Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Penny K.Lukito buka suara terkait gugatan ke PTUN yang dilayangkan Komunitas Konsumen Indonesia kepada pihaknya buntut kasus obat sirup.
Penny mengklaim pihaknya telah menjalankan tugas pengawasan sesuai ketentuan yang ada.
Ia menilai gugatan tersebut muncul karena ketidakpahaman terkait sistem pengawasan obat.
"Karena pada intinya ada ketidakpahaman dikaitkan dengan sistem pengawasan. Jadi, Badan POM sudah melakukan itu tugas dengan standar ketentuan yang ada," kata Penny kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Rabu (16/11/2022).
Baca juga: Kepala BPOM Temui Jaksa Agung Bahas Soal Kasus Obat Sirop Penyebab Gagal Ginjal Akut
Penny menyebut industri farmasi yang lalai dalam kasus temuan cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) yang melebihi batas aman.
"Tapi ini ada masalah kelalaian di industri farmasi dan tentunya kelalaian ini menimbulkan suatu kondisi yang menyedihkan kita semua. Dan juga ini adalah aspek kesehatan, nyawa dari manusia, jadi ini suatu kejahatan," ungkap perempuan berhijab ini.
Lebih lanjut Penny mengatakan, pihaknya juga telah membicarakan gugatan tersebut kepada Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) untuk mendapatkan pendampingan.
"Iya tadi juga sudah kami bicarakan dan nanti tentunya dari Jamdatun akan membantu mendampingi badan POM dalam hal ini," imbuh Penny.
Sebelumnya, Komunitas Konsumen Indonesia resmi menggugat BPOM RI ke PTUN Jakarta dengan nomor register perkara 400/G/TF/2022/PTUN.JKT pada tanggal 11 November 2022
Ketua Komunitas Konsumen Indonesia, Dr. David Tobing menyatakan, Komunitas Konsumen Indonesia adalah Lembaga Pelindungan Konsumen Swadaya Masyarakat sehingga memiliki legal standing untuk mengajukan Gugatan ke Pengadilan.
"Dalam hal ini kami mengajukan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum Penguasa yang dilakukan oleh BPOM RI," kata David dalam keterangan yang dikutip Selasa (15/11/2022).
Ia menyatakan, gugatan diajukan karena BPOM dinilai melakukan pembohongan publik sehingga cukup beralasan digugat perbuatan melawan hukum.
"Pertama karena tidak menguji sirup obat secara menyeluruh. Pada tanggal 19 Oktober 2022 BPOM RI sempat mengumumkan 5 obat memiliki kandungan cemaran EG/DEG namun pada tanggal 21 Oktober 2022 malah BPOM RI merevisi 2 obat dinyatakan tidak tercemar," kata dia.
Kemudian, pada tanggal 22 Oktober 2022, BPOM RI mengumumkan 133 obat dinyatakan tidak tercemar, kemudian pada tanggal 27 Oktober 2022 menambah 65 obat sehingga 198 obat diumunkan BPOM RI tidak tercemar EG/DEG.
Namun di tanggal 6 November 2022 dari 198 sirup obat yang sebelumnya bebas EG dan DEG, 14 sirup obat diantaranya dinyatakan tercemar EG/DEG.
"Konsumen Indonesia dan masyarakat seperti dipermainkan, pada 6 November 2022 BPOM malah mencabut pernyataan tanggal 28 Oktober 198 Sirup Obat yang dinyatakan tidak tercemar tidak berlaku lagi karena dari 198 terdapat 14 sirup obat tercemar EG/DEG, tindakan tersebut jelas membahayakan karena BPOM RI tidak melakukan kewajiban hukumnya untuk mengawasi peredaran sirup obat dengan baik" ujar Dr.David
Ketiga, tindakan BPOM RI dalam mengawasi sirup obat ini secara tergesa-gesa dan melimpahkan kewajiban hukumnya untuk melakukan pengujian sirup obat kepada industri farmasi merupakan tindakan yang melanggar Asas Umum Pemerintahan Yang Baik yaitu Asas Profesionalitas.
" Badan Publik seperti BPOM itu seharusnya melakukan tugas dan wewenang untuk menguji sendiri bukan diaerahkan ke industri farmasi" tegas Dr David
Selain Asas Profesionalitas,BPOM RI melanggar Asas Kecermatan karena berubah-rubah pengumuman Daftar Sirup Obat yang tercemar dan tidak tercemar EG/DEG serta melanggar Asas Keterbukaan karena Pengumuman Daftar Sirup Obat tersebut membahayakan dan merugikan hajat hidup orang banyak.
"BPOM RI jelas melakukan Perbuatan Melawan Hukum Penguasa karena dari awal tidak inisiatif dan dalam perkembangannya malah melimpahkan kesalahan ke Kemenkes dan Kementerian Perdagangan Dan Perindustrian" kata dia
Dalam Petitum pihaknya berkeinginan agar Majelis Hakim:
1. Menyatakan BPOM RI melakukan Perbuatan Melawan Hukum Penguasa,
2. Menghukum BPOM RI untuk melakukan pengujian seluruh sirup obat yang telah diberikan izin edar serta
3. Menghukum BPOM RI untuk meminta maaf kepada Konsumen Indonesia dan Masyarakat Indonesia.