Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya Indonesia 2015-2016 Rizal Ramli menyoroti potensi konflik di Laut China Selatan.
Menurutnya tantangan potensi konflik di wilayah laut tersebut lebih penting ketimbang diskursus mengenai rotasi Panglima TNI pengganti Jenderal TNI Andika Perkasa yang jatuh pada jatah dari matra laut.
Ia mengatakan potensi konflik di Laut China Selatan menjadi tantangan paling besar hari ini.
"Negara-negara barat, China sendiri, membangun pangkalan dari atol di Laut China Selatan, dan lagi konflik dengan banyak negara. Ada juga kemungkinan masalah Taiwan. Ini semua tantangan-tantangan kita dalam waktu dekat," kata Rizal Ramli dalam diskusi daring pada Jumat (11/11/2022).
Baca juga: Indonesia Diminta Waspadai Gerakan China-Kamboja di Laut China Selatan
"Jadi memang Panglima berasal dari Angkatan Laut jawaban dari tantangan yang kita hadapi ini. Karena potensi konflik kan bukan di darat. Potensi konflik di Laut China Selatan," sambung dia.
Selain itu, kata dia, saat ini negara-negara di kawasan juga telah merespons potensi konflik di Laut China Selatan.
Respons tersebut, menurutnya ditunjukkan dengan banyaknya latihan-latihan militer berbasis Angkatan Laut di kawasan.
Untuk itu, menurutnya sudah sewajarnya apabila Panglima TNI pengganti Jenderal TNI Andika Perkasa yang akan memasuki usia pensiun pada 21 Desember 2022 mendatang berasal dari Angkatan Laut.
"Latihan-latihan militer juga, karena semua negara di kawasan ini melihat potensi konflik di Laut China Selatan, latihan-latihan militer itu banyak yang berbasis Angkatan Laut. Angkatan-Angkatan Laut di Asia, di Pasifik," kata dia.
Ia menambahkan saat menjabat di pemerintahan Laut China Selatan di wilayah Indonesia diubah dengan nama Laut Natuna Utara.
Baca juga: Australia dan China Bersitegang di Laut China Selatan, KSAL Jamin Perairan Natuna Aman
Saat itu, kata dia, China mengirim protes ke pemerintah agar perubahan nama tersebut dibatalkan.
"Kami menolak. Kenapa ya? Lho ini wilayah kita, laut kita, terserah kita dong mau kasih nama apa. China tidak berhak menentukan nama yang di sini," kata Rizal.
"Akhirnya karena kami cukup firm, yang lainnya ikutlah mengubah peta Indonesia dalam bidang pendidikan dan yang kedua kita proses di PBB. Wilayah kita ini diakui oleh kesepakatan PBB, UNCLOS," sambung dia.