News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

RUU KUHP

Pegiat HAM: Pasal Karet KUHP Bahaya di Tangan Kepolisian

Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Aksi unjuk rasa aliansi masyarakat sipil menolak pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( RKUHP ) menjadi undang-undang oleh DPR di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (6/12/2022). Mereka mendirikan tenda di depan Gedung DPR sebagai simbol penolakan. Tribunnews/Jeprima

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mario Christian Sumampow

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pegiat hak asasi manusia (HAM), Asfinawati, menyoroti penerapan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang kelak akan diacu oleh kepolisian.

Asfinawati punya beberapa kekhawatiran atas hal tersebut.

Sebab, menurutnya, KUHP yang telah disahkan oleh DPR RI ini dianggap masih banyak celah multitafsir dan pasal-pasal bermasalah.

Kekhawatiran ini juga ditambah dengan kinerja kepolisian yang kerap disorot karena bermasalah secara internal dan dinilai tidak akuntabel.

"Ini artinya menyerahkan terlalu besar kewenangan kepada kepolisian. Itu terlalu berbahaya, karena setting organisasi kepolisian tidak membuat mereka akuntabel, tidak ada pengawas eksternal," ujar Asfi kepada awak media, Rabu (7/12/2022), di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.

Baca juga: Stafsus Presiden Pastikan Pasal Perzinaan KUHP Tak Berdampak Negatif pada Pariwisata dan Investasi

Eks Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) ini juga menganggap Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) tidak dapat dianggap pengawas eksternal, berbeda dengan Dewan Etik KPK.

Sementara itu, pengawasan internal melalui Divisi Propam dianggap juga tidak ideal karena secara kepangkatan Kepala Divisi Propam ada di bawah Kabareskrim dan Kapolri.

"Dan pengawas internalnya tidak efektif. Kalau efektif, kan tidak ada kasus Ferdy Sambo," ujarnya.

Asfi menjelaskan beberapa perkara yang melibatkan kepolisian di mana penghilangan barang bukti telah beberapa kali terjadi.

Hal tersebut dianggap sudah cukup mencerminkan Polri punya masalah akuntabilitas sejak lama, atau dalam istilah Asfinawati "sudah berlangsung puluhan tahun dan tidak pernah berubah karakternya".

"Masak kayak gitu (penerapan KUHP yang multitafsir) mau diserahkan ke mereka membuat diskresi yang besar dengan pasal-pasal yang multitafsir tadi ya, karet tadi, yang berlebih-lebihan, tidak pas, tidak lengkap," kata dia.

Sebagai informasi, KUHP baru telah disahkan DPR RI sebagai undang-undang lewat Rapat Paripurna yang berlangsung kemarin, meskipun sejumlah pasal-pasal bermasalah dinilai masih bertebaran di dalamnya.

Selain penghinaan kekuasaan, pasal-pasal bermasalah lain di antaranya soal living law, hukuman mati, larangan penyebaran "paham tak sesuai Pancasila", penghinaan peradilan, kohabitasi, larangan unjuk rasa, pelanggaran HAM berat masa lalu, dan ancaman pidana korupsi.

KUHP ini juga dianggap berperan pada sulitnya upaya menghukum korporasi kelak.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini