News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kaleidoskop 2022

Kaleidoskop 2022: Kasus-kasus Kriminal Oknum Anggota yang Mencoreng Citra Polri

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Wahyu Gilang Putranto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Momen dimana terdakwa Ferdy Sambo saat akan menghadiri sidang lanjutan di persidangan pembunuhan berencana Brigadir Nofriansah Yosua Hutabarat (Brigadir J) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (8/11/2022). Tribunnews.com merangkum 4 kasus kriminal oknum anggota yang telah mencoreng citra Polri pada tahun 2022.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tahun 2022 bisa jadi merupakan tahun yang berat bagi institusi Polri. Betapa tidak, banyak kasus-kasus kriminal oknum anggotanya yang telah mencoreng citra Korps Bhayangkara.

Namun, ada beberapa kasus oknum anggota Polri itu yang menjadi sorotan dan terus diperbincangkan masyarakat Indonesia. Pasalnya, kasus kriminal itu justru dilakukan oleh seorang jenderal polisi yang memiliki jabatan strategis di institusi Polri.

Tribunnews.com pun merangkum 4 kasus kriminal oknum anggota yang telah mencoreng citra Polri pada tahun 2022, sebagai berikut:

1. Kasus Pembunuhan Berencana Brigadir J oleh Ferdy Sambo

Kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J bisa jadi menjadi kasus yang teranyar pada 2022. Bukan tanpa sebab, kasus pembunuhan itu diotaki oleh Eks Kadiv Porpam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo.

Baca juga: Pengakuan Ferdy Sambo soal Beri Perintah ke Bawahan, Yakin Anak Buahnya Tak Ada yang Berani Menolak

Adapun Brigadir J merupakan ajudan Ferdy Sambo yang telah menemani atasannya itu sejak masih menjabat sebagai Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri.

Namun nahas, Brigadir J tewas ditembak di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022 lalu.

Sambo pun juga memakai tangan para ajudannya untuk membantu agar niat jahatnya membunuh Brigadir J berjalan mulus. Satu di antaranya Sambo meminta salah satu ajudannya Bharada Richard Eliezer alias Bharada E untuk menjadi ekskutor menembak Brigadir J hingga tewas.

Meskipun belakangan terungkap, Ferdy Sambo diduga kuat melakukan penembakan 'penutup' saat Brigadir J dalam kondisi tersungkur. Tembakan tersebut pun menembus kepala bagian belakang Brigadir J hingga akhirnya dinyatakan tewas.

Adapun pembunuhan berencana itu disebut karena Ferdy Sambo merasa kesal lantaran Brigadir J diklaim telah melecehkan istrinya, Putri Candrawathi saat di rumah pribadinya di Magelang, Jawa Tengah. Adapun kejadian pelecehan seksual itu diketahui Sambo dari cerita sang istri yang melaporkan kejadian tersebut.

Namun, pelecehan seksual ini menjadi pertanyaan oleh banyak pihak dan masyarakat luas. Pasalnya, belum ada saksi yang melihat adanya pelecehan seksual itu dan tak adanya hasil visum yang menunjukkan Putri Candrawathi telah dilecehkan saat di Magelang.

Baca juga: Ahli Forensik Digital Jelaskan Mekanisme Pemeriksaan FIle CCTV Rumah Ferdy Sambo

Namun, Ferdy Sambo mengatakan pelecehan seksual terhadap istrinya tak mungkin salah. Bahkan, hal tersebut diklaim didukung oleh keterangan ahli psikolog yang dihadirkan di persidangan.

"Itu kan sudah disampaikan di persidangan, bahwa keterangan psikolog sudah jelas ada peristiwa di Magelang, perkosaan kepada istri saya," kata Ferdy Sambo seusai persidangan di PN Jakarta Selatan, Kamis (22/12/2022).

Ferdy Sambo juga memberikan tanggapan terhadap pihak yang masih tak percaya terkait pelecehan seksual yang dialami istrinya tersebut. Dia hanya berdoa hal itu tak terjadi kepada keluarganya.

