Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Tim Khusus Pemenangan Partai Buruh Said Salahudin menilai dampak dari pendeknya masa kampanye akan mengakibatkan rawannya gesekan antar partai politik (Parpol).
Pendeknya masa kampanye, kata Said, dapat menyebabkan Parpol mencari cara alternatif untuk memperkenalkan diri kepada masyarakat melalui kegiatan sosialisasi yang dilakukan sebelum dimulainya masa kampanye.
"Problemnya, kegiatan sosialisasi seringkali dipahami secara keliru oleh masyarakat dengan mempersamakan maknanya dengan kegiatan kampanye," kata Said dalam keterangannya, Sabtu (17/12/2022).
"Kesalahpahaman ini tak jarang bahkan muncul di lingkungan lembaga pengawas Pemilu," lanjut dia.
Sehingga, lanjutnya, Parpol baik secara langsung atau dengan meminjam tangan masyarakat dapat saja melapor kepada Bawaslu terkait kegiatan sosialisasi Parpol lain.
Baca juga: Ketua Bawaslu Harap Data IKP 2024 Bisa Bantu Cegah Konflik dan Pelanggaran Pemilu Serentak
"Dengan mengajukan alasan parpol tersebut telah melakukan kegiatan kampanye diluar jadwal," jelas Said.
Terhadap kondisi tersebut, Said melihat Parpol yang dilaporkan tentu mengalami kerugian karena merasa citra mereka telah dirusak oleh laporan yang dilayangkan.
Situasi ini lalu dapat memicu perlawanan dari parpol yang dilaporkan.
Baca juga: Susunan Pengurus Partai Buruh yang Jadi Peserta Pemilu 2024, Dipimpin Said Iqbal
"Aksi saling lapor bahkan saling serang antar-parpol dikhawatirkan dapat mengarah pada suasana Pemilu yang kurang kondusif. Eskalasi kerawanan pemilu dikhawatirkan menjadi semakin meningkat ketika laporan yang bermotifkan politik tersebut secara serampangan diproses oleh Bawaslu dan menjadi isu di pemberitaan," kata Said.
Kesalahpahaman ini juga berpotensi menggeser dan bahkan memperluas spektrum konflik yang semula hanya antar-parpol menjadi ketegangan antara partai politik versus Bawaslu.
Baca juga: Eks Anggota KPU Desak Aktor di Balik Dugaan Manipulasi Data Verifikasi Parpol Pemilu 2024 Diproses
"Berdasarkan pengalaman, saya banyak menemukan kasus dimana Bawaslu seringkali gagal membedakan antara kegiatan kampanye dan kegiatan sosialisasi partai politik," katanya
"Hal ini tentu sangat berbahaya karena apabila kegiatan sosialisasi dimaknai sebagai kegiatan kampanye, maka kegiatan sosialisasi yang dilakukan sebelum dimulainya masa kampanye berpotensi digolongkan sebagai tindak pidana pemilu oleh Bawaslu," tambah dia.
Untuk diketahui, merujuk ketentuan Pasal 276 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2022 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (Perppu 1/2022) dan Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024 (PKPU 3/2022), masa Kampanye legislatif nantinya hanya akan berlangsung selama 52 hari saja.
Masa Kampanye pemilihan umum Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota di Pemilu 2009 berlangsung selama 299 hari atau hampir 10 bulan lamanya.
Dalam Pemilu 2014 dilaksanakan 450 hari atau 15 bulan dan di Pemilu 2019 digelar selama 203 hari atau kurang lebih 7 bulan.