TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bareskrim Polri menaikan proses kasus dugaan tambang ilegal di Kalimantan Timur ke tahap penyidikan.
Ini artinya, telah ditemukan dugaan tindak pidana pada kasus yang melibatkan mantan anggota Polisi Polres Samarinda, Ismail Bolong tersebut.
"Sudah penyidikan," kata Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri Brigjen Pipit Rismanto, Kamis (1/12/2022).
Meski demkian,tidak dijelaskan secara rinci oleh Pipit terkait temuan yang membuat kasus ini dinaikaan ke tahap penyidikan.
Dia hanya menuturkan bahwa pihaknya telah melayangkan panggilan ke sejumlah saksi untuk diperiksa terkait kasus dugaan tambang ilegal.
Di antaranya, lanjut dia, yakni Ismail Bolong dan beberapa anggota keluarganya.
Pipit pun mengklaim istri dan anak dari Ismail Bolong telah dipastikan bakal menghadiri pemeriksaan di Bareskrim Polri pada hari ini.
"Hari ini terkonfirmasi akan hadir istri dan anak IB memenuhi panggilan di Bareskrim," kata Pipit.
Baca juga: Profil Ismail Bolong, Ucap Kabareskrim Terlibat Kasus Dugaan Tambang Ilegal, Kini Terancam Tersangka
Gelar perkara penentu nasib Ismail Bolong
Lebih lanjut Brigjen Pipit Rismanto mengatakan bahwa gelar perkara bakal dilakukan seusai penyidik memeriksa istri dan anak Ismail Bolong pada hari ini, Kamis (1/12/2022).
"Iya, mudah-mudahan hari ini ada kejelasan nanti kita gelar perkara," kata Pipit kepada wartawan.
Pipit menuturkan bahwa penyidik nantinya akan menetapkan Ismail Bolong menjadi tersangka seusai gelar perkara.
Apalagi, Ismail Bolong juga belum kunjung memenuhi pemeriksaan di kasus tersebut.
"Langsung kalau enggak segera ini kita tetapkan tersangka langsung. Tapi tunggu dulu, enggak usah kepo dulu. Ini kalian langsung buka-buka, ini belum tuntas, kalian sudah ramai terus, ya orang (Ismail Bolong) enggak datang-datang ini. Sabar ya," tukasnya.
Pernyataan Ismail Bolong seret nama Kabareskrim
Berawal dari pengakuannya yang viral pernah menyetor uang tambang ilegal pada perwira tinggi Polri, Ismail Bolong kini terancam menjadi tersangka.
Berikut ini pengakuan Ismail Bolong yang viral terkait aktivitas tambang baru bara di Kalimantan Timur:
Terkait adanya penambangan batu bara di wilayah Kalimantan Timur, bahwa benar saya bekerja sebagai pengepul batu bara dari konsesi tanpa izin, dan kegiatan tersebut tidak dilengkapi surat izin di daerah Santan Ulu, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kukar, wilayah hukum Polres Bontang, sejak bulan Juli tahun 2020 sampai dengan bulan November 2021.
Dalam kegiatan pengepulan batu bara ilegal ini, tidak ada perintah dari pimpinan. Melainkan atas inisiatif pribadi saya. Oleh karena itu, saya menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas tindakan yang saya lakukan.
Keuntungan yang saya peroleh dari pengepulan dan penjualan batu bara berkisar sekitar Rp 5 sampai 10 miliar dengan setiap bulannya.
Terkait kegiatan yang saya laksanakan, saya sudah berkoordinasi dengan Kabareskrim, yaitu ke Bapak Komjen Pol Agus Andrianto dengan memberikan uang sebanyak tiga kali.
Yaitu pada bulan September 2021 sebesar Rp 2 miliar, bulan Oktober 2021 sebesar Rp 2 miliar, dan bulan November 2021 sebesar Rp 2 miliar.
Uang tersebut saya serahkan langsung kepada Komjen Pol Agus Andrianto di ruang kerja beliau setiap bulannya, sejak bulan Januari 2021 sampai dengan bulan Agustus yang saya serahkan langsung ke ruangan beliau.
Sedangkan untuk koordinasi ke Polres Bontang, saya pernah memberikan bantuan sebesar Rp 200 juta pada bulan Agustus 2021 yang saya serahkan langsung ke Kasatreskrim Bontang AKP Asriadi di ruangan beliau.
Saya mengenal saudara dan Tampoli yang pernah menjual batu bara ilegal yang telah saya kumpulkan kepada saudari Tampolin sejak bulan Juni 2020 sampai dengan bulan Agustus tahun 2021. Demikian yang saya sampaikan. Terima kasih, jenderal.
Ucapan Ismail Bolong kunci perseteruan Ferdy Sambo dan Kabareskrim
Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto membantah Ferdy Sambo yang menyatakan dirinya pernah diperiksa di kasus tambang batu bara ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim).
Agus menuturkan dirinya tak pernah diperiksa di kasus tambang ilegal tersebut. Sebaliknya, pernyataan yang diungkap Ferdy Sambo dinilai tak benar.
"Seingat saya gak pernah ya. Saya belum lupa ingatan," kata Agus saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Selasa (29/11/2022).
Lebih lanjut, Agus pun menantang agar Ferdy Sambo membuka hasil berita acara pemeriksaan (BAP) yang menunjukkan dirinya pernah diperiksa di kasus tambang ilegal.
