Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Studi Care Networks Project penelitian komparatif Unika Atma Jaya Jakarta & University of Southampton, UK temukan beberapa permasalahan yang dihadapi oleh lansia di Indonesia.
Hasil riset ini disampaikan oleh Elisabeth Schroeder-Butterfill dari Centre for Research on Ageing Faculty of Social Sciences University of Southampton, United Kingdom.
Pihaknya, melakukan penelitian dengan metode etnografi di lima lokasi, yaitu Baru Sangkar di (Sumatera Barat) Kalianyar (Jakarta), Sleman (Yogyakarta), Malang (Jatim), Alor (NTT).
Baca juga: 4 Tips Agar Lansia Tetap Aktif dan Pede Melakukan Hobi
Pertama, temuan utama yang jadi perhatian adalah saat ini lansia yang mengalami ketergantungan atau tidak dapat keluar dari rumah (housebound).
Kedua, lansia mengalami penurunan akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
"Hal ini disebabkan kurangnya transportasi, kekhawatiran tentang biaya, dan salah satu hal yang fatal yaitu adanya anggapan bahwa masalah kesehatan lansia hanyalah “sakit tua” yang tidak ada obatnya," ungkapnya di Universitas Atmajaya Jakarta, Jumat (18/11/2022)
Dalam kasus tertentu, situasi ini mencegah lansia untuk mendapatkan perawatan atau pergi ke fasilitas kesehatan seperti puskesmas, klinik dan rumah sakit.
Ketiga, kurangnya perhatian medis yang juga dapat mengurangi kualitas hidup lansia.
Temuan lain, yang keempat adalah lansia juga mengalami kesedihan, memiliki sifat keras kepala, atau melakukan tindakan berulang yang membahayakan dirinya sendiri.
Keadaan ini juga dapat membuat pengasuh menjadi frustrasi.
Masalah lain adalah kerap kali terjadi luka baring (dekubitus) pada lansia, sehingga pengasuh berusaha memindahkan lansia dari tempat tidur ke kursi.
Kelima, lansia terkadang mengalami kesulitan keuangan. Padahal, sebagian lansia membutuhkan perawatan jangka panjang.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah orang yang mendampingi lansia juga sudah berusia lanjut.
"Persoalan ini dapat mengakibatkan pengasuh merasa terbebani dan kewalahan," tegas Elizabeth.
Terkait hal ini, ada empat rekomendasi utama bagi para pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan (stakeholders) yang didapatkan dari peneliti.
Pertama, meningkatkan kapasitas Kader dengan memberikan pelatihan tentang perawatan lansia.
Mengingat peran utama lader adalah memantau kesehatan dan kebutuhan lansia.
Sekaligus mendukung dan memberi nasehat kepada pengasuh keluarga, dan menghubungkan mereka dengan layanan kesehatan.
Kedua, adanya kunjungan rumah ke sejumlah kecil lansia yang sudah tidak dapat keluar dari rumah (housebound).
Hal ini bisa menjadi bagian dari tanggung jawab Kader dan tenaga kesehatan yang ada di setiap Puskesmas.
Pendekatan seperti itu juga dilaksanakan dalam Proyek Percontohan Perawatan Jangka Panjang di Yogyakarta dan Bali oleh BAPPENAS bersama SurveyMeter.
Ketiga, lansia di Indonesia membutuhkan dukungan finansial dalam jumlah minimal setiap bulan yang dapat diandalkan dari pemerintah.
Hal ini akan memudahkan keluarga, terutama mereka yang miskin atau berpenghasilan kecil untuk mendapatkan perawatan kesehatan dan nutrisi yang berkualitas baik.
Keempat, lansia dengan ketergantungan dalam kebutuhan perawatan harus diperhatikan di masyarakat dan diperhatikan juga oleh para pembuat kebijakan.
Saat ini lansia lebih sering digambarkan sebagai orang yang aktif, sehat, mampu berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi dan sosial.
Dengan kata lain, gambaran lansia di Indonesia adalah “lansia berpotensi” atau “lansia tangguh”.
Namun dalam kenyataannya, tidak semua lansia dapat memenuhi harapan ini.
Memberi dan menerima perawatan adalah bagian dari kondisi manusia yang perlu diperhatikan dan diperlihatkan.
Bukan sesuatu yang harus diberikan cap buruk atau stigmatisasi.