaritas bangsa-bangsa Asia-Afrika yang menyatu untuk memperjuangkan kemerdekaan dari kolonialisme dan imperialisme.
Dimana, mereka berkumpul dengan satu tekad, untuk mewujudkan perdamaian dunia yang saat itu terancam oleh Perang Dingin.
Megawati menyebut jika Konferensi Asia Afrika (KAA) dengan Dasa Sila Bandung, tidak hanya meletakkan prinsip non intervensi atas kedaulatan bangsa lain.
Namun, Dasa Sila Bandung telah menjadi 'Piagam Kemerdekaan' bagi bangsa-bangsa yang berjuang melepaskan diri dari penjajahan.
"Maroko, Tunisia, Sudan, tadi saya sedikit cerita Aljazair adalah sedikit contoh negara-negara yang kemudian merdeka," kata Megawati.
Baca juga: KSP Angkat Bicara Soal Adu Domba: Hubungan Jokowi-Megawati Seperti Ibu dan Anak
"Bangsa-bangsa yang baru merdeka tersebut benar-benar digerakkan oleh suatu tekad agar 'penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan'," sambungnya.
Megawati lalu menceritakan soal sejarah selanjutnya yang mencatat, bagaimana Konferensi Asia Afrika dan Gerakan Non-Blok menjadi satu napas perjuangan umat manusia bagi tata dunia baru.
Yakni, mengedepankan penghormatan terhadap kemerdekaan, kesetaraan antar bangsa, keadilan, dan nilai-nilai kemanusiaan bagi terwujudnya perdamaian dunia.
"Karena itulah tidak berlebihan sekiranya saya mengatakan, bahwa Konferensi Asia-Afrika telah menjadi dasar dan ruh, bagi terbangunnya solidaritas antar bangsa dan Gerakan Non-Blok menjadi wadah, menjadi gerakan pembebasan bangsa-bangsa dari himpitan perang dunia dan penjajahan yang masih berjalan pada waktu itu," terangnya.
Tak hanya itu, Ketua Dewan Pengarah BRIN ini juga menyebut bahwa Gerakan Non-Blok telah mengubah sebuah gambaran landscape sistem internasional.
Di mana, perubahan fundamental terjadi, ketika atas nama kemerdekaan bangsa-bangsa, Gerakan Non-Blok menyatukan bangsa-bangsa berhaluan progresif, untuk berdaulat dan berani keluar dari kepungan kedua blok raksasa yang pada waktu itu saling bertikai, yakni yang disebut Blok Barat di bawah pimpinan Amerika Serikat, dan Blok Timur di bawah pimpinan Uni Soviet.
Dan pandangan bangsa-bangsa Asia-Afrika, baik Blok Barat maupun Blok Timur, keduanya selalu terus mengandung benih-benih kolonialisme, dan imperialisme, sebagai hal yang paling ditentang eksistensinya di dalam Konferensi Asia Afrika.
"Setelah Konferensi Asia Afrika, kalau kita tahu dan lihat dari dokumentasi yang ada, maka begitu banyak negara-negara di Asia-Afrika yang segera bisa merdeka," ungkapnya.
Maka dari itu, perjuangan untuk terus mengawal kembali gerakan Non-Blok ini menjadi pekerjaan rumah di kemudian hari.
"Karena itulah Gerakan Non Blok benar-benar menjadi motor perubahan wajah dunia dari bi-polar menjadi multipolar," jelas Megawati. (Tribun Network/ Yuda).