Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polri menyatakan pihaknya mulai mengantisipasi adanya bencana alam buntut cuaca ekstrem selama Nataru di sejumlah daerah di Indonesia.
Diketahui, cuaca ekstrem dipicu oleh sejumlah fenomena anomali dan dinamika atmosfer yang terjadi secara berbarengan.
Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan analisa evaluasi (anev) untuk mempersiapkan pasukan untuk menghadapi bencana alam.
"Saat anev tadi pagi dengan seluruh Polda dan Polres jajaran Pak Waka sudah mengarahkan untuk mempersiapan pasukan SAR dan sarpras untuk menghadapi situasi kontijensi bencana alam," kata Dedi kepada wartawan, Rabu (28/12/2022).
Dedi menambahkan bahwa para jajaran di daerah juga sudah diperintahkan turun ke lapangan untuk memetakan daerah yang rawan terjadinya bencana alam.
"Para Kasatwil sudah diperintahkan turun ke lapangan untuk mapping kerawan-rawanan yang mungkin dapat terjadi di wilayah masing-masing dan siapkan kontijensi plan secara maksimal," ungkapnya.
Baca juga: Cuaca Ekstrem, Ratusan Wisatawan di Kepulauan Karimunjawa Dievakuasi ke Semarang
Lebih lanjut, Dedi menuturkan bahwa Mabes Polri sudah menyiapkan pasukan untuk membantu wilayah jika diperlukan.
"Mabes polri sudah siapkan pasukan untuk back up wilayah bila diperlukan seperti mitigasi gempa Cianjur," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengungkap pada 1 Januari 2023 mendatang, seluruh peta wilayah Indonesia akan tertutup warna hijau pekat atau indikasi terjadinya curah hujan lebat hingga ekstrem.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati menjelaskan cuaca ekstrem tersebut terjadi karena adanya fenomena Monsun asia ditambah seruakan dingin dari dataran tinggi Asia yang masuk melalui Selat Malaka dan kemudian menyeberang ke ekuator, dan terbentuk Arus Lintas Ekuator atau Cross Equatorial Northerly Surge (CENS).
BMKG memprakirakan fenomena ini mulai terjadi pada tanggal 28 Desember yang akan menyelimuti wilayah Jawa Timur hingga Nusa Tenggara.
"Ini bahaya sesuai terdeteksi tanggal 21 Desember lalu, cuaca akan meningkat bisa mencapai ekstrem," kata Dwikorita dalam konferensi pers seperti ditayangkan Kompas TV, Selasa (28/12/2022).
Baca juga: Badai Squall Line Bertemu dengan MCC, Penyebab Cuaca Ekstrem Ancam Jakarta Besok
Kemudian pada tanggal 29 Desember potensi cuaca ekstrem tersebut meluas ke Jawa Barat, Sumatera bagian selatan barat, dan sebagian wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur hingga Nusa Tenggara dan wilayah selatan Papua.
Bahkan pada 1 Januari 2023, berdasarkan perkembangan dinamika atmosfer, satu peta wilayah Indonesia tidak terlihat karena tertutupi warna hijau tua pekat.
"Bahkan 1 Januari hampir menutupi seluruh wilayah Indonesia. Peta Indonesia tidak terlihat tertutup warna hijau tua pekat," ungkap Dwikorita.
"Fenomena inilah yang menyebabkan warna hijau tua tadi yang mengindikasikan adanya hujan lebat hingga ekstrem," jelas dia.
Cuaca ekstrem ini lanjut BMKG, akan mulai melemah pada 5-6 Januari 2023.
"Tanggal 4 Januari mulai berkurang tapi masih tetap menutupi sebagian wilayah Sumatera dan Laut Natuna, dan wilayah Jawa Barat, Banten, Jawa Timur, Nusa Tenggara," ungkapnya.
"Tanggal 5 Januari mulai mereda, berkurang," kata dia.
Sebelumnya BMKG mengatakan potensi cuaca ekstrem yang terjadi selama Nataru dipicu oleh sejumlah fenomena anomali dan dinamika atmosfer yang terjadi secara berbarengan.
Fenomena tersebut adalah peningkatan aktivitas monsun Asia yang memicu pertumbuhan awan hujan secara signifikan di wilayah Indonesia bagian barat, tengah dan selatan.
Kemudian, intensifikasi atau semakin intensifnya fenomena seruakan dingin Asia yang dapat meningkatkan kecepatan angin permukaan di wilayah Indonesia bagian barat dan selatan, serta meningkatkan pembentukan awan hujan menjadi lebih intensif di sekitar Kalimantan, Sumatera, Jawa, Bali hingga Nusa Tenggara.
Selain itu, adanya indikasi pembentukan pusat tekanan rendah di sekitar wilayah perairan selatan Indonesia yang dapat memicu peningkatan pertumbuhan awan konvektif yang masif, dan berpotensi menyebabkan hujan intensitas tinggi dan dikhawatirkan dapat mencapai ekstrem.
Kemudian, terpantaunya aktivitas gelombang atmosfer yaitu fenomena Madden Julian Oscillation, yang merupakan fenomena pergerakan arak-arakan awan hujan dari arah Samudra Hindia di sebelah timur Afrika. Pergerakan awan ini memiliki jalur lintas Samudera Hindia menuju Samudra Pasifik tapi melewati Kepulauan Indonesia.