TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Forum Koperasi Indonesia (Forkopi) menyampaikan aspirasi penolakan pengawasan koperasi melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagaimana tertuang dalam beberapa ketentuan pasal dalam Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK).
Aspirasi disampaikan melalui audiensi Forkopi ke Fraksi PPP DPR RI, Kamis (17/11/2022) yang diterima Achmad Baidowi selaku Sekretaris Fraksi PPP DPR RI dan Wakil Ketua Baleg DPR RI serta Wartiah Anggota Fraksi PPP DPR RI dan Panja RUU PPSK di lantai 15 Gedung Nusantara 1 DPR RI Senayan, Jakarta.
Mewakili Forkopi dan 15 perwakilan koperasi Indonesia, Ketua Umum Presidium Forkopi, Andy A Djunaid, mengawali penyampaian aspirasi dan pendapat merespon beberapa ketentuan dalam pasal RUU PPSK yang dapat menghilangkan jati diri koperasi.
Andy A Djunaid menyampaikan kegelisahan koperasi atas RUU PPSK.
Andy yang juga Ketua Kospin Jasa Pekalongan ini menyampaikan kekhawatiran jika RUU PPSK terutama pasal 191, 192, dan 298 diberlakukan.
Baca juga: Komisi XI DPR Bakal Bahas Aset Kripto di Bawah Kendali OJK dan BI
Pengawasan koperasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berpotensi untuk menghilangkan jati diri koperasi.
"Sampai saat ini ada 2.300 koperasi yang tergabung di Forkopi dengan anggota lebih dari 30 juta orang. Mereka bergerak masif karena khawatir koperasi akan kehilangan jati dirinya" ujar Andy.
Andy mengatakan, koperasi lahir dari gerakan moral dengan asas kekeluargaan dan kegotongroyongan.
Andy khawatir OJK yang selama ini menerapkan manajemen risiko di lembaga keuangan perbankan dan lembaga keuangan berbasis modal akan mengeliminasi pertimbangan-pertimbangan benefit bagi anggota koperasi.
Baca juga: Fraksi PKS DPR Perjuangkan Koperasi Tidak Diatur dan Diawasi OJK dalam RUU PPSK Omnibus Law Keuangan
Andy mengatakan bahwa pengawasan OJK bukan solusi. Karena sampai saat ini banyak lembaga yang diawasi oleh OJK, yang juga menimbulkan masalah besar bagi nasabahnya. Seharusnya koperasi diperkuat melalui pengawasan Kemenkop.
"Jika saat ini ada 9 koperasi bermasalah maka sebetulnya yang harus dikuatkan adalah Kemenkop yang memang memiliki kewenangan untuk mengawasi koperasi. Kita juga elemen koperasi bisa duduk bersama untuk membentuk pengawasan yang efektif di koperasi tanpa menghilangkan jati diri koperasi" ujarnya lagi.
Sementar itu, Kamaruddin Batubara, mewakili kelompok Koperasi Syariah mengutip artikel Bung Hatta tahun 1943 yang menyatakan banyak orang mendirikan persekutuan perusahaan diberi nama koperasi, tetapi badan itu pada dasarnya bukan koperasi.
Baca juga: Pacu Daya Saing, OJK Dorong Perbankan Percepat Digitalisasi lewat QRIS
Keadaan ini bisa merusak di kemudian hari dan juga mengganggu kesuburan hidup koperasi. Di zaman yang lalu nama koperasi banyak rusak karena hal itu.
Kamaruddin Batubara manambahkan, mengapa ia mengutip pesan Bung Hatta, karena menurutnya lahirnya pasal pasal 191, 192 dan 298 di RUU PPSK tidak lepas dari karena ulah 9 koperasi bermasalah.
"Menurutnya ada 127 ribu koperasi dan 69 ribu koperasi simpan pinjam, di antara ribuan koperasi yang baik hanya segelintir koperasi yang bermasalah," tegas Kamaruddin Batubara.
