Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bharada Richard Eliezer alias Bharada E mengungkap aktivitas Putri Candrawathi saat dalam perjalanan dari Magelang Jawa Tengah menuju rumahnya di Jalan Saguling Jakarta pada 7 Juli 2022.
Bharada E mengatakan bahwa Putri sempat terlihat menangis pada awal perjalanan dari Magelang.
Dia melihat kejadian itu karena saat itu satu mobil dengan Putri Candrawathi menuju Jakarta.
"Jadi di situ jalanlah kita Yang Mulia sama Patwal (kendaraan pengawal) dari Magelang pakai mobil. Sudah jalan dari Magelang ke Jakarta, sebelum bertanya minta petunjuk nengok ke belakang Ibu sedang nangis. Lalu saya urungkan niat saya nanti saya lah. Kalau sudah agak reda (nangis)," kata Bharada E saat bersaksi di persidangan di PN Jakarta Selatan, Selasa (13/12/2022).
Baca juga: Bharada E Ketakutan Saat Lihat Ferdy Sambo Marah Lalu Menangis
Bharada E mengatakan bahwa Putri Candrawathi menangis tak berlangsung lama.
Setelah itu, Putri pun mulai memutar musik sepanjang perajalanan.
Sebaliknya, Putri tak terlihat menelepon siapa pun selama di perjalanan.
Dia hanya terlihat mendengar musik saja selama di perjalanan menuju Jakarta.
"Ada sempat Ibu menyetel musik. Sepanjang di mobil tidak ada (menelepon seseorang). Hanya suara musik saja," pungkasnya.
Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.