"Kalau sudah (diperiksa) kan bisa dikeluarkan saja berita acara pemeriksaanya. Kalau pernah kan pasti dia keluarkan. Kecuali berita acara karangan ya," tukasnya.
Baca juga: Ferdy Sambo Blak-blakan Sebut Kabareskrim dan Ismail Bolong Sempat Diperiksa Kasus Tambang Ilegal
Diberitakan sebelumnya, Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo menyebut kalau Kabareskrim Polri Komjen pol Agus Andrianto dan Ismail Bolong pernah diperiksa atas dugaan adanya tambang batubara ilegal di Kalimantan Timur.
Sambo menyebut, saat itu dirinya yang menjabat sebagai Kadiv Propam Polri telah membuat laporan resmi dan sudah disampaikan ke pimpinan Polri.
"Gini, laporan resmi kan sudah saya sampaikan ke pimpinan secara resmi ya, sehingga artinya proses di Propam sudah selesai itu melibatkan perwira tinggi," kata Ferdy Sambo di sela persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (29/11/2022).
Kendati untuk langkah tindak lanjut atas kasus tersebut, Ferdy Sambo menyebut kalau itu sudah menjadi wewenang pejabat Polri saat ini.
Terpenting kata dia, Ismail Bolong bersama Kabareskrim sudah sempat diperiksa saat itu dan proses selanjutnya akan ditangani oleh beberapa instansi termasuk Polri.
"Nah selanjutnya, kalo misalnya akan ditindaklanjuti silahkan tanyakan ke pihak berwenang. karena instansi instansi lain yang akan melakukan penyelidikan," kata Sambo.
"Iya sempet (diperiksa Ismail Bolong dan Kabareskrim)," sambungnya.
Dirinya juga membantah kalau kasus ini tidak ditindaklanjuti, sebab, saat dirinya menjabat sudah ada laporan terkait kasus ini.
"Laporan resmikan sudah saya buat, intinya kan seperti itu, jadi bukan tidak tindak lanjuti," tukasnya.
Kapolri Didesak Nonaktifkan Kabareskrim
Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo untuk menonaktifkan Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto.
Penonaktifan ini dilakukan menyusul adanya kasus dugaan penerimaan dana praktik tambang ilegal.
Kasus ini mencuat setelah video pengakuan mantan personel Polres Samarinda Ismail Bolong viral di media sosial.
Dalam pengakuan tersebut, Ismail mengatakan telah menyetorkan sejumlah uang kepada Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto, yakni sebesar Rp 6 miliar.
Uang tersebut disebut-sebut adalah uang hasil tambang batu bara ilegal.
Meskipun setelahnya muncul video klarifikasi Ismail Bolong yang mengatakan bahwa hal tersebut adalah rekayasa karena mendapatkan tekanan dari Eks Karopaminal Hendra Kurniawan.
Namun, banyak pihak justru mendesak Kapolri untuk mengusut tuntas kasus tersebut.
Termasuk Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso, pihaknya meminta Kapolri untuk sementara melakukan penonaktifan kepada Kabareskrim.
Hal ini dilakukan untuk dapat menjaga kesewenangan jabatan.
Terlebih jika ada potensi Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto diperiksa.
"IPW sejak awal mengusulkan bahwa Kabareskrim dinonaktifkan lebih dulu ya sementara."
"Supaya ada satu jarak antara kewenangannya dengan potensi dirinya diperiksa," pinta Sugeng Teguh dikutip dari Kompas Tv.
Terlebih hal ini juga sangat berkaitan dengan citra dan marwah Polri.
Polri justru harus siap melakukan penyelidikan untuk menjawab rasa penasaran masyarakat.
Polri harus pula berjuang untuk mengembalikan citranya setelah kasus Eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo terjerat kasus hukum pembunuhan.
"Fenomena munculnya isu penerimaan dana yang diduga gratifikasi atau suap dalam kegiatan dugaan perlindungan terhadap praktik tambang ilegal ini membuat penilaian masyarakat buruk kepada Polri."
"Tetapi ini juga bisa menjadi momentum untuk Polri mendapatkan kepercayaan publik."
"Tinggal bagaimana institusi Polri dalam hal ini Kapolri mengelola masalah ini," lanjut Sugeng.
Menurut Sugeng, Polri adalah lembaga penegak hukum, maka tata kelola yang dilakukannya juga harus melalui proses dan prosedur hukum.
"(Yakni) dengan membuka satu proses penyelidikan," sambung Sugeng.
Lebih lanjut, Sugeng berharap proses penyelidikan ini juga melibatkan sejumlah pihak luar.
Adapun setidaknya pada penyelidikan ini juga melibatkan Kompolnas.
"IPW mendorong bahwa pemeriksaan ini dilakukan sebagai tim khusus gabungan eksternal internal, setidak-tidaknya komponen (dari luar Polri) ada di sana untuk satu proses akuntabilitas dan transparansi."
"Karena dengan adanya komponen ada check and balance."
"Apalagi ya karena dugaan ini terkait dengan dugaan suap atau gravitasi terhadap beberapa oknum Polri, di sana kan ada fungsi reserse, supaya tim ini mendapatkan satu kepercayaan publik," jelas Sugeng. (*)