TRIBUNNEWS.COM - Ketua Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Benny Mamoto mengatakan pihaknya siap mengawal kasus tambang ilegal Ismail Bolong yang kabarnya menyeret nama Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto.
Pengawalan ini dilakukan agar proses penyidikan dilakukan secara profesional dan transparan.
"Kami dari Kompolnas akan mengawal, me-supervisi, kami juga akan koordinasi nanti terkait bagaimana proses penyidikannya, kendalanya dan sebagainya, (tujuannya) untuk memastikan proses penyidikan ini dilakukan secara profesional dan transparan," kata Benny dikutip dari Kompas Tv.
Sebagaimana diketahui polisi saat ini telah menetapkan Ismail Bolong beserta dua tersangka lain dalam kasus tambang ilegal di Kalimantan Timur.
Namun, hingga kini polisi belum juga mengumumkan perkembangan kasus dugaan gratifikasi yang dilakukan Ismail Bolong.
Benny mengungkapkan dalam proses penyedlidikan diperlukan adanya kehati-hatian, terlebih kasus gratifikasi dan suap-menyuap.
Baca juga: Berawal dari Video Viral, Alami Stress, Kini Ismail Bolong Jadi Tersangka Tambang Ilegal
Sebab, yang namanya suap atau gratifikasi itu, barang bukti pasti sulit ditemukan.
Sehingga seringkali penangkapan kasus suap atau gratifikasi itu dilakukan dengan sistem operasi tangkap tangan (OTT) karena pada saat itu barang bukti pasti ditemukan.
Berbeda dengan kasus Ismail Bolong ini yang mulai mencuat setelah viralnya video pengakuan mantan anggota polisi yang bertugas di Polda Kalimantan Timur.
"Proses penyidikan yang sedang dilaksanakan dengan menahan tersangka Ismail bolong ini adalah dalam rangka membuktikan bahwa benar ada tambang ilegal."
"Yakni dengan disitanya beberapa peralatan kemudian, buku, handphone, sim card dan sebagainya, ini untuk membuktikan bahwa betul ada tambang ilegal yang ditangani oleh Ismail Bolong."
"Baru nanti rekeningnya, jumlahnya berapa, sejak kapan beroperasi, kenapa tidak ada tindakan dari aparat, siapa yang membekingi, siapa yang melindungi dan sebagainya."
Baca juga: Tersangka, Ismail Bolong Dijerat 3 Pasal, Terancam 5 Tahun Penjara dan Denda Rp 100 Miliar
"Barulah kemudian nanti proses berikutnya larinya uang itu kemana ini," jelas Benny.
Tentunya, kata Benny, nanti perlu melibatkan PPATK untuk membuktikan aliran dana tersebut.