News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Rancangan KUHP

RKUHP: Pawai, Unjuk Rasa, Demonstrasi Tanpa Izin Dipenjara 6 Bulan atau Denda Rp 10 Juta

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Demo pengesahan Rancangan Kitab Undang Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi Undang Undang di gedung DPR RI Jakarta, Selasa (6/12/2022). RKUHP yang baru mengatur tentang penyelenggaran pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi yang termaktub dalam Pasal 256.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang baru disahkan turut mengatur tentang penyelenggaran pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi.

Ancaman pidana tentang penyelenggaran pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi termaktub dalam Pasal 256.

Bunyi Pasal 256 sebagai berikut:

"Setiap Orang yang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang berwenang mengadakan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi di jalan umum atau tempat umum yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II (Rp10.000.000). "

DPR RI dan pemerintah akhirnya mengesahkan RKUHP menjadi undang-undang dalam rapat paripurna yang digelar di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (6/12/2022).

Dengan demikian beleid hukum pidana terbaru itu akan menggantikan KUHP yang merupakan warisan kolonialisme Belanda di Indonesia.

"Kami menanyakan kembali kepada seluruh peserta sidang apakah Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?" tanya Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad selaku pimpinan rapat paripurna.

"Setuju!' jawab peserta.

Baca juga: Dasco Soal Debat dengan Anggota Fraksi PKS: Bukan Catatan yang Disampaikan, Tapi Minta Cabut Pasal

Lalu, Sufmi Dasco mengetukkan palu sebagai tanda sahnya RKUHP jadi undang-undang. 

Selanjutnya, KUHP terbaru itu diserahkan ke pemerintah untuk diteken Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan diberi nomor untuk masuk ke dalam lembar negara.

Sebagai informasi, paripurna untuk pengesahan yang terus tertunda sejak mendekati akhir masa bakti DPR periode 2014-2019 karena gelombang aksi itu dikebut meskipun masih banyak pasal yang dinilai publik bermasalah atau kontroversial.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini