TRIBUNNEWS.COM - Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, menekankan pentingnya digitalisasi sebagai satu di antara upaya untuk mencegah korupsi.
Hal ini disampaikan Luhut Binsar Pandjaitan saat memberikan pidato di Launching Stranas PK Tahun 2023-2024, di kawasan Thamrin, Jakarta, Selasa (20/12/2022).
Dalam pidatonya, Luhut Binsar Pandjaitan menyinggung agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak terlalu mudah melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT).
Menurutnya, OTT yang dilakukan KPK akan membuat citra negara Indonesia jelek di mancanegara.
"Kita tidak usah bicara tinggi-tinggi. OTT OTT itu kan tidak bagus sebenarnya. Buat negeri ini jelek banget."
"Tapi kalau kita digitalisasi, siapa yang mau melawan kita," kata Luhut Binsar Pandjaitan.
Pernyataan Luhut Binsar Pandjaitan terkait OTT KPK tersebut mendapat tanggapan dari sejumlah pihak.
Lantas, siapa saja pihak yang menyampaikan tanggapannya?
ICW
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, menyebut KPK tidak boleh diintervensi kekuasaan mana pun, termasuk pihak eksekutif.
“OTT tidak boleh dicampuri oleh cabang kekuasaan mana pun, termasuk eksekutif, apalagi Saudara Luhut,” ujar Kurnia dalam keterangan tertulis, Rabu (21/12/2022), dikutip dari Kompas.com.
Baca juga: Kaleidoskop 2022: Daftar Hitam Kepala Daerah Terjerat OTT dan Jadi Pesakitan KPK Sepanjang 2022
ICW lalu meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegur Luhut Binsar Pandjaitan dan meminta menterinya itu tidak mencampuri penegakan hukum.
Sebab, kata Kurnia, OTT merupakan satu di antara langkah KPK menindak dugaan perilaku korupsi.
ICW pun menilai, OTT terbukti ampuh membersihkan seluruh cabang kekuasaan, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.
“Apakah Saudara Luhut Binsar tidak senang jika KPK, yang mana merupakan representasi negara, melakukan pemberantasan korupsi?” lanjut Kurnia.
Legislator PKS
Anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera, juga mengkritisi pernyataan Luhut Binsar Pandjaitan soal OTT KPK.
Mardani menilai, seharusnya Luhut mendukung penuh aksi pemberantasan korupsi agar pelaku tindak pidana korupsi takut.
"Ini pernyataan yang aneh. Mestinya aksi berantas korupsi didukung."
"OTT bagus untuk membuat pelaku korupsi jadi takut," ungkapnya, Selasa (20/12/2022).
Baca juga: Pro Kontra Pernyataan Luhut soal OTT KPK Perburuk Citra Negara, Sebut Digitalisasi Sistem Solusi
Mardani kemudian meminta Luhut agar menjelaskan pernyataannya agar tak terkesan melemahkan upaya pemberantasan korupsi.
"Pak LBP perlu menjelaskan maksudnya."
"Jangan justru terkesan melemahkan aksi pemberantasan korupsi," imbuhnya.
Abraham Samad
Mantan Ketua KPK, Abraham Samad, juga memberikan tanggapan atas pernyataan Luhut Binsar Panjaitan.
Abraham Samad mengatakan, OTT yang dilakukan KPK merupakan hal yang wajar.
Mengingat, OTT merupakan bagian dari upaya law enforcement atau penegakan hukum sesuai tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) KPK.
"Jadi tetap dalam konteks law enforcement itu dibolehkan," jelasnya saat ditemui setelah acara Peluncuran Aplikasi Cek Pemilu 2024, Selasa.
Baca juga: Luhut Kritik KPK yang Lakukan OTT Terlalu Sering: Buat Negeri Ini Jelek Banget
Namun, lain halnya apabila OTT disalahgunakan untuk kepentingan lain.
"Itu mungkin yang jadi problem (masalah)" jelas Abraham Samad.
Novel Baswedan
Eks Penyidik KPK, Novel Baswedan, tidak setuju apabila OTT KPK disebut membuat nama Indonesia jelek.
Meski begitu, Novel Baswedan menilai, KPK saat ini cenderung kurang maksimal dalam memberantas rasuah di dalam negeri.
Hal itu, menurutnya, yang membuat citra Indonesia di kancah internasional kurang positif.
“Kalau dikatakan OTT membuat nama negara jelek, saya kira tidak ya,” ujar Novel Baswedan, Selasa.
“Apakah masih belum bisa memahami dampak dari korupsi yang begitu besar,” lanjut dia.
Baca juga: Sebut e-Katalog Sarang Korupsi, OTT KPK Bikin Negara Jelek, Kelakar Luhut: Kalau Mau Bersih di Surga
Novel Baswedan menjelaskan, pemberantasan korupsi dapat dilakukan dengan tiga pola secara bersamaan yakni penindakan, pencegahan, dan pendidikan.
Apabila fase penindakan tidak dilakukan, pencegahan dan pendidikan tidak akan berdampak efektif.
“Contoh soal e-katalog, ternyata banyak modus korupsi dilakukan dengan 'mengakali' sistem e-katalog,” papar Novel Baswedan.
(Tribunnews.com/Nuryanti/Larasati Dyah Utami/Fersianus Waku/Ashri Fadilla/Naufal Lanten) (Kompas.com/Syakirun Ni'am)