"Kalau ada orang yang tidak percaya ya saya berdoa itu semoga tidak terjadi pada istri atau keluarganya," tukasnya.

Tak hanya Ferdy Sambo, kasus ini pun turut menjerat lima orang lainnya menjadi terdakwa. Mereka adalah Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada E yang juga turut didakwa melakukan pembunuhan berencana.

Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.

2. Kasus Obstruction of Justice Penyidikan Pembunuhan Brigadir J

Tersangka kasus obstruction of justice pada kasus pembunuhan berencana Brigadir J atau Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Baiquni Wibowo, Chuck Putranto, Irfan Widyanto, dan Arif Rahman Arifin (rompi merah, kiri ke kanan) ditunjukkan petugas kepada awak media di depan lobi Gedung Jampidum Kejaksaan Agung RI, Jakarta Selatan, Rabu (5/10/2022). (TRIBUNNEWS/JEPRIMA)

Drama kasus pembunuhan Brigadir J yang diotaki Ferdy Sambo ternyata membuka kotak pandora baru. Seusai mengeksekusi ajudannya itu, Ferdy Sambo ternyata sempat berupaya menutupi kasus tersebut dengan melakukan sejumlah penghilangan barang bukti rekaman CCTV.

Lagi-lagi, Ferdy Sambo menggunakan tangan anak buah dan juniornya di Propam hingga Bareskrim Polri untuk melakukan penyisiran CCTV tersebut. Setidaknya ada enam orang perwira tinggi (pati) Polri dan perwira menengah Polri yang terseret dalam kasus tersebut.

Mereka adalah Eks Karo Paminal Propam Polri Brigjen Hendra Kurniawan, Eks Kaden A Ropaminal Div Propam Polri Kombes Agus Nurpatria, dan Eks Koordinator Sekretaris Pribadi (Korspri) Sambo Kompol Chuck Putranto. 

Lalu, Eks Kepala Sub Unit I Subdirektorat III Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri AKP Irfan Widianto, Eks Wakaden B Ropaminal Divpropam Polri AKBP Arif Rahman Arifin, dan Eks Kasubbagriksa Baggak Etika Rowabprof Divisi Propam Polri Kompol Baiquni Wibowo.

Baca juga: Terseret Kasus Ferdy Sambo, Terdakwa Kasus Obstruction of Justice Diingatkan Soal Risiko Anak Buah

Seluruhnya turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice.

Dalam persidangan, Ferdy menyampaikan permohonan maaf kepada para juniornya yang terseret dalam kasus perintangan penyidikan pembunuhan berencana Brigadir J. Bahkan, beberapa di antaranya harus dipecat hingga mendapatkan demosi.
 
“Terkait dengan pernyataan kenapa saya harus mengorbankan para penyidik, saya ingin menyampikan permohonan maaf kepada adik - adik saya,” kata Sambo dalam sidang bersama terdakwa Putri Candrawathi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Selasa 29 November 2022.

Sambo mengakui sejak awal kasus ini, Sambo tidak memberikan keterangan yang benar terkait pembunuhan Brigadir J.  Dia menuturkan bahwa para juniornya tersebut tidak sepantasnya dihukum karena peristiwa tersebut.

“Karena saya sudah memberikan keterangan tidak benar di awal-awal dan pada sidang kode etik, di semua pemeriksaan saya sudah sampaikan adik - adik ini gak salah, saya yg salah, tetapi mereka juga harus dihukum karena dianggap tahu peristiwa ini,” jelasnya.
 
Sambo terlihat menahan tangis sambil kembali menyampaikan permohonan maaf kepada para juniornya yang menjadi saksi di persidangannya. Dia juga mengaku bertanggung jawab atas seluruh nasib anggotanya yang kini telah mendapatkan demosi hingga pemecatan.

“Jadi saya atas nama pribadi dan kelurga menyampaikan permohonan maaf adik - adik saya. Saya sangat menyesal. Jadi saya sekali lagi mohon maaf. Jadi saya saya sampaikan di depan, komisi kode etik, mereka tidak salah. Mereka secara psikologis pasti akan tertekan. Saya bertanggung jawab karena mereka seperti ini menghadapi proses mutasi. Sehingga saya setiap berhubungan penyidik dan adik - adik saya, saya pasti akan merasa bersalah,” pungkasnya.

