TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI Penny K. Lukito akhirnya mengakui jika instansi yang dipimpinnya lalai dan melakukan kesalahan dalam pengawasan sistem pasca produksi.
Penny mengatakan, bahwa jauh sebelum munculnya kasus gagal ginjal akut pada anak, ketentuan mengenai batas cemaran EG dan DEG tidak diatur dalam standar farmakope Indonesia maupun internasional.
“Bahwa sebelum kejadian ini, tidak ada ketentuan batas cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) dalam produk obat jadi pada standar farmakope Indonesia maupun internasional. Sehingga tidak ada payung hukum BPOM untuk melakukan pengawasan,” ujar Penny K. Lukito saat konferensi pers BPOM, Kamis (17/11/2022), di Jakarta.
Meskipun belum mempunyai payung hukum untuk melakukan pengawasan terkait ketentuan batas cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) dalam produk obat jadi, bukan berarti BPOM bisa lepas tangan dan serta merta melemparkan bola panas kasus ini ke perusahaan farmasi.
Setiap produk dari perusahaan farmasi, sebelum bisa dijual ke pasar, pasti akan melalui tahap pengecekan dan pengawasan dari BPOM. Jika produk itu sudah dinilai aman oleh BPOM, segera produk itu akan mendapatkan NIE (Nomor Ijin Edar) yang dikeluarkan BPOM.
Atas dasar ingin lepas dari tanggung jawab inilah dan secara langsung menunjuk dan mempidana perusahaan farmasi inilah yang membuat berang anggota DPR RI.
Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Gerindra Andre Rosiade, pernah secara terang-terangan mendesak Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito dipecat dari posisinya.
"BPOM ini salah, kita rekomendasi sama Presiden Jokowi, ganti itu Kepala BPOM. Ini sudah 170-an orang meninggal. Enggak ada otaknya Pak, pejabat Republik Indonesia tidak tanggung jawab soal itu," kata Andre beberapa waktu yang lalu.
Terkait desakan agar dirinya segera dipecat, Penny K. Lukito menanggapi dengan santai desakan mundur dari berbagai elemen termasuk beberapa anggota DPR. Meskipun sudah mengakui lalai dalam pengawasan, Penny K. Lukito tetap tidak merasa kecolongan karena menurutnya, BPOM tidak terlibat dalam pengawasan bahan pelarut yang digunakan oleh industri farmasi.
Sebelumnya, BPOM digugat oleh Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas tuduhan telah melakukan tindakan pembohongan publik dan tidak menjalankan fungsi pengawasan terhadap peredaran obat sirup.
Baca juga: Respons Kepala BPOM Digugat ke Pengadilan dan Didesak Mundur dari Jabatannya
Gugatan KKI tersebut telah tercatat dengan nomor register perkara 400/G/TF/2022/PTUN.JKT. Dalam tuntutannya, BPOM diminta melakukan permohonan maaf secara terbuka kepada publik karena dinilai lalai terkait pengawasan obat sirup.
"Tidak apa-apa. Silakan saja (ajukan) gugatan itu, tetapi kami belum mendengar," tutup Penny. (*)