Kamruddin Batubara menyarankan agar koperasi tetap di bawah Kemenkop UKM terutama koperasi yang hanya melayani anggota saja atau sering disebut dengan close loop model.
Kemudian mewakili Koperasi Kredit, Stephanus, menegaskan dihadapan Fraksi PPP bahwa koperasi adalah kumpulan orang dan baru kemudian kumpulan uang. Bergesernya pengawasan koperasi pada OJK tentu menggeser manajemen risiko yang mempertimbangkan nilai-nilai koperasi menjadi bergeser dengan menempatkan uang di atas segalanya.
Lebih lanjut ia katakan prinsip-prinsip koperasi akan menghilang seiring dengan pemberlakuan manajemen risiko yang semata-mata berbasis uang.
"Kita saat ini memberikan relaksasi namun relaksasi kita berbeda dengan perbankan. Relaksasi kita menghentikan bunga dan memberikan waktu kepada anggota yang sedang bermasalah dalam pinjamannya. Apakah hal seperti ini dimungkinkan di perbankan?" ujar Stephanus.
Gerakan koperasi kredit yang saat ini beranggotakan 3,5 juta orang dipastikan menolak RUU PPSK atau Omnibus Law Sektor Keuangan ini. Ia menegaskan dalam menjalankan tata kelola koperasi yang baik memang harus ada pengawasan.
"Pengawasan menjadi syarat mutlak bagi tata kelola koperasi yang baik namun pengawasan koperasi bersifat self-regulated dalam hal ini pengawasan bisa dilakukan oleh unsur koperasi dan pemerintah yang mengerti bahwa manajemen koperasi bukan hanya untung rugi tetapi berbasis saling dukung dan saling percaya" papar Stephanus.
Berbeda dengan Lembaga Keuangan
Dari PBMTI, Budi Santoso menyampaikan aspirasi dengan menjelaskan apa beda perbankan dengan koperasi.
Menurutnya koperasi melayani anggotanya karena ia juga pemilik dari koperasi, ini tentu beda dengan perbankan yang menempatkan nasabah sebagai pihak lain yang dilayani dan pemilik modal harus diamankan secara ketat dan hanya berhitung soal terminologi bisnis untung rugi semata.
”Di koperasi aspek sosial menjadi pertimbangan selain pertimbangan bisnis,” ujar Budi.
Fraksi PPP DPR RI, melalui Achmad Baidowi menyambut baik penyampaian aspirasi ini dan akan ikut memperjuangkan aspirasi koperasi Indonesia.
"Kami pastikan Fraksi PPP akan terus bersama dengan teman-teman koperasi, kita akan terus menghimpun data dan argumen-argumen memperkuat perjuangan teman-teman koperasi, apalagi saya sendiri juga anggota koperasi," kata Achmad Baidowi.
Achmad Baidowi menambahkan, RUU PPSK disusun dan dirancang di Komisi XI DPR RI. Koperasi sebenarnya berada di Komisi VI. Kenapa kemudian masuk dalam RUU PPSK, karena ada simpan pinjam dalam koperasi sehingga OJK masuk di dalamnya.
Ia juga berharap Forkopi menyampaikan juga kepada fraksi-fraksi lain di DPR RI agar suara pelaku koperasi ini lebih didengar dan keinginan ini bisa diserap dalam undang-undang PPSK nantinya.
Sementara itu, Wartiah menyampaikan terimakasih atas aspirasi dari FORKOPI dana akan ditindaklanjuti dan diikhtiarkan bersama dalam rapat-rapat di DPR RI.
"Kami akan ikhtiarkan bersama, aspirasi koperasi tidak dibawah pengawasan OJK. Ketentuan pasal-pasal dalam RUU PPSK agar dikelaurakan. Aspirasi ini akan kami bahas dalam rapat-rapat di DPR RI," ujar Wartiah.