TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Buruh, KSPI, serta organisasi serikat buruh ancam lakukan aksi besar-besaran sebab Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Omnibus Law Cipta Kerja tidak sesuai harapan buruh.
Buruh juga mempertimbangkan langkah hukum dengan melakukan judicial review.
Presiden Partai Buruh, Said Iqbal mengatakan pihaknya juga akan melakukan lobi.
Partai Buruh dan serikat buruh berharap bisa bertemu dengan Presiden Jokowi untuk memberikan masukan terkait Perppu.
“Tentang kapan waktu pelaksanaan aksi dan gugatan terhadap Perppu kami akan diskusikan terlebih dahulu dengan elemen yang ada Partai Buruh,” kata Said Iqbal pada konferensi pers virtual, Minggu (1/1/2023).
Said Iqbal mengatakan buruh menolak atau tidak setuju terkait dengan isi Perppu, sebab menurutnya ada beberapa pasal yang menurutnya merugikan buruh.
Said Iqbal mengatakan Partai Buruh, KSPI, serta organisasi serikat buruh mulanya lebih memilih pola Perppu ketimbang omnibus law UU Cipta Kerja dibahas di Pansus atau Baleg DPR RI.
Pilihan itu diambil setelah mempertimbangkan pengalaman di awal awal pembahasan UU Cipta Kerja berapa tahun yang lalu, di mana buruh, petani, nelayan, kelas pekerja merasa dibohongi.
“Setelah mempelajari, membaca, menelaah, dan mengkaji salinan Perppu No 2 tahun 2022 yang beredar di media sosial, dan kami sudah menyandingkan dengan UU Cipta Kerja serta UU No 13 Tahun 2003, maka sikap kami menolak,” ujarnya.
Salah satu pasal yang ditolak oleh buruh adalah pasal tentang upah minimum (UM).
Said Iqbal mengatakan di dalam Perppu, upah minimum kab/kota digunakan istilah dapat ditetapkan oleh Gubernur. Menurutnya, itu sama dengan UU Cipta Kerja.
Presiden KSPI berpendapat bahasa hukum “dapat”, berarti bisa ada bisa tidak, tergantung Gubernur.
Sementara itu usulan buruh adalah masukan, redaksinya adalah Gubernur menetapkan upah minimum kabupaten/kota.
Iqbal mengatakan di dalam UU Cipta Kerja, upah minimum kenaikannya inflansi atau pertumbuhan ekonomi menggunakan bahasa “atau”, dipilih salah satunya.
Sedangkan di UU 13/2003 didasarkan pada survey kebutuhan hidup layak dan turunannya PP 78/2015 menggunakan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Menggunakan kata “dan”, jadi akumulasi dari keduanya.
Baca juga: Partai Buruh Tolak Pasal Tentang Upah Minimum di Perppu Cipta Kerja
Sementara di dalam Perppu berdasarkan variabel inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu.
"Ini yang ditolak buruh. Sebab dalam hukum ketenagakerjaan tidak pernah dikenal indeks tertentu dalam menentukan upah minimum," ujarnya.
“Kami menduga indeks tertentu seperti di dalam Permenaker 18/2022, menggunakan indeks 0,1 sampai 0,3. Partai buruh menginginkan tidak perlu indeks tertentu,” kata Iqbal.