Tak hanya itu, setidaknya ada 95 anggota Polri yang disebut turut disidang kode etik profesi Polri (KEPP) atas dugaan pelanggaran etik ringan hingga berat buntut kasus kematian Brigadir J. Adapun 35 orang di antaranya telah mendapatkan sanksi demosi hingga pemecatan dari institusi Polri.

Dalam dugaan kasus obstruction of justice, ketujuh orang itu didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.

3. Kasus Tambang Ilegal Aiptu (Purn) Ismail Bolong yang Sempat Menyeret Nama Kabareskrim

Kolase Foto Kabareskrim Komjen Agus Andrianto dan Ismail Bolong, mantan anggota Polri yang mengakuanya viral soal uang setoran tambang ilegal ke Kabareskrim. Belakangan Ismail Bolong mengklarifikasi pernyataanya yang viral itu, dia juga minta maaf kepada Kabareskrim. (Kolase Tribunnews)

Di tengah bergulirnya kasus pembunuhan Brigadir J, media sosial tiba-tiba diramaikan dengan beredarnya pengakuan Aiptu (Purn) Ismail Bolong terkait dugaan pemberian uang koordinasi kegiatan tambang batu bara ilegal yang menyeret nama Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto.

Dalam pengakuannya, Ismail Bolong mengklaim sudah berkoordinasi dengan Kabareskrim Komjen Agus Andrianto yakni memberikan uang sebanyak tiga kali. Pertama, uang disetor bulan September 2021 sebesar Rp2 miliar, bulan Oktober 2021 sebesar Rp2 miliar, dan bulan November 2021 sebesar Rp2 miliar.

Tapi tiba-tiba, Ismail Bolong membuat pernyataan membantah melalui video. Dalam video keduanya itu, Ismail Bolong memberi klarifikasi permohonan maaf kepada Kabareskirm Komjen Agus Andrianto atas berita yang beredar. Ismail Bolong kaget videonya baru viral sekarang.

“Saya mohon maaf kepada Kabareskrim atas berita viral saat ini yang beredar. Saya klarifikasi bahwa berita itu tidak benar. Saya pastikan berita itu saya tidak pernah berkomunikasi dengan Kabareskrim apalagi memberikan uang. Saya tidak kenal,” kata Ismail Bolong.

Baca juga: Bareskrim Polri Segera Perbaiki Berkas Perkara Ismail Bolong Cs yang Dikembalikan JPU

Namun tak lama setelah itu, penyidik Bareskrim Polri menetapkan Ismail Bolong sebagai tersangka dan ditahan terkait kasus tambang batu bara ilegal di Kalimantan Timur.

Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Nurul Azizah membeberkan Ismail Bolong berperan sebagai pengatur jalannya pertambangan yang tidak memiliki izin usaha.

Diketahui, tambang ilegal yang dilakukan oleh Ismail Bolong cs di lahan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) milik PT Santan Batubara.

"Peran IB mengatur rangkaian kegiatan penambangan ilegal pada lingkungan PKP2B perusahaan lain dan menjabat sebagai Komisaris PT EMP (PT Energindo Mitra Pratama) yang tidak memiliki izin usaha penambangan untuk melakukan Kegiatan penambangan," kata Nurul dalam konferensi pers, Kamis (8/12/2022).

Selain Ismail Bolong, penyidik juga telah menetapkan dua orang lain sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Keduanya yakni berinisial BP alias Budi dan RP alias Rinto. 

Nurul mengatakan keduanya juga memiliki peran yang berbeda. BP, kata Nurul, berperan sebagai penambang batu bara ilegal di wilayah PKP2B PT. Santan Batubara Blok Silkar Desa Santan Ulu, Kec. Marangkayu, Kab. Kutai Kertanegara.

"RP sebagai kuasa direktur PT EMP berperan mengatur operasional batu bara dari mulai kegiatan penambangan, pengangkutan dan penguatan dalam rangka dijual dengan atas nama PT EMP," jelasnya.

Saat ini, ketiga tersangka tersebut sudah ditahan dengan dijerat pasal Pasal 158 dan pasal 161 UU Nomor 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar serta pasal 55 ayat 1 KUHP.

Ismail Bolong Bantah Beri Suap ke Kabareskrim Polri

Seusai ditahan, Ismail Bolong melalui kuasa hukumnya membantah pernah bertemu Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto terkait kasus tambang batu bara ilegal di Kalimantan Timur.

"Beliau menyampaikan bahwa sejak menjadi anggota sampai berenti di bulan Juli kemarin, pak Ismail Bolong itu tidak pernah bertemu dengan Kabareskrim jadi tolong di catat. Kalau dikenal secara pribadi ya kenal karena pimpinan sebagai pimpinan di Bareskrim," kata kuasa hukum Ismail Bolong, Johannes Tobing di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (7/12/2022).

Johannes juga membantah terkait tudingan jika kliennya memberi suap kepada Komjen Agus Andrianto untuk melancarkan bisnisnya tersebut.

"Jadi bahwa pak Ismail Bolong menyampaikan dengan sesungguh-sungguhnya tidak pernah menjanjikan sesuatu yang diberikan kepada siapapun itu. Jadi jangan jadinya bertemu apalagi katanya sampai menjanjikan sesuatu itu tidak benar," tukasnya.

4. Irjen Teddy Minahasa Terlibat Kasus Peredaran Narkoba

Irjen Teddy Minahasa Putra yang terseret kasus narkoba. (Facebook Teddy Minahasa Putra)

Calon Kapolda Jawa Timur Irjen Teddy Minahasa terlibat dalam jaringan peredaran gelap narkoba. Hal itu berdasarkan pengembangan kasus peredaran narkoba oleh Polda Metro Jaya.

Sigit mengungkapkan bahwa penyidik Polda Metro Jaya melakukan pengungkapan peredaran gelap narkoba dari laporan masyarakat.

"Saat itu berhasil diamankan tiga orang dari masyarakat sipil dan kemudian dilakukan pengembangan dan ternyata mengarah dan melibatkan anggota polisi berpangkat Bripka dan anggota polisi berpangkat Kompol jabatan Kapolsek," kata Sigit di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (14/10/2022).

Sigit menuturkan bahwa pihaknya kemudian terus melakukak pengembangan kasus kepada seorang pengedar. Hasilnya, penyidik menangkap oknum Kapolres berpangkat AKBP dalam kasus tersebut.

Baca juga: Babak Baru Kasus Narkoba Polisi Tajir Irjen Teddy Minahasa Cs

Dari sana, kata Sigit, penyidik baru menemukan keterlibatan dari Irjen Teddy Minahasa. Menurutnya, Propam Polri kemudian menjemput paksa Irjen Teddy.

"Dari situ kemudian kita melihat ada keterlibatan Irjen TM dan atas dasar hal tersebut kemarin saya minta di Propam untuk menjemput melakukan pemeriksaan kepada Irjen TM," jelasnya.

Teddy disebut memerintahkan agar barang bukti narkoba jenis sabu hasil pengungkapan kasus di Polresta Bukittinggi seberat 5 kilogram dan menukarnya dengan tawas.

Dalam hal ini, polisi juga menangkap 10 orang tersangka selain Irjen Teddy Minahasa. Enam orang warga sipil dan sisanya merupakan anggota polri.

Enam orang sipil yakni berinisial HE, AR, L, A, AW, dan DG. Selain itu, empat orang anggota polisi lain berinisial Aipda AD, Kompol KS, Aiptu J dan AKBP D.

Irjen Teddy Minahasa diketahui sudah ditetapkan sebagai tersangka dengan dijerat Pasal 114 Ayat 3 sub Pasal 112 Ayat 2 Jo Pasal 132 Ayat 1 Jo Pasal 55 UU Nomor 35 Tahun 2009 dengan ancaman maksimal hukuman mati dan minimal 20 tahun penjara. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini