TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisaris PT Hanson International Tbk yang menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT ASABRI (Persero) tahun 2012-2019, Benny Tjokrosaputro tidak terima atas tuntutan hukuman mati yang diajukan oleh jaksa kepada dirinya.
Dalam sidang pembacaan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Rabu (16/11/2022) kemarin, Benny mencurahkan unek-uneknya setelah
dituntut pidana mati oleh jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung (Kejagung).
Ada lima halaman pledoi pribadi yang dibacakan langsung oleh Benny Tjokro di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Selain itu, ada pula intisari pledoi sebanyak 3.675 lembar yang disampaikan melalui tim penasehat hukumnya.
Baca juga: Bacakan Pembelaan, Benny Tjokro Mengeluh Dirinya Dituntut Lebih Berat dari Direktur ASABRI
Dalam pembelaan pribadinya Benny mengaku dirugikan atas proses hukum yang menurutnya tebang pilih oleh Kejagung.
Sebab, selaku Direktur Utama PT Hanson International ia dituntut lebih berat daripada mantan Direktur Utama PT ASABRI yang menurutnya mempunyai tanggung jawab terkait kasus ini.
"Tuntutan ini jauh lebih berat dari tuntutan yang disampaikan oleh jaksa penuntut umum dalam perkara mantan
Direktur PT ASABRI yang jelas-jelas memiliki kekuasaan dan wewenang untuk menentukan suatu transaksi," ujar Benny.
Dalam perkara ini, mantan Dirut PT ASABRI Adam Rachmat Damiri dan Sonny Widjaja dituntut jaksa dengan pidana masing-masing 10 tahun penjara.
Namun, dalam putusan pengadilan tingkat pertama, keduanya divonis dengan pidana 20 tahun penjara.
"Tuntutan ini jauh lebih berat dari tuntutan yang disampaikan oleh jaksa penuntut umum dalam perkara mantan Direktur PT ASABRI yang jelas-jelas memiliki kekuasaan dan wewenang untuk menentukan suatu transaksi," protes Benny.
Benny juga menilai jaksa hanya menyoroti uang yang dikeluarkan ASABRI yang kemudian dijadikan kerugian negara. Tidak memperhitungkan keuntungan yang didapat.
Baca juga: Dituntut Hukuman Mati, Benny Tjokro Ajukan Pledoi 3.000 Halaman
Benny menyebut jaksa menutup mata terhadap keuntungan yang diperoleh PT ASABRI.
"Selama persidangan ini berlangsung, saya juga menengarai penuntut umum berusaha menghapuskan keuntungan triliunan rupiah yang diterima PT ASABRI dari saya caranya dengan hanya menyebutkan uang keluar dari PT ASABRI tanpa menyebutkan adanya uang diterima oleh PT ASABRI."
"Anehnya hitungan itu kemudian diamini saja oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) seolah-olah PT ASABRI hanya mengeluarkan uang tanpa pernah menerima apa pun," sambungnya.
Benny mengaku semakin tak habis pikir ketika dia dituntut tindak pencucian uang.
Padahal, kata dia, dalam persidangan, telah secara terang benderang diungkapkan posisinya merupakan seorang pengusaha properti dan investor yang memperoleh dana-dana secara sah melalui warisan dari orangtuanya, penjualan properti kepada konsumen, investasi yang dilakukan oleh investor dalam dan luar negeri, dan juga
hubungan kerja sama dengan partnership.
"Semuanya itu tercermin dalam laporan keuangan perusahaan yang selalu diaudit oleh kantor akuntan publik yang bonafide dan juga selalu dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Jadi, jelas bukan hasil korupsi apalagi berasal dari pencucian uang," katanya.
Atas dasar itu, Benny meminta majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya.
"Saya pribadi, keluarga di rumah sangat menanti nantikan putusan dari Yang Mulia majelis hakim, kami mendoakan semoga Yang Mulia majelis hakim diberikan nikmat oleh Tuhan agar dapat memutuskan dengan seadil-adilnya untuk saya pribadi," kata Benny.
Ia menyebut apabila proses penegakan hukumnya tidak tepat sasaran dan cenderung tebang pilih, bagaimana mungkin hukum ditegakkan.
"Walaupun saya kecewa dengan ketidakadilan yang harus dialami dalam proses hukum ini, saya tidak putus asa," kata dia.
Baca juga: Kejaksaan Agung Sita 27 Hektar Tanah Benny Tjokro di Tangerang
"Saya sungguh berharap Yang Mulia majelis hakim dapat memutuskan yang seadil-adilnya untuk mereka yang terkena dampak tersebut," pinta Benny.
Dalam sidang sebelumnya jaksa menuntut majelis hakim agar menghukum Benny dengan pidana mati karena telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT ASABRI tahun 2012-2019.
Selain hukuman pidana mati, jaksa juga menuntut Benny membayar uang pengganti sebesar Rp 5,733 triliun.
Ini merupakan kasus kedua yang menjerat Benny selain korupsi terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Benny bersama sejumlah terdakwa lainnya dinilai terbukti merugikan keuangan negara hingga Rp 22,7 triliun dalam kasus korupsi terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT ASABRI.
Hal itu sebagaimana perhitungan kerugian keuangan negara oleh BPK RI Nomor: 07/LHP/XXI/05/2021 tanggal 17 Mei 2021.
Benny melakukan tindak pidana bersama-sama dengan Dirut PT ASABRI periode 2012-Maret 2016 Adam Rachmat Damiri; Dirut PT ASABRI periode 29 Maret 2016-4 Agustus 2020 Sonny Widjaja; Direktur Keuangan dan Investasi PT ASABRI periode 2012-Juni 2014 Bachtiar Effendi.
Kemudian Kepala Divisi Investasi PT ASABRI periode 2012-2016 Ilham Wardhana Bilang Siregar (almarhum); Direktur Investasi dan Keuangan PT ASABRI periode Juli 2014-Agustus 2019 Hari Setianto.
Lalu Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat dan Presiden Direktur PT Rimo International Lestari
Tbk (RIMO) Teddy Tjokrosapoetro.(tribun network/aci